6

951 97 4
                                    


Selamat membaca!

.

.

.

Heeseung terbangun kala mendapati matahari yang sudah menerangi penjuru kamar. Perlahan mendudukkan dirinya dan menyadari bahwa tidak ada Jaeyun di sana. Memilih untuk memakai pakaiannya asal lalu membersihkan wajahnya, ketika selesai barulah dia keluar dari kamar Jaeyun itu.

Seram. Meski di kamar tadi ada jendela besar yang menyebabkan cahaya matahari dapat masuk ke kamar, suasana di luar sangat berbeda.

Gelap karena minimnya matahari di sana. Terlebih ternyata lantai dua rumah ini mempunyai banyak kamar.

Heeseung sedikit bingung, untuk aja kamar sebanyak ini? Bukankah Jaeyun tinggal sendirian? Namun dirinya memilih untuk tidak mengusik privasi si cantik, mungkin nanti. Jadi, dirinya memilih untuk turun ke lantai satu dan mendengar suara ribut dari arah dapur.

Dan ketika Heeseung sampai di dapur si cantik, dirinya dibuat melongo. Bagaimana tidak melongo?! Si Jaeyun itu hanya memakai kemeja tipis yang menerawang bahkan panjangnya hanya menutupi setengah pahanya.

"ekhem"

Jaeyun menoleh mendengar suara dehaman itu, mendapati Heeseung di sana membuat Jaeyun tersenyum, "halo kak!"

"kamu ngapain?"

"ya masak?"

Heeseung mendekat ke arah Jaeyun dan ketika dirinya sudah berhadapan langsung dengan si cantik, tangannya dengan nakal mengelus paha Jaeyun membuat empunya mendesah kecil, "ini kamu pake apa, masih pagi jaeyun"

"uhngg, udah siang kak! Lagipula uhmm... sakit kalau pake celana hhuumm"

Mendapati rengekan kecil dari Jaeyun membuat Heeseung sakit kepala, antara gemas atau nafsu. Bersuaha menyadarkan diri dengan cara mengusap wajahnya.

"kakak duduk aja! Aku tinggal naruh makanannya di piring terus kita makan"

"gimana kalau makan kamu?"

"hmhhh?"

Melihat mata Jaeyun yang menatapnya tajam meski terlihat menggemaskan membuat Heeseung tertawa, "enggak, maaf, bercanda sayang"

Jaeyun memukul pelan bahu Heeseung, "udah sana!"

"iya-iya cantik"

Lalu Heeseung menuruti perkataan Jaeyun yang menyuruhnya untuk duduk di meja makan. Tak lama kemudian, Jaeyun menghampirinya dengan dua piring di tangannya.

"kakak mau minum susu atau air putih aja?"

"minum susu kamu gimana?"

"kakk ihh serius!!"

Jaeyun sudah menghentakkan kakinya ke lantai yang dihadiahi tawa dari Heeseung.

"maaf, bercanda. Air putih aja"

Terdengar dengusan dan rutukan tidak jelas yang dikeluarkan oleh Jaeyun. Setelah itu Jaeyun kembali dan menaruh minuman untuk mereka. Jaeyun berusaha duduk dengan hati-hati hingga ringisan kecilnya terdengar. Hal itu juga tak luput dari perhatian Heeseung.

"sebentar jaeyun"

"kenapa kak?"

"tunggu ya"

Kemudian Heeseung beralih ke ruang tengah meninggalkan Jaeyun yang kebingungan. Namun Jaeyun hanya bisa terpekur kala melihat Heeseung kembali membawakan bantal kecil.

"kamu berdiri dulu, sakit ya? maafin kakak ya cantik"

Heeseung menaruh bantal kecil itu di kursi yang akan diduduki oleh Jaeyun lalu mengecup pucuk kepala si manis sebelum kembali ke tempat duduknya. Melihat Jaeyun yang hanya bengong membuat Heeseung kembali berucap, "jaeyun kenapa?"

"ooh iya, makasih kak"

Jaeyun berusaha menggenggam alat makannya agar tidak emosi, dirinya kenapa?

.

.

.

Seharian ini Heeseung benar-benar hanya berada di rumah Jaeyun. Bagaimana tidak, ternyata yang lebih kecil itu untuk berjalan saja sakit.

"kamu gak usah ngapa-ngapain kalau susah jaeyun, kenapa masih masak?"

Jaeyun yang sudah dimandikan oleh Heeseung itu dan tengah mengistirahatkan badannya di dada yang lebih tua sembari mencebikkan bibirnya.

"hmhh, kita kan butuh makan kakakk"

"kan kakak bisa"

"gak apa-apa... tugas aku"

Mendengar itu membuat Heeseung mencubit hidung Jaeyun, tipikal orang desa yang masih menganut paham lama.

"itu tugas bersama sayang, jangan dibiasin"

"gitu ya? hmhh okeeyy"

"kamu jangan gemes-gemes, nanti kakak gak tahan"

"huh mesum"

"hei?!"

Tawa Jaeyun terdengar kala berhasil mengundang protesan dari yang lebih tua. Heeseung hanya tersenyum mendengar itu.

"jaeyun, kamu gak takut tinggal sendirian di sini?"

Jaeyun mengangkat kepalanya untuk melihat Heeseung dan menggelengkan kepalanya, "biasa aja, kenapa kak?"

"banyak ruangan ya di sini, sedangkan kamu tinggal sendirian"

Mata Jaeyun berlarian ke sana ke mari tanpa sepengetahuan Heeseung, apa-apaan barusan?

"uh iya? Tapi biasa aja"

"kamu udah lama tinggal di sini?"

Kemudian Jaeyun sadar, bahwa itu adalah pertanyaan menjebak. Membuatnya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, "dulu aku tinggal di desa sebelah, yang ramai! Kakak lihat kan sebelum desa ini ada desa yang ramai?"

"ohh, lihat. Lalu kenapa kamu berakhir di sini?"

"dulu, dulu aku ngerawat seorang kakek di sini. Dia baik banget sama aku, mungkin karena dia gak punya siapapun? Tapi, beberapa bulan lalu kakek meninggal. Jadi, aku sendirian di sini. Lagipula gak ada bedanya, mau di sini atau di sana aku tetep sendirian"

Heeseung yang menyadari nada sedih di akhir ucapan Jaeyun itu membuatnya makin mendekap Jaeyun, "maaf. jangan sedih, maaf ya?"

"huum gak apa-apa kakk, lagipula kalau aku gak di sini, kita gak bakal ketemu!"

Heeseung tertawa kecil mendengar ucapan Jaeyun, "iya, kamu benar"

.

.

.

ARCHERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang