Haii, terimakasih banyak sudah mau berkunjung dan berkenan membaca cerita ini. Salam sayang untuk kalian semua <3
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⚠️ ⚠️
The stories contain a lot of harsh words, family issues and mental health issues.
INGET YAA, BANYAK KATA-KATA KASAR DISINI:) TOLONG BIJAK DAN TIDAK UNTUK DITIRU YA GESS YAA!!
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeffery melangkah menuju kamar Nayasa dengan nampan yang berada di tangannya berisi bubur ayam dan air putih. Jeffery membuka pintu kamar Nayasa, kemudian Jeffery disambut oleh senyuman manis milik Nayasa.
"Aduhh Om jadi repot-repot bawain ini ke kamar Adek." Nayasa berjalan mendekati Jeffery, hendak meraih nampan yang dibawa Jeffery.
Jeffery menolak saat tangan Nayasa hendak meraih nampan berisi sarapan pagi itu.
"Udah biarin om saja yang bawa, Dek."
Jeffery menyimpannya di atas nakas kamar. Pandangan matanya kini menatap Nayasa lekat-lekat.
"Adek beneran mau sekolah? semalem adek kan ngga baik-baik aja, ngga mau istirahat dulu?"
Nayasa menggeleng, "Adek mau ketemu Abang, Adek mau jelasin ke Abang kalau kemarin Adek dorong Papa itu ngga sengaja. Abang salah paham, Adek ngga mau di benci Abang, om."
Setelah kejadian kemarin, Jeffery tidak langsung diam, ia mencoba membujuk Nayasa agar bercerita apa yang sebenernya tejadi saat itu.
Dengan susah payah Jeffery membujuk Nayasa, akhirnya keponakannya tersebut mau menjelaskan apa yang terjadi saat itu.
Penuturan Nayasa itu membuat Jeffery menggelengkan kepala, mendengar bagaimana kelakuan Abangnya kepada Nayasa.
Jeffery merasa gagal, gagal menjadi Adik yang selalu mengingatkan Abangnya agar tidak berbuat hal yang kejam seperti itu. Dan gagal menjadi sosok Om yang selalu terlambat dalam melindungi keponakannya.
Jangan lupakan Hema, ia juga mendengar bagaimana penuturan Nayasa mengenai kejadian itu. Ia pun sama, menggelengkan kepala nya. Heran pada sikap Skala yang selalu gegabah dalam mengambil sebuah keputusan.