10 - Agni

64 8 0
                                    

"Heh, Jalang! Mana Bang Bara?" tanya Ghebi dengan nada tinggi. Pagi ini ia sengaja ke rumah kakaknya untuk membahas perusahaan. Walaupun ia masih kuliah, tapi ia sudah belajar banyak hal tentang bisnis. Sehingga nanti begitu lulus, ia bisa langsung terjun ke lapangan.


Kalau biasanya Olivia akan membalas kata-kata pedas Ghebi, kali ini ia hanya bisa diam saja karena sang suami sedang ada di rumah. Perempuan itu hanya bisa menggertakkan giginya menahan kesal yang sudah membuncah ke ubun-ubun.

"Minggir lo!" bentak Ghebi seraya mendorong Olivia dengan kasar, sehingga Olivia jatuh terduduk di lantai.

"Aw! Bang Baraaa!" teriak Olivia yang memang benar-benar kesakitan.

"Dasar Jalang tukang ngadu! Najis!" maki Ghebi sambil menendang tulang kering Olivia sehingga membuat Olivia menjerit sekali lagi.

Bara yang mendengar suara ribut-ribut tersebut, segera menuju ke ruang tamu. "Ghebi! Apa-apaan kamu? Kenapa kamu kasar kayak gini?!" bentak Bara saat melihat sang adik menendang istri tercintanya.

"Dia yang kurang ajar duluan, Bang. Dia yang mulai, bukan aku," bohong Ghebi dengan wajah sesedih mungkin. Padahal jelas-jelas dia duluan yang memulai. "Aku cuma membela diri," adunya.

Bara menatap adiknya dengan tajam. Laki-laki itu lalu menggendong sang istri, lalu ia dudukkan di sofa tunggal ruang tamu. "Kita ke dokter, ya?" ajaknya dengan nada rendah.

Olivia menggeleng sedih. Ia sengaja memasang wajah sedih agar suaminya menuruti kata-katanya. "Nggak usah, Bang. Istirahat sebentar juga aku sembuh," ujarnya. "Daripada ke dokter, mending Abang usir adik tercinta Abang ini. Selama dia masih ada di sini, aku nggak akan pernah sembuh. Entah kenapa dia demen banget nyiksa aku, padahal aku nggak pernah nyari masalah ke dia," adunya dengan air mata yang mulai menetes di pipi.

Bara menatap tajam ke arah Ghebi yang sejak tadi masih berdiri. "Pergi kamu!" usirnya kasar.

"Bang!" Ghebi menggeleng tak terima. "Aku nggak mungkin kayak gini kalau dia nggak mulai duluan."

"Pergi, Ghebi! Atau perlu aku panggil satpam?" usir Bara dengan tatapan tajam.

Ghebi menghembuskan nafas berat. "Aku mau bahas perusahaan," ujarnya mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu di kantor! Jangan pernah kamu ke sini lagi!" ucap Bara penuh penekanan. "Kalau sampai Abang mergokin kamu ke sini lagi, liat aja apa yang akan terjadi," ancamnya.

Ghebi mengangguk pasrah. Ia keluar dari rumah kakaknya dengan menahan emosi yang sudah membuncah di dada. Kurang ajar sekali si Olivia itu! Sebenarnya ilmu apa yang dia pakai? Mengapa kakak dan mamanya sangat mencintai parasit satu itu?

"Awas aja lo, Olivia!" gumam Ghebi sambil tersenyum sinis menatap rumah kakaknya. Saat ini perempuan itu tengah duduk di pos satpam untuk menunggu taksi yang ia pesan.

***

Dhisya sudah merancang angan-angannya sedemikian rupa. Akan tetapi, tidak semudah itu untuk merealisasikannya. Menjadi affiliator tidaklah mudah, apalagi bagi orang biasa seperti dirinya yang followers-nya hanya hitungan jari.

"Kayaknya aku harus ngelamar di perusahaan, deh. Jadi cleaning servis boleh juga lah," ucap Dhisya. Perempuan itu tengah bermonolog.

Kalau untuk kuliah, ia sudah mendaftar di universitas terbuka. Ia tetap ingin melanjutkan kuliah. Ia ingin menuntut ilmu setinggi-tingginya. Kuliah di UT, tentu tidak akan mengganggu jadwal kerjanya.

Dengan gesit, Dhisya mencari informasi lowongan pekerjaan di internet. Lumayan banyak perusahaan di Jakarta yang saat ini membuka lowongan, akan tetapi kualifikasinya untuk lulusan S1.

"Masa nggak ada bagian cleaning servis, sih?" gumamnya sambil terus men-sekrol.

Ting! Tong!

Bel rumahnya berbunyi. Dhisya segera meraih hijab instan lalu memakainya. Perempuan berusia kepala dua itu segera menuju pintu utama kemudian membukanya.

"Agni?" gumamnya sambil meringis saat melihat wajah Agni yang babak belur.

Wajah tetangganya itu lebam-lebam keunguan. Serta ada juga luka seperti cakaran yang merusak wajah mulusnya.

"Ayo masuk," ajak Dhisya sambil membantu Agni berjalan. Ia mendudukkan Agni di sofa ruang tamu.

"Aku dilabrak istri tua suamiku," adu Agni sambil meringis menahan sakit.

Dhisya yang tadinya hendak mengambil kotak P3K di belakang, menghentikan langkahnya dan menatap Agni lekat-lekat.

"Sudah sering kayak gini?" tanya Dhisya.

Agni mengangguk lemah.

Dhisya menghembus nafas berat. Bagaimanapun, ia tahu bagaimana rasa sakitnya sang istri pertama, karena ia pun pernah di posisi itu. Akan tetapi, ia beruntung karena masih bisa mengandalikan emosi sehingga tidak sampai melabrak Olivia.

"Kayaknya memang aku harus cerai deh. Untung aja cuma nikah siri, jadi cerainya gampang," gumam Agni.

"Kalau boleh aku ngasih saran, memang sebaiknya kamu cerai aja. Masih banyak cowok single di luar sana," ujar Dhisya. "Aku ke belakang sebentar, mau ambil kotak P3K," lanjutnya dan di-angguki oleh Agni.

Sebenarnya, Agni masih sangat butuh suntikan dana dari suaminya. Kalau ia bercerai, ia tak tahu hidupnya akan bagaimana. Ia adalah perempuan sebatang kara yang tidak jelas ayah dan ibunya. Sejak bayi merah, ia diasuh oleh panti asuhan. Pihak panti menemukan dirinya yang masih kotor penuh darah di depan gerbang panti. Oleh pemilik panti yang baik hati, ia lalu dibersihkan dan dibesarkan dengan layak. Akan tetapi, tidak mungkin ia selamanya berada di panti. Setelah lulus SMA, ia keluar dari panti dan menjalani kehidupan keras seorang diri.

Tak berapa lama, Dhisya kembali lagi ke ruang tamu. Ia lalu membersihkan luka Agni kemudian memberikan plaster pada lukanya. Sedangkan lebamnya, ia kompres menggunakan es batu yang diselimuti kain.

"Kalau boleh tau, kenapa kamu mau jadi istri simpanan?" Dhisya membuka percakapan setelah mereka diam cukup lama.

"Karena aku butuh cuan. Lagipula, istri simpanan itu sangat menantang. Aku suka memacu adrenalin," jawab Agni sambil memejamkan mata menahan denyut di kepalanya.

Dhisya hampir terkekeh mendengar jawaban Agni yang menurutnya lucu. Memang sih, fantasi setiap orang itu berbeda-beda. Tapi apa Agni tidak pernah merasa bersalah pada istri tua suaminya?

"Aku tau, kamu pasti penasaran kan tentang perasaan aku ke istri tua suamiku?" Agni membuka matanya dan menatap Dhisya lekat-lekat. "Jujur, aku nggak pernah ngerasa bersalah sedikitpun. Salah sendiri itu nenek tua membosankan, jadi deh suaminya mencari daun muda," ujarnya sambil terkekeh.

Dhisya menelan salivanya susah payah. Pengakuan Agni benar-benar menyeramkan. Mungkin, perasaan Olivia terhadapnya kurang lebih sama. Sungguh kasihan sekali dirinya ini.

"Btw, makasih ya udah ngobatin aku. Sekarang aku mau pulang, mau packing buat pergi dari sini," pamit Agni sambil berdiri dengan pelan.

"Kamu mau pergi dari sini? Memangnya rumah ini atas nama siapa?" tanya Dhisya. Entah mengapa dia mendadak kepo.

"Atas nama aku. Tapi mau aku jual. Aku mau nyari sugar daddy yang lain," ucap Agni dengan tanpa rasa bersalah.

Perempuan dua puluh tujuh tahun itu jalan terseok-seok menuju rumahnya yang terletak persis di depan rumah Dhisya.

Sedangkan Dhisya, masih bengong di depan rumah sambil menatap punggung Agni tanpa berkedip. Ia shock. Ya, dirinya benar-benar shock mendengar pengakuan Agni yang blak-blakan. Ia pikir, Agni sudah bertaubat ketika perempuan itu mengatakan hendak cerai. Ternyata, Agni hanya ingin mencari pria hidung belang lainnya.

***

Hai gais 🖐️

Boleh dong kasih jejak di tulisan ini. Jejak kalian itu mood booster aku lho. 🥰

Luv,

Lily

Merindu Tanpa Tahu Malu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang