Payung dan Rasa Rindu

291 34 2
                                    

Setiap hati bisa berubah, dan hanya Allah yang membolak-balikkan hati dalam sepersekian detik. Hari-hari berlalu penuh kegelisahan dan rasa bersalah. Kadafi yang biasanya fokus dalam setiap hal, kini terasa semua kacau. Bayang-bayang Kirana saat menangis di tengah hujan bergentayangan di sekitarnya, ia bahkan merasa Kirana ada di mana-mana, membuat pikiran dan hari-harinya makin kacau.

Dan saat itu dia sadar satu hal bahwa nama Serly perlahan mulai bergeser sedikit demi sedikit. Tapi bukan itu yang ia inginkan? Bukan cinta secepat kilat semacam ini? Bukan cinta terburu-buru yang akhirnya terpuruk.

Hal yang lebih buruk lagi, di saat semua pikiran dan hatinya kacau dia mendapatkan tugas praktik bagian UGD bersama Rakha, dan dua ko-as lainnya. Pasti akan sangat menguras tenaga dan waktunya. Kadafi berharap aktivitas di UGD akan melupakan semua dan menghapus bayang-bayang Kirana.

"Tugas wawancara pasien saja aku belum selesai, sudah ditugaskan dengan pasien baru." Gerutu Rakha kesal sambil memakai snelli dengan gerakan cepat.

"Kalau kamu banyak proses nanti dokter Anwar bisa mencoret nilai evaluasimu!" Sahut Kadafi sambil menepuk pundak Rakha dan lekas berlari menghampiri petugas ambulance yang sedang mendorong brankar memasuki pintu utama UGD.

"Anak-anak ko-as ini lelet sekali ya, sebenarnya apa sih yang kalian kerjakan sampai ada pasien datang saja kalian masih ribet?" Gerutu seorang perawat, merasa kesal.

Rakha lekas menyenggol lengan Kadafi sambil berbisik, "Ini semua karena kamu kurang fokus dan aku yang kurang belajar."

Kadafi hanya menghela napas. Apa yang di katakan Rakha memang benar, berstatus sebagai ko-as itu tidaklah semudah menjadi mahasiswa kedokteran. Fokus menjadi hal utama di sini, dan Kadafi sedang kehilangan itu.

Entah hari keberapa berlalu dengan hati dan pikiran yang sama, rasa bersalah yang sama, juga setitik kerinduan yang mulai menyusup. Kesibukan sebagai ko-as di rumah sakit mungkin menjadi cara untuk menutupi semua kegelisahan hati Kadafi, tapi saat malam tiba, semua pikiran itu akan kembali kacau.

****

Kirana menatap payung pemberian Kadafi yang hingga saat ini belum ada niat untuk membuang atau mengembalikan. Payung itu masih tersimpan rapi di belakang pintu kamar kosnya, Rosa pun tak berniat untuk bertanya atau bahkan meminjam sejak Kirana memutuskan untuk tidak bercerita.

"Haruskah aku kembalikan?" Kirana tertunduk gelisah, dan jujur setiap helaan nafas saat mengingat Kadafi selalu terasa sesak.

"Tidak! Aku sudah memutuskan untuk menjauh dan melupakannya, jadi tidak perlu susah payah mengembalikan payung itu sekarang. Mungkin nanti kalau perasaan ini sudah hilang, aku akan mengembalikan. Semoga saja bisa." Gumam Kirana sambil duduk di lantai depan pintu, lalu memakai sepatu.

Beberapa hari lalu lamaran kerja Kirana diterima, setelah melalui proses wawancara yang cukup panjang akhirnya dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan dia kuliah yaitu bidang administrasi.

"Kamu yakin diterima sungguhan? Ini bukan kantor atau perusahaan loh, tapi rumah sakit. Kamu bahkan tidak kenal istilah medis tapi kok bisa lolos interview?" Rosa masih keheranan.

"Bisa kalau sudah rezeki." Jawab Kirana singkat sambil tertawa, lalu melangkah pergi, namun beberapa saat kemudian kembali membuka pintu kamar dan mengambil payung karena di luar sedang gerimis.

Rosa cukup keheranan, sebab ini pertama kali Kirana mau memakai payung itu kembali, jika sebelumnya ia rela kehujanan hanya karena gak ingin menyentuh payung tersebut.

***

Bagi sebagian orang rumah sakit hanya tempat bekerja para tenaga medis, tapi ternyata di balik itu ada sistem administrasi, tenaga marketing dan IT yang bekerja di balik layar agar setiap pelayanan berjalan dengan baik. Kebetulan karena kuliah D3 Kirana jurusan administrasi bisnis, kini ia bisa bekerja sesuai harapannya, bukan lagi jadi asisten fashion di tempat Suting atau bahkan cleaning service.

Kirana akan memulai kehidupan baru dan penuh kesibukan di sini, tidak perlu lagi terlibat skandal artis mana pun, ia hanya cukup menjadi gadis 21 tahun biasa yang bekerja keras demi orangtua. Itu saja lebih dari cukup untuk bertahan hidup.

Kirana terperangah saat masuk parkiran rumah sakit, begitu banyak mobil dan motor yang memenuhi area parkir, bahkan dari tempat Kiran berdiri bisa melihat gedung poliklinik dan UGD yang juga tak kalah ramai.

Karena hujan sudah berhenti Kirana meletakkan payung yang ia bawa di dekat post satpam, payung itu ia biarkan terbuka karena masih basah, niatnya agar kering sejenak sebelum ditutup.

"Ya Tuhan, ini rumah sakit atau pasar?" Gumam Kirana masih tidak percaya, beruntung ruang administrasi terletak paling belakang, sehingga Kirana tidak perlu melihat bisingnya pengunjung setiap harinya.

Kirana berjalan melewati UGD, karena untuk menuju ruang administrasi memang harus lewat sana. Sebuah ambulance datang dan secepat kilat petugas ambulance mengeluarkan brankar, disusul beberapa dokter muda yang membantu.

Sejenak Kirana ingat akan impian Kadafi, namun secepatnya ia menggeleng kepala, mencoba menghapus bayang-bayang lelaki itu, lalu berjalan kembali.

***

Kadafi menutup pintu mobil dengan sedikit lelah, tersebab sejak tadi malam gagal kembali tidur nyenyak. Entah sudah berapa hari terhitung sejak kejadian dengan Kirana saat itu, malam-malam Kadafi seolah penuh hantu yang membuatnya mendadak insomnia, bahkan obat tidur pun terasa tidak mempan.

Sambil mengusap wajah lelah dia memakai snelli di samping mobilnya yang terparkir tak jauh dari post satpam, sesaat ia mengedarkan pandangan dan terkejut saat melihat payung berwarna cream tergeletak begitu saja di belakang post. Ia merasa payung itu tidak asing.

Kadafi pun berjalan mendekati post, dengan perasaan curiga Kadafi mengambil dan mengamati payung tersebut. Seketika ritme jantungnya naik saat tahu bahwa itu adalah payung yang ia berikan pada Kirana beberapa minggu yang lalu.

"Kenapa ada di sini?"

Kadafi melihat sekeliling, ia yakin pasti Kirana ada di rumah sakit, entah di mana, dan ia ingin bertemu dengan gadis itu. Kadafi pun menghampiri satpam yang sedang duduk santai.

"Maaf Pak, bapak tau siapa pemilik payung ini? Tadi saya menemukan tergeletak di sana?" Tanya Kadafi sambil menunjuk arah dia menemukan payung itu.

"Saya tidak tau, Mas."

"Oh, begitu." Kadafi merasa kecewa, namun ia tidak putus asa.

"Pak, nanti kalau pemiliknya mencari payung ini, tolong kasih tau ya kalau saya pinjam, dan payungnya bisa diambil di UGD. Cari saja Ko-as atas nama Kadafi."

Karena tidak mungkin mencari Kirana di rumah sakit yang begitu luas, juga tidak mungkin menunggu karena Kadafi punya kesibukan, alhasil hanya itu satu-satunya cara untuk bisa bertemu pemilik payung tersebut.

"Oh, ya ya." Kata pak satpam mengangguk paham.

"Terima kasih, Pak."

****

Kirana yang baru saja melakukan absen tetiba ingat bahwa payung yang ia bawa tertinggal di post satpam. Itu payung mahal dan dari seseorang, kalau sampai hilang Kirana akan sangat merasa bersalah. Secepat kilat Kirana pun setengah berlari menuju post satpam yang lokasinya cukup jauh dari ruang administrasi rumah sakit.

"Kalau payung itu sampai hilang, aku tidak tahu dengan cara apa lagi bisa bertemu dengannya." Batin Kirana mulai merasa takut.


Note :
ko-as : ko-asisten atau sarjana kedokteran yang mengikuti praktik langsung di rumah sakit, jadi belum bisa disebut dokter.

Snelli : Jas dokter

Brankar : alat untuk memindahkan pasien


Happy Reading 🥰🙏

Terjebak Dalam Masalalumu ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang