Chapter 3. Apartemen [B]

3.2K 28 9
                                    

Seperti yang gue duga. Gue datang lebih awal dari Rayya. Hal pertama yang gue lakukan begitu tiba di apartemen, langsung mengambil penyedot debu, membersihkan seisi ruangan. Sudah lama gue nggak pernah menempati apartemen. Kotor, bau dan penuh debu. Gue melakukan ini biar Rayya nggak keganggu, terutama sama aromanya. Rencananya gue akan minta Rayya buat bersih-bersih sama-sama. Sayangnya yang terjadi gue malah ditinggal sendiri.

Gue menyingkirkan celana dalam yang entah dari kapan ada di lantai kamar. Bikin gue mengerutkan kening. Beruntung nggak ada Rayya, kalau dia tahu udah pasti ngomel-ngomel.

Setelah selesai membersihkan semuanya. Menjadi lebih rapi dan wangi. Gue duduk di sofa. Menidurkan tubuh gue dengan penuh kelegaan. Mengecek ponsel, siapa tahu ada chat masuk. Hanya pesan dari Avi dan Mama sebelum gue flight tadi. Selebihnya nggak ada. Bahkan Rayya juga nggak kirim chat, padahal lagi online. Seenggaknya bilang kek kalau dia ada di mana sekarang sama Om Bagas. Nggak diem-dieman kayak gini. Gue akhirnya hanya membalas pesan dari nyokap.

Udah sampai, Mah🥰
Udah di apart ini sekarang.

Untuk lebih meyakinkan gue mengirimkan foto seisi ruangan. Mama pasti nggak kalah seneng karena apartemennya kembali rapi. Balasan dari Mama datang.

Rayya mana?

Gue membaca pesan chat Mama setengah bingung. Alasan apa yang bakal gue katakan? Nggak mungkin gue bilang Rayya sama Om Bagas. Bisa-bisa Mama ngamuk lagi. Cukup lama sebelum akhirnya gue memutuskan memberikan jawaban kalau Rayya sekarang turun buat beli makan di minimarket. Ponsel gue seketika berdering. Nama Mama memenuhi layar. Ini kenapa sih Mama harus telpon segala?

"Hm? Iya Mah?" jawab gue malas-malasan. Nada gue setengah menyeret ketika mengatakannya. "Mama mau nitip sesuatu?" tanya gue. Menghindari pertanyaan tentang Rayya. Gue lebih baik menghindari obrolan tentang Rayya.

"Mama nggak bisa ngobrol lama-lama."

Kalau nggak bisa ngobrol lama-lama kenapa musti nelpon? Gue cuma mendengus. Mama pasti dengar dengusan gue. Dia langsung menjawab, "Ian?" panggil-nya. Nggak gue jawab sampai perkataan lain terdengar. "Kamu langsung pulang aja ya habis ini. Jangan berduaan di flat. Rayya itu anak cewek, nggak baik berduaan di tempat tertutup."

"Iya Mah, lagian aku sama Rayya nggak ada apa-apa kok. Cuma temen."

"Mama sama Ayah kamu dulu juga gitu, Yan. Udah deh kamu jangan bantah Mama. Meskipun kalian nggak ada apa-apa mending nurut aja dulu."

"Iya Mah. Mama gak nitip apa-apa nih?"

"Mama udah makan. Kamu aja yang beli di luar kalau mau."

"Oke deh kalo gitu."

Setelah itu gue beneran nunggu Rayya pulang. Beberapa kali cek smartwatch hanya buat memastikan dia nggak kemaleman. Mau gue chat, tapi gue nggak berani. Gue takut Rayya terganggu. Meskipun sebenarnya gue juga pengen Rayya lepas dari pengaruh Om Bagas.

Gue duduk menggeser pantat begitu mendengar suara mesin akses pintu unit berdenting. Nggak ada yang tahu nomor akses apartemen selain gue, Mama dan Rayya. Satu-satunya orang yang gue curigai adalah Rayya. Itu sebabnya gue langsung berdiri menyambutnya.

Rayya Adzra Regiansyah, langsung mencebikkan bibir begitu melihat wajah gue. "Capek gue," ujarnya waktu itu. Meskipun kelihatan kecapekan, Rayya tetap terlihat cantik.

Melihat-nya seperti itu gue langsung menawarkan sesuatu. "Makan?" tanya gue. Rayya buru-buru menggeleng. Kayaknya dia udah makan. Atau ini masuk ke jadwal diet-nya, jadi nggak mau makan seperti biasa. "Dari mana aja sama Om Bagas?"

RedFlag [End - Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang