#9 PERADILAN SEMU

735 89 7
                                    

***

Jari jemarinya menekan tuts piano dengan lamban — mengikuti nada lagu yang sedang ia nyanyikan. Aku Tenang dari Fourtwnty. Suara merdunya jatuh membuat semua yang ada di kamar tidurnya mematung. Jarum jam mematung. Sendal jepit hitamnya mematung. Boneka harimaunya mematung — Halmahera Handaru juga. Berdiri mematung di ambang pintu. Memperhatikan kawannya itu hanyut dalam permainannya.

Denganmu tenang
Tak terfikir dunia ini
Karnamu tenang
Semua hayal, seakan kenyataan
Berlari lari di taman mimpiku

Handaru selalu bilang, kalau mau lihat orang make narkoba gimana — lihat aja Raka pas lagi main piano. Kurang lebih begitu. Walaupun Handaru juga nggak tahu spesifiknya orang lagi ngefly itu gimana. Tapi setiap lihat Raka main piano memang rasanya dia kayak melayang kemana-mana.

"Ngapain?"

Semua yang ada di kamar tidurnya yang tadinya lagi mematung termasuk Han di ambang pintu — tersadar karena tanya Raka yang tiba-tiba itu. Lagu yang ia nyanyikan belum sampai separuh tapi dia sudah berhenti main.

Raka main piano itu nggak mesti dia galau atau punya perasaan sedih dulu. Memang anaknya suka musik aja. Dan piano di sudut kamarnya itu sudah ada sejak Handaru pertama kali menginjakkan kakinya di apart ini dua tahun yang lalu. Adis bilang juga, sengaja dibawa dari rumahnya.

"Temenin gue ke kafenya Sara yuk,"

"Ngapain?" Raka kaget tapi ekspresinya nggak menunjukkan kekagetan itu.

"Lu kan pernah kesana berarti lu tahu dong jalannya," Ia mengambil langkah mendekat — duduk di kursi meja belajar sang tuan. "Ghea kan kerja di sana juga tuh, gue mau ketemu dia. Mau balikin flashdisknya." lanjutnya.

"Belum lu balikin?"

"Gue takut anjirrrrr????? I'm not readyyyyy."

"Terus apa bedanya sama sekarang?"

"Sekarang jadi pelanggan dia. Nggak bakal dong gue disembur."

"Pede banget," Raka beranjak dari meja pianonya. Melangkahkan kaki ke luar kamar dan mengabaikan Handaru di sana. "Justru lu bakal lebih disembur karena balikinnya baru sekarang. Gue ikutan disembur."

Lekas disusul sama itu cowok. Membuntuti sambil masih ngoceh. "Kagak. Di sana ada cctv nggak bakal dia marah-marah. Ntar kena SP sama bosnya. Ayolah lu temenin gue sekalian. Daripada lu weekend di apart sendirian."

Raka sekarang udah rebahan di sofa living room terus nyalain tipi.

"Gue udah biasa sendirian," jawabnya kemudian. "Lagian nggak tahu juga Ghea ada apa nggak di kafe hari ini. Kembarannya masuk rumah sakit."

Pemuda itu langsung bergabung dengan Raka di sofa — iya, sempit-sempitan lu paham nggak sih udah ngedudukin kaki Raka. Itu cowok buru-buru menyelamatikan kakinya aja, untung si Handaru kagak ditendang.

"Kok bisa?"

"Hah?"

"Kok bisa? Tuh cowok kenapa lagi?"

"Hah kok lu tahu Ghea punya kembaran?"

"Emang lu nggak tahu?"

"Anak hukum juga?"

"Kagak. Anak Teknik."

"Kok lu bisa tahu?"

"Lah. Itu temen gue yang masuk rumah sakit waktu demo kemaren. Dia kena gas air mata. Gery." kata Handaru. "Gue juga baru tahu sih pas kejadian. Si Ghea datang sama nyokapnya. Marah-marah." sambungnya.

SEMU (LOVE IN CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang