Hari beranjak siang, tamu yang datang semakin banyak. Anjani benar-benar lelah dan mengantuk. Beberapa kali gadis itu hampir roboh karena mengalami microsleep.
Hampir seminggu belakangan ini jam tidur Anjani berantakan. Di luar restoran, gadis itu sibuk membuat konten untuk menambah pundi-pundi rupiah. Maklumlah, ia hanya anak rantau yang miskin, sehingga membutuhkan pekerjaan tambahan demi menyehatkan rekeningnya. Kalau hanya mengandalkan gaji dari Angga, beuh, seret. Gajinya hanya sedikit di atas UMR Bali.
Satu jam lagi jadwal kerjanya akan selesai, tapi baginya satu jam seperti setahun. Oke, itu terlalu berlebihan.
Cepetan jam dua, plis. Aku mau pulang, mau molor, ujarnya dalam hati.
Restoran Hijau Zamrud buka pukul 08.30 dan tutup pukul 21.00, tapi karyawan harus masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 22.00. Terbagi menjadi dua shift kerja yang masing-masingnya mengemban jam kerja selama tujuh jam.
Anjani sudah benar-benar mengangguk. Gadis yang sedang membuat bumbu untuk sup ayam itu melakukan kesalahan besar. Karena tidak fokus, ia memasukkan cengkeh ke dalam blender. Beruntung Amelia melihat kelakuan rekan kerjanya itu, sehingga dengan cepat ia merebut blender dari tangan Anjani dan mengeluarkan beberapa batang cengkeh yang ada di dalam blender tersebut.
"Fokus, dong, Jan! Kalau ketahuan Bos Angga, mampus kamu. Sup ayam nggak pakai cengkeh. Kalaupun pakai cengkeh juga nggak dijadiin bumbu halus," omel Amelia dengan tangan cekatan mengeluarkan cengkeh dari dalam blender.
"Mel, aku sudah nggak kuat lagi. Aku ke toilet bentar, ya. Tolong ambil alih tugasku." Tanpa menunggu jawaban Amelia, Anjani segera menuju toilet dengan langkah agak diseret.
Sesampainya di dalam toilet, gadis itu duduk di kloset dan memejamkan matanya dengan damai. Anjani merasa nyaman karena akhirnya bisa terbebas dari pekerjaan dapur yang melelahkan.
"Jan, Jani, buka pintu!"
Anjani dikagetkan dengan ketukan maha dahsyat dari luar toilet. Dengan malas, gadis itu berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan terpaksa. Ia masih mengantuk, baru tidur dua menit saja sudah diganggu.
"Awas, ih!" Amelia mendorong Anjani keluar dengan paksa.
Gadis yang sedang mendesak ingin buang air kecil itu menutup pintu dengan kasar, membuat Anjani mengelus dadanya karena kaget.
"Lumayan tidur dua menit, daripada nggak tidur sama sekali." Anjani terkekeh sambil mencuci tangannya menggunakan sabun. Setelah itu, ia kembali bekerja. Sup ayamnya sudah diambil alih oleh Lisa, sehingga ia memilih melakukan pekerjaan yang lain.
Anjani yang sedang menghias tumpeng mini, dikagetkan dengan kemunculan Angga yang tiba-tiba. Bos bengis bin pelit itu memotong-motong wortel dalam bentuk julienne. Bos muda itu memegang pisau dengan sangat luwes. Anjani mengakui, cara kerja Angga memang cepat, cermat, rapi dan bersih. Masakan Angga juga selalu enak. Tapi sayang, pria itu bengis bin pelit.
Untuk apa? Menu di restoran ini nggak ada yang pakai wortel potongan gitu, batinnya penasaran.
"Liat tumpeng kamu, nanti roboh! Jangan liatin saya!" bentak Angga seraya memasukkan hasil potongannya ke dalam mangkuk. Setelah itu, Angga bergegas menuju lantai atas sambil membawa mangkuk berisi potongan wortel berbentuk julienne.
"Buat apa sih?" Anjani bermonolog penasaran.
"Buat percobaan untuk menu baru mungkin," sahut Lisa yang mendengar gumaman Anjani.
Anjani mengangguk setuju. Bos-nya itu memang suka sekali melakukan eksperimen. Mungkin ia akan melakukan eksperimen untuk menu di cabang barunya nanti.
Anjani berdo'a, semoga saja nanti Angga stay di cabang baru. Ia tidak sanggup jika harus dimandori setiap hari oleh Angga si bengis. Kasihan kesehatan jantungnya.
Gadis itu merasa lebih baik setelah tidur dua menit di toilet. Ia berhasil menyelesaikan sisa pekerjaannya dengan baik. Sekarang, saatnya pulang. Tapi sebelum pulang ia ingin bertemu dengan Ririn terlebih dahulu.
"Ririn kecelakaan. Kira-kira Bos Angga mau ngasih izin nggak, ya? Atau jangan-jangan gaji Ririn bakal dipotong?" Samuel, waiter yang baru saja datang untuk shift sore berujar sambil mencuci tangan di wastafel.
Anjani yang tengah membasahi kerongkongannya dengan segelas air mineral, nyaris tersedak mendengar ucapan Samuel.
"Kecelakaan gimana? Parah nggak? Sekarang dia di mana?" Anjani memberondong Samuel dengan pertanyaan beruntun.
"Motor dia ditabrak bule yang lagi belajar naik motor. Sekarang dia di rumah sakit, katanya patah kaki."
"Ya Tuhan, lagian itu para tukang rental kok ya bisa-bisanya nyewain motor mereka ke bule yang baru belajar."
"Hidup ini keras, Jan. Jangan salahin tukang rental, mereka juga mau hidup."
Anjani tidak menyahut. Gadis itu segera mendelegasikan tugasnya kepada chef yang akan menggantikan pekerjaannya.
Hari ini ia gagal bertemu Ririn si indigo, padahal ia sudah sangat penasaran sekali dengan suara-suara aneh yang akhir-akhir ini mengganggunya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa, Langit?
HorrorAnjani tidak menyangka jika Langit-nya ternyata telah pergi untuk selama-lamanya. Selama ini, ia pikir Langit pergi untuk mengindarinya. Melupakan janjinya. Nyatanya, pikirannya itu salah. Arwah Langit menemuinya dan meminta maaf. Maaf untuk apa? To...