Chapter 2. Mencoba Meyakinkan

1.9K 26 1
                                    

Disinilah gue sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disinilah gue sekarang. Restoran kecil sudut Pulau Bali. Ditemani oleh pemandangan yang tak kalah menakjubkan mata. Sebuah area persawahan yang juga disulap menjadi tempat paling nyaman di area restoran. Gue sedari tadi nggak berhenti memandang persawahan sambil menikmati sunset bersama guratan warna senja yang memanjakan mata. Nggak ada yang seperti ini di Jakarta. Gue masih sangat beruntung bisa melihat area persawahan di Bali, karena mungkin beberapa tahun kemudian tempat seperti ini nggak akan bertahan bersama gempuran datangnya penduduk kota memenuhi pulau dewata ini.

Gue awalnya nolak waktu Rayya minta ditemui di tempat ini. Bisa aja kan langsung ke penginapannya, biasanya juga gitu. Kita nggak pernah main rahasia-rahasiaan. Rayya juga pernah kok datang ke tempat gue kalau dia mau. Tapi kalau sudah maunya dia gimana lagi, yang penting kami bertemu sekarang.

Gue udah ada di tempat nih, Ay
Agak cepet

Pesan itu terkirim lima belas yang lalu tanpa jawaban. Dia mungkin ada di jalan sekarang. Sampai akhirnya nggak sadar gue menoleh ke arah pintu masuk restoran, dua orang yang sangat gue kenal menghampiri gue dengan senyum paling lebar.

Itu Rayya dan Om Bagas Dharma. Dahi gue nggak berhenti mengernyit saat memperhatikan interaksi keduanya. Jauh lebih berani ketika berada di Jakarta. Tangan Rayya bahkan tidak sungkan bergelayut manja di lengan Om Bagas. Mentang-mentang Bali. Dan ini pertama kalinya gue lihat, dari tempat gue duduk saat ini, terlihat senyum nanis Rayya. Seolah nggak ada beban sama sekali. Dia lupa kalau habis bertengkar sama Tante Dinda?

"Udah dari tadi lo nunggu?"

Sambil menyalami Om Bagas, gue hanya melempar senyum ke Rayya. Memberi isyarat dengan bola mata gue kenapa tiba-tiba ada Om Bagas di sini?

Gue beneran nggak percaya sama apa yang gue lihat sekarang. Ini bukan gaya pacaran Rayya yang buka-bukaan. Keduanya sepakat menjalani hubungan backstreet, kenapa jadinya sekarang malah sengaja diumbar, seolah menunjukkan ke orang-orang kalau 'ini loh gue pacar gue'. Nggak bisa dipercaya.

"Sayang, mau makan apa?"

Gue menelan ludah sama interaksi keduanya. Jadi obat nyamuk pasangan dimabuk cinta terasa sangat menyebalkan. Apalagi melihat wajah Rayya yang mulai cengengesan nggak jelas. Rasanya pengen nampol. Nggak inget apa kalau usianya udah nginjak dua lima tahun?

"Aku ngikut Mas Bagas aja," suara Rayya terdengar seperti dimanja-manjakan. Bikin ilfeel.

Rayya menjauhkan diri dari Om Bagas waktu gue buka-buka menu. Sekedar buat menunjukkan ke gue ada menu rekomendasi dari dia.

"Kayaknya kamu suka nih Yan, ayam betutu-nya. Enak banget sumpah." Bukan manja, suara Rayya sengaja dibuat lebih tegas. Sambil menunjuk salah satu menu.

Gue akhirnya memesan menu sesuai apa yang direkomendasikan Rayya. Kami saling ngobrol satu sama lain. Om Bagas itu orangnya sangat easy going. Beliau bahkan senang waktu tahu gue datang ke Bali. Katanya biar Rayya ada temen. Beliau juga bilang nggak bisa lama nemenin Rayya karena ada kerjaan di Palembang. Akhirnya gue ada kesempatan hanya berdua sama Rayya. Biar lebih ingat tujuan gue ke sini buat apa.

RedFlag [End - Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang