Haii, terimakasih banyak sudah mau berkunjung dan berkenan membaca cerita ini. Salam sayang untuk kalian semua <3
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⚠️ ⚠️
The stories contain a lot of harsh words, family issues and mental health issues.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ruang inap kamar nomor dua puluh tiga, masih dalam keadaan hening. Abimanyu yang masih setia menunggu Skala, dan terus merapalkan do'a agar sang anak segera bangun.
Tak berselang lama, Abimanyu rasa do'a nya sangat cepat dikabulkan. Pasalnya Skala mulai membuka mata nya perlahan.
"A-Adek.."
Satu kata yang berhasil keluar dari mulut Skala. Mata nya kini terbuka sempurna. Meskipun pening di kepala masih menyerang, Skala berusaha mengedarkan pandangannya mencari sosok yang sedang ia rindukan.
"Abang?" Abimanyu mendekat menghampiri Skala.
Dengan gerakan yang cepat, Abimanyu menekan-nekan tombol darurat untuk memanggil Dokter supaya memeriksa bagaimana kondisi anaknya sekarang.
Skala mengerjapkan matanya, ia tidak melihat sosok Nayasa disini. Seenggak peduli itu ya lo sama gue, Dek?
Tak lama kemudian, Dokter beserta perawat memasuki ruangan dan segera memeriksa kondisi Skala.
"Pak Abimanyu tidak perlu khawatir, Ananda Skala sudah dalam keadaan yang baik. Demam nya sudah turun, dan tidak ada penyakit yang membahayakan juga. Tinggal pemulihan saja ya, saya izinkan Ananda Skala lusa bisa pulang ke rumah." Ujar Dokter yang menangani Skala.
Abimanyu mengangguk, meraih uluran tangan Sang Dokter, dan berucap terimakasih.
"Abang butuh sesuatu?" tanya Abimanyu.
Skala menggeleng, pandangannya jatuh pada seseorang selain Papa nya yang sedang berdiri dekat pintu.
Bi Imas.
Sama hal nya dengan Abimanyu yang senantiasa setia menunggu Skala hingga bangun.