Hanya Teman

310 37 4
                                    



Kirana dan Kadafi duduk sejenak di kursi tamu di teras kos lantai satu. Kecanggungan itu masih sangat terasa, entah kenapa seperti ada sekat yang begitu tebal di antara mereka. Berulang kali Kadafi menarik napas menormalkan ritme jantungnya, ia tahu bahwa jantungnya sedang tidak aman. Dulu mungkin tidak sehebat ini, tapi saat ini dia tahu bahwa separuh lebih hatinya sudah diambil Kirana.

"Kapan kamu mulai bekerja di rumah sakit?" Kadafi memecah kekakuan di antara mereka.

"Hari saat kamu menemukan payung ini, itu hari pertamaku kerja." Kata Kirana sambil melihat payung yang sedang ia pangku.

"Oh, berarti masih baru, syukurlah. Aku juga masih seminggu magang sebagai ko-as di sana."

Kirana tersenyum mengangguk, "Selamat ya, semoga lancar sampai lulus dan menjadi dokter."

"Amin." Kadafi nampak bersemangat.

"Aku hanya sedang berusaha mewujudkan impian mami, sebisa mungkin tetap berlatih vocal dan kalau ada waktu mengeluarkan single baru. Semoga bisa jalan keduanya, karena kesibukan di rumah sakit sangat menguras hampir semua waktuku." cerita Kadafi berharap Kirana paham.

"Oh, iya. Selesaikan saja satu-satu, karena tidak mungkin kita bisa adil dalam melakukan dua hal yang berbeda." Sahut Kirana.

Sejenak Kadafi tertegun dengan kalimat itu, seperti menyiratkan suatu maksud tertentu. Sebelum Kadafi sempat menanggapi kalimat Kirana, datang telepon dari Rakha.

"Halo, Rak. Ada apa?" Tanya Kadafi.

"Kamu harus ke rumah sakit sekarang, Serly masuk UGD tadi, overdosis obat." Suara Rakha nampak cemas.

Kadafi sangat terkejut, tapi lebih terkejut karena saat berita itu datang ia sedang bersama Kirana. Sesaat Kadafi melihat Kirana dengan bingung. Sedang Kirana memilih diam seolah tidak mendengar.

"Siapa yang membawanya ke rumah sakit?"

"Mala, temen satu apartemennya."

Kadafi menghela napas dan segera menutup telpon sepihak. Ia bingung dan dia sadar tidak mungkin berbohong pada Kirana.

"Ada apa?" Tanya Kirana pura-pura tidak tahu.

"Eee.. E.. Serly dibawa ke rumah sakit. Overdosis obat, mungkin dia sering minum obat penghilang ngantuk." Cerita Kadafi sedikit takut.

"Oh, kalau begitu pergilah. Kamu harus ada di sana, bagaimana pun kamu orang yang paling tahu dan dekat dengannya." Kata Kirana mencoba menyembunyikan rasa cemburu yang entah sejak kapan mengusiknya.

Kadafi terdiam sesaat memandang wajah Kirana, terlihat jelas gadis itu tidak sedang baik-baik saja.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Kadafi.

"Aku kenapa? Apa kamu berfikir aku akan marah? Kita kan teman, Serly juga teman bagiku, jadi tidak perlu khawatir." Jawab Kirana sambil mengalihkan pandangan, takut Kadafi tahu rasa cemburu itu dari matanya.

Kadafi tersenyum getir saat mendengar kata 'teman' dari mulut Kirana. Ada rasa perih, karena jujur ia berharap lebih dari sekedar teman.

"Baiklah, aku pergi dulu. Maaf sebelumnya." Kata Kadafi merasa bersalah.

Kirana tersenyum tipis sambil mengangguk, dan selepas itu Kadafi pun melangkah pergi dengan perasaan ragu dan penuh rasa bersalah.

Entah perasaan macam apa ini, tapi rasa sesak dan perih itu kembali Kirana rasakan. Orang baru tidak akan pernah bisa menggantikan orang lama yang sudah tinggalkan banyak kenangan.

****

"Kamu menemui Kadafi lagi? Cowok yang membuatmu kehilangan harga diri? Yang membuatmu gila? Kamu masih menyukai cowok kayak gitu?" Rosa lekas menatap Kirana yang baru masuk kamar selesai menemui Kadafi.

