Memecah Rindu

287 38 3
                                    

Koridor IRNA Medik

Pertemuan yang canggung setelah tiga tahun, di kursi tunggu yang sepi dan terasa senyap itu, Kirana bahkan bisa merasakan deru napas yang terasa berat. Biasanya saat jam kunjung pasien koridor ini akan ramai, namun entah kenapa kali ini terasa begitu sepi, seolah waktu memberikan kesempatan pada mereka berdua untuk melepas rindu.

"Bagaimana kabarmu dan ibu?" Kadafi mencoba memecah suasana tegang di antara mereka.

Kirana tertunduk mencoba menormalkan napas, mendadak isi kepalanya kosong setelah bertemu Kadafi, padahal dulu begitu banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan.

"Baik." Entah kenapa satu kata itu saja begitu berat untuk diucap, Kirana merasa jantungnya mau runtuh. Ia bingung harus menumpahkan rindu dengan cara bagaimana.

Kadafi mengangguk, dia pun juga di ambang kecanggungan. Ingin sekali menjelaskan semua, tapi takut jika Kirana tidak bisa menerima.

"Apa kamu tidak ingin tahu kenapa aku ada di sini?" Tanya Kadafi, mendadak menyesal kenapa justru pertanyaan semacam itu yang keluar dari mulutnya.

Kirana diam sesaat, menarik napas dalam-dalam.

"Entahlah, aku hanya merasa tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini. Sesuatu yang kukira mustahil. Setelah kamu yang hilang seperti hantu."

Kadafi mulai merasa menarik napas kali ini begitu berat. Dari nada bicara Kirana sangat jelas dia kecewa.

"Aku minta maaf sebelumnya, karena aku tahu salah dalam hal ini. Sejujurnya salah jika jarak menjadi alasan kenapa kita seperti ini. Sedikit pun perasaanku padamu tidak berubah, aku hanya butuh waktu untuk fokus dalam menyelesaikan pendidikanku. Alasan aku tidak bisa menjanjikan hubungan yang pasti padamu hanya itu, tidak ada alasan lain." Sejenak Kadafi menarik napas, sambil melihat reaksi Kirana sebelum melanjutkan kalimatnya, namun Kirana memilih mengalihkan pandangan.

"Lalu kenapa kamu tidak menghubungiku?"

"Setelah iPhone-ku sempat hilang itu, aku benar-benar harus fokus menghadapi ujian, sehingga aku putuskan untuk berhenti menghubungimu. Kukira aku bisa memulainya lagi, tapi ternyata justru aku takut untuk memulai. Aku takut kamu sudah terlanjur kecewa. Dan aku tahu, aku salah di sini. Sebab itu, kamu boleh marah, bahkan membenciku pun aku terima."

Kirana terdiam sesaat, namun butir-butir airmata sudah jatuh entah hitungan keberapa.

"Aku tidak punya hak untuk marah atau benci. Hubungan kita saja tidak punya nama, lantas kenapa aku harus marah?"

Mendengar pernyataan itu membuat dada Kadafi terasa begitu ngilu. Ia pun bangkit dari duduknya, mendekati Kirana  yang sebelumnya memang duduk agak jauh darinya.

"Jangan mendekat! Kamu tidak lihat aku sudah berhijab!" Seketika Kirana lekas berdiri dari duduknya sebelum Kadafi sempat meraih tangannya.

Ya Tuhan!
Kadafi lupa bahwa tiga tahun sudah cukup merubah semua perasaan yang ada. Ia bahkan tidak sadar bahwa Kirana yang berdiri di hadapannya saat ini bukan Kirana yang dulu lagi, dia sudah berhijab rapi, tidak ada lagi sehelai rambut panjang yang dulu begitu ia kagumi.

"Maafkan aku!"

Kirana mengusap airmata sambil masih menjaga jarak.

"Sebenarnya aku tidak tahu, aku sedang menangis untuk siapa. Mungkin memang sejak awal hubungan kita tidak baik-baik saja. Kamu bilang suka tapi tidak pernah menjelaskan secara serius, kamu hanya datang sebagai teman yang penuh perhatian hingga aku begitu berharap, lantas menghilang tanpa memikirkan perasaanku. Aku kecewa dan marah pada diriku sendiri yang sudah begitu bodoh mencintaimu tanpa ada kepastian. Mungkin karena aku orang yang polos, sehingga mudah bagimu mempermainkan."

Terjebak Dalam Masalalumu ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang