Kingdom Come (Bag. 1)

166 22 7
                                    

"Bersulang untuk gadis-gadis kita yang hebat!" seru Direktur Heo sambil mengacungkan gelas berisi sampanye.

"Hidup Red Velvet!" sahut salah seorang manajer senior membuat semua yang ada di restoran ikut bersorak dan saling mendetingkan gelas.

Terhitung sudah sebulan melakukan comeback, lagu milik Irene dan kawan-kawan masih terus merajai tangga lagu hingga membuat mereka membawa pulang trofi dari semua acara musik. Album mereka bahkan berhasil mendapat predikat million seller karena telah terjual lebih dari satu juta eksemplar.

Sebagai perayaan atas prestasi mereka, agensi telah mereservasi sebuah restoran mewah bergaya Prancis di Distrik Seongdong yang kini telah dipenuhi para staf dan tim yang terlibat dalam proyek album Red Velvet serta beberapa eksekutif agensi.

"Kuharap mereka tidak hanya menghadiahi kita jamuan semewah ini," bisik Joy, memandangi beragam hidangan mulai dari steik hingga bebek yang terhidang di meja beralas kain sutra, "tapi juga memberi kita waktu istirahat untuk beberapa hari ke depan. Aku hampir menjadi zombi."

Irene terkikik. Meskipun mereka telah resmi mengakhiri masa promosi di acara musik kemarin, tapi jadwal pemotretan untuk mengisi berbagai majalah dan iklan masih terus bermunculan. Belum lagi kegiatan mereka yang mulai difokuskan untuk mempersiapkan tur konser ketiga yang akan diselenggarakan tahun ini. Mereka mungkin akan berakhir menjadi setumpuk bangkai zombi.

"Setidaknya manajer sudah mengosongkan jadwal besok, jadi kita bisa istirahat seharian," ujar Wendy setelah meneguk sampanye.

"Dan aku merelakan waktu istirahatku demi bertemu Mark." Yeri menimpali, mimiknya tampak kurang ceria untuk seorang yang akan bertemu kekasihnya. Mungkin karena mereka tidak perlu menahan rindu karena kerap bertemu di gedung agensi saat ada jadwal latihan.

"Sialnya Sungjae sedang sibuk syuting drama," celetuk Joy bersama embusan napas.

"Kau bisa berkunjung ke lokasinya," saran Seulgi.

Joy menggeleng tegas seraya menancapkan garpu ke potongan steik di piringnya, "Kalau ada yang memotret dan menyerbarnya di internet, aku akan jadi artis paling dibenci warga Korea."

"Aku berani bertaruh akan muncul petisi yang memintamu meninggalkan grup," kata Yeri cengengesan.

Tidak seperti Yeri yang menjalani hubungan tertutup meskipun sudah banyak penggemar yang mengedus asmaranya bersama Mark, hubungan Joy dan Sungjae memang sudah dikonfirmasi agensi kepada publik. Lantaran setahun yang lalu, sebuah media berhasil mengungkap foto-foto kencan mereka.

Berita mengenai hubungan mereka menuai beragam komentar. Ada yang tidak keberatan karena mengaggap idol berhak memiliki kehidupannya sendiri di balik panggung, tapi ada juga yang menentang. Mereka menilai Joy tidak menghargai penggemar yang selama ini mendukung dan mencintainya sepenuh hati. Dia juga dituding telah mengkhianati rekan grupnya yang selama ini bekerja keras, sementara ia sibuk berkencan. Padahal mereka semua sudah pernah berkencan selama merintis karir di dunia hiburan. Mereka juga manusia.

Irene pernah membayangkan jika suatu saat hubungannya dengan Junmyeon terkuak. Beberapa orang mungkin ikut bahagia dan mengucapkan selamat. Tapi jelas tak bisa dipungkiri hujatan akan dilayangkan dari orang-orang yang berada di kubu kiri yang bisa jadi lebih banyak jumlahnya. Orang-orang pasti berusaha mencari tahu siapa sosok kekasihnya, mengusik kehidupan pribadinya, dan mencari hal-hal buruk dalam keluarganya yang terpandang. Itu saja terlalu mengerikan hanya untuk dibayangkan.

"Eonni, apa yang akan kaulakukan besok?" Pertanyaan Seulgi seketika membuyarkan lamunan Irene. "Apa kau mau bergabung dengaku dan Wendy ke tempat spa?"

"Sayang sekali," Irene merengut, "aku diminta manajer datang ke agensi besok. Mereka ingin membahas beberapa tawaran drama denganku."

Yeri berdecak sambil mengelus kepala Irene, "Mereka benar-benar tidak membiarkan tubuh mungilmu ini beristirahat." Tidak peduli umur mereka terpaut enam tahun, ia memang lebih suka memperlakukan Irene seperti sahabat sepantarnya.

"Tidak apa-apa, aku senang agensi mengizinkanku tampil di drama lagi."