Kirana memilih diam lalu mengambil air dan meminumnya perlahan.

"Apa kamu tidak ingin belajar dari pengalaman?"

Kirana menarik napas, menata hati sejenak sebelum menjawab pertanyaan Rosa.

"Semakin hari berlalu dan semakin aku mengenalnya kini aku tahu satu hal, bahwa aku sepertinya tetap akan menjadi manusia yang memandang bintang dari bumi, tak akan bisa terbang ke langit."

"Apa maksudnya?"

Kirana mengalihkan pandangan ke arah jendela, melihat langit yang mulai gelap.

"Kesalahanku dulu adalah menyukainya melebihi perasaan seorang fans pada idolanya, rasa yang membuatku terlalu berharap hingga akhirnya terluka. Seharusnya saat itu aku tahu bahwa aku tidak boleh berharap lebih, karena bagaimana pun Kadafi tetap bintang di langit, sedang aku hanya manusia biasa yang hidup di bumi. Sekarang, seiring berjalannya waktu, pun semakin banyak kesempatan bertemu dengannya, aku mulai sadar satu hal, bahwa sedekat apa pun posisi bintang itu, aku tidak akan mungkin meraihnya." Jelas Kirana, terlihat kesedihan dari matanya.

Rosa berfikir sejenak, "Aku tidak mengerti? Apakah ini pertanda kamu dan Kadafi sedang dekat?"

Kirana tersenyum getir.

"Entahlah, aku bingung dengan sikapnya, aku pun tidak bisa menebak isi hatinya. Dulu dia membuatku baper, namun secepat kilat mengabaikanku, bahkan memintaku pergi, lalu hari ini, dia rela datang ke sini untuk bertemu denganku. Aku bahkan melihat tatapan dia yang begitu dalam, namun aku takut mengartikannya, karena aku orang baru dalam hidupnya, dan aku datang saat dia terluka. Aku takut itu bukan cinta, tapi pelarian belaka." Kini Kirana tertunduk.

Rosa tertegun, merasa kasihan dengan sahabatnya itu.

"Tidak mudah melupakan cinta lama yang begitu dalam, pun banyak kenangan. Jika pun datang orang baru yang lebih baik, tetap tidak mudah menggantikannya. Sebab itu, aku sekarang lebih ingin bersikap biasa saja. Jujur aku masih sangat menyukainya, tapi aku takut untuk berharap. Biarkan semua mengalir saja, bagaimana pun jika takdir tetap akan bersama."

Rosa bisa melihat kesedihan dari wajah Kirana, kesedihan seperti yang ia lihat beberapa bulan lalu.

"Apa Kadafi masih berhubungan dengan Serly?" Tanya Rosa sedikit hati-hati, takut membuat Kirana makin sedih.

Kirana diam sesaat menatap segelas air di tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam.

"Entahlah, tapi aku merasa dia masih mengkhawatirkan Serly. Lagian aku juga tidak punya hak apa-apa, bahkan perasaan Kadafi saja belum bisa kuketahui. Jadi, seharusnya aku tidak sesedih ini." Kata Kirana tertunduk menahan matanya yang mulai basah.

Ternyata setelah beberapa bulan berlalu, perasaan itu masih sama, masih sangat kuat dan sulit dikendalikan. Perasaan yang datang tak seindah bayangannya, perasaan yang justru hanya terus menanamkan luka.

Rosa pun berpindah tempat duduk, kini ia duduk di dekat Kirana sambil merangkulnya.

"Terkadang cinta datang tidak selalu membawa kebahagiaan, bisa jadi justru membawa luka agar kita lebih dewasa dan tahu mana yang tulus dan mana yang sekedar penasaran belaka."

Kirana tersenyum sambil memicingkan mata, ini pertama kalinya Rosa berkata bijak, biasanya meledak-ledak dan menyindir sana sini.

"Kenapa kamu melihatku begitu?"

"Aku hanya merasa sepertinya ini bukan kamu." Kata Kirana dan diikuti tawa ringan yang membuat Rosa seketika membekap mulut Kirana dan mereka bergulat bercanda di atas tempat tidur, persis seperti dua kucing yang saling berkelahi.


Happy Reading
Selamat menunaikan ibadah puasa 🥰🙏


Terjebak Dalam Masalalumu ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang