"Cut!" Sutradara berseru di balik monitor, menyelipkan nada ketidakpuasan dalam suaranya.
Irene segera menghirup ingusnya yang hampir menetes, menyeka air mata di pipinya setelah mendalami peran sebagai sebagai seorang wanita yang menangkap basah tunangannya bermesraan dengan wanita lain.
Seharian telah ia habiskan di lokasi syuting, sejak udara musim semi masih berembus sejuk hingga terasa menusuk kulit karena bercampur dengan angin malam. Tenaganya hampir terkuras dan ia berharap ini menjadi adegan terakhir, menanti sutrada berujar sudah waktunya pulang.
Dari kejauhan, Irene melihat Manajer Song menghampiri lelaki berkacamata lensa tebal yang dikelilingi beberapa kru. Entah apa yang dibicarakan hingga membuat Sutradara Kang kian menekuk wajah. Manajernya membungkuk beberapa kali lalu menghampiri Irene, menariknya masuk ke van diikuti timnya.
"Oppa, ada apa?" tanya Irene kebingungan.
"Kita seharusnya sudah meninggalkan lokasi sejam yang lalu, tapi Sutrada Kang terus menahanmu dan menyuruhmu mengulang-ulang adegan," oceh Manajer Song yang mulai melajukan kendaraan.
Agensi memang mengajukan syarat kepada tim produksi drama bahwa Irene tidak akan bekerja di atas jam dua belas malam, mengingat ia juga memiliki kegiatan dengan grupnya. Namun, tetap saja ia merasa tidak enak pada kru dan artis-artis lain yang ia tinggal begitu saja.
Irene mengempaskan tubuh ke sandaran jok. Sisa-sisa tenaganya telah menguap, tapi hal-hal yang mengganggu pikirannya tidak berkurang secahir kali bertemu di pesta, dan hingga detik ini ketika Irene menyalakan layar ponsel, sama sekali tidak ada kabar dari kekasihnya. Memang semestinya ia yang berinisiatif menghubungi Junmyeon duluan, tapi karena kesibukan ia belum sempat melakukannya.
Kegusaran menggerogoti tidak sampai di situ. Pesan-pesan teror masih terus berdatangan di ponselnya. Dia sudah terlalu yakin itu ulah Chanyeol, sayang rentetan kegiatan tidak membiarkannya berjumpa walau hanya dengan batang hidung lelaki itu.
Irene menyeret pandangan ke luar jendela mobil. Jalanan larut malam di Incheon lebih lengang dibanding Seoul, dan berada di sini berhasil menyusupkan rindu pada ibunya.
"Oppa," Irene memecah keheningan. "bolehkan aku pulang ke rumah ibuku malam ini?" Pandangannya bertemu dengan sang manajer dari kaca spion depan.
"Tapi besok pagi kau ada jadwal latihan grup."
"Aku akan berangkat lebih pagi besok. Aku janji tidak akan terlambat."
Dari semua tim manajer Red Velvet, Manajer Song adalah yang paling berhati lunak. Sebelum memohon Irene bahkan sudah yakin akan berhasil membujuknya. Maka tak sampai setengah jam, mobil berhenti di depan sebuah gerbang kayu berukuran lebar cukup dengan gagang besi.
Di tahun ketiga debut, Irene membeli rumah berlantai dua di kawasan permukiman Kota Incheon dan meminta ibunya pindah ke sana agar lebih mudah untuk bertemu.
"Maaf sudah membangunkan Ibu larut malam begini," ujar Irene, memandangi punggung ibunya yang berkeras menyeduh teh untuknya.
"Kau tidak tahu saja aku sangat senang melihatmu sekarang," kata Ibu sambil berjalan membawa cangkir kemudian meletakkan di atas kitchen island, menarik kursi di sebelah Irene, dan duduk dengan tatapan tulus.
Irene menahan diri untuk tidak menghambur ke pelukan ibunya, membendung agar tak sampai ada kesulitan yang terlontar oleh lisannya. Dia tidak mau kunjungannya malah meninggalkan kecemasan bagi ibunya.
"Ibu sehat-sehat saja, 'kan? Ginseng merah yang kukirim rutin diminum, 'kan?"
"Aku sangat sehat dan berhentilah mengirimkan barang-barang mahal," gerutu Ibu.
![](https://img.wattpad.com/cover/275538896-288-k771244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
No One Knows
FanficSURENE FAN FICTION Irene Bae debut bersama empat gadis lain dalam sebuah grup musik bernama Red Velvet. Kecantikannya yang luar biasa tak hanya menjadi ikon grup, tapi juga sukses menjelma sebagai persona hiburan Korea Selatan. Karirnya penuh dengan...