Selain bernyanyi dan menari, Irene juga menyukai akting. Dia selalu lebih antusias ketika mendapatkan tawaran berakting ketimbang tampil di sebuah program acara reality atau variety. Sebelumnya, Irene pernah didapuk menjadi pemeran utama dalam sebuah drama web.  Sayang, drama itu tak cukup mendapat banyak penonton. Irene bahkan dikritik habis-habisan atas kualitas aktingnya yang dinilai sangat buruk untuk seorang pemeran utama.

Dua tahun telah berlalu dan kini agensi kembali mempertimbangkan karirnya di dunia seni peran. Caci maki yang dulu ia terima telah menjadi asah bagi Irene, dan kali ini ia siap menunjukkan kemampuan aktingnya yang lebih alami.

"Eonni, kau sudah bekerja keras," salut Wendy, mengacungkan gelasnya pada Irene.

"Thank you." Irene pun mendentingkan gelasnya ke gelas wanita yang tumbuh besar di Kanada itu. Mereka lalu meneguk sampanye sekali lagi.

"Jangan bekerja terlalu keras, Eonni! Nikmati hidupmu. Paling tidak berkencanlah!" Joy lalu mengecilkan suara, "Tidur dengan lelaki yang kau cintai akan membuatmu lebih bugar," ucapnya sambil cekikikan dengan Yeri.

"Berhentilah bikin masalah!" Seulgi geleng-geleng kepala, "Para manajer hampir angkat tangan menghadapimu."

Di tengah ceramahan Seulgi, Irene sibuk memikirkan ucapan Joy barusan. Hidup sebagai bintang yang bersinar memang tak seindah yang dipikirkan orang-orang, tapi sejauh ini ia menikmati hidupnya termasuk berkencan. Dia bahkan memacari anak pemilik jaringan hipermarket terbesar di Korea. Inilah waktu yang tepat memberi tahu anggotanya bahwa ia memiliki kekasih.

Irene masih menyusun setiap kata di kepalanya ketika Direktur Heo menepuk tangan beberapa kali untuk membungkam suasana.

"Perhatian, perhatian!" Direktur Heo berucap lantang. "Malam ini, aku juga ingin menyambut kembalinya seseorang. Dia ke Amerika untuk mempelajari musik dan telah memutuskan kembali bersama kita. Ayo kita sambut, produser baru kita, Park Chanyeol!"

Gedung restoran kembali dipenuhi riuh sorak dan tepuk tangan. Seorang lelaki bersetelan jas biru tua yang baru Irene sadari keberadaannya bangkit dari salah satu meja di bagian pojok. Dia menghampiri Direktur Heo, berjabat tangan lalu menerima segelas sampanye yang disodorkan padanya. Dengan tubuh tegap ia memandangi para hadirin sebelum memulai pidato singkat.

"Sejujurnya, aku merasa tidak pantas disambut meriah begini, tapi kuucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Percayalah, kalian semua lebih berpengalaman di bidang ini, jadi mohon bimbingannya," tuturnya membungkukkan badan.

Suara tepuk tangan kembali memenuhi suasana. Kerendahan hati sekaligus ketampanan Chanyeol yang kian matang berhasil membuat kaum hawa di sana memandangnya penuh berseri-seri, kecuali Irene yang menjadi satu-satunya orang yang bergeming. Sinar matanya melekat berisi kekagetan. Dia bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri di antara kebisingan.

Setelah semua yang terjadi dan berlalu, mengapa lelaki itu kembali? Bagi orang lain, sangat wajar jika Chanyeol bergabung kembali ke agensi yang didirikan ayahnya. Tapi Irene paham betapa kusut hubungan ayah dan anak itu. Dia tidak mungkin lupa perkataan Chanyeol sehari sebelum terbang ke Amerika bahwa dia akan menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat jika agensi yang merupakan satu dari tiga agensi terbesar itu hancur.

"Sebagai proyek pertamanya, Chanyeol akan bergabung dalam tim produser untuk tur konser Red Velvet tahun ini." Direktur Heo mengumumkan.

Keempat anggota Red Velvet seketika menjerit, seperti baru saja diberi tahu jika mereka akan mendapatkan libur sepekan penuh di Maladewa. Hanya Irene yang masih bersama kebisuannya. Rahang wajahnya mengeras saat Chanyeol menghampiri meja tempat ia dan anggotanya duduk.

"Suatu kehormatan bisa bersulang dengan kalian," ujarnya ramah seraya mengacungkan gelas pada mereka.

"Aku juga merasa terhormat bisa bekerja denganmu, Oppa," sahut Joy, ikut mencondongkan gelas ramping di genggamannya.

"Selamat datang kembali," kata Wendy.

Meninggalkan keresahannya, Irene tidak punya pilihan selain ikut bersulang dan meneguk sampanye. Di balik gelas, ia bisa merasakan tatapan Chanyeol melekat padanya, menyusupkan keresahan yang cukup mengganggu.

____

No One KnowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang