#22 BERSEMBUNYI

562 71 13
                                    

***

"Sar,"

"Hmmm," Perempuan menengok ke belakang setelah langkah kakinya benar-benar akan masuk ke dalam kos. Soalnya mereka udah cukup lama saling usir-mengusir siapa yang cabut duluan dari sana. "Kenapa lagi?"

Senyumnya jatuh lebar. Persis seperti pertama kali Raka jatuh cinta akan senyum itu di remang malam saat mereka menonton teater di Gedung Pertunjukan kampus. Raka tidak pernah ragu sama perasaannya ini. Kalau dia memang punya hati untuk perempuan di hadapannya itu. Hanya saja tidak ada keberanian untuk mengatakannya. Dan takut akan penolakan.

Terserah mau mengatainya pengecut — tapi itulah salah satu alasan kenapa selama ini Raka hanya menyimpan rasa sukanya sendiri. Untuk siapapun. Raka tidak tahu bagaimana cara menyampaikan isi hatinya. Tapi dengan Saranya, Raka merasa sudah cukup berani —sampai bertindak sejauh ini.

"Kenapa sih?"

Perempuan itu bertanya sekali lagi karena Raka terlalu lama diam. Mungkin dia emang suka asal ngomong tapi soal menyatakan perasaan, begitu banyak dugaan dalam kepalanya. Yang bikin dia jadi mengulurnya. Raka juga nggak punya kata-kata indah untuk nembak Sara malam itu. Dia tidak mempersiapkannya. Tapi hatinya terus mendesak untuk melakukan.

"Makasih ya."

"Hah," Dilempar kalimat itu, Sara bengong.

"Iya. Makasih udah mau temenan sama gue."

Sara mengangguk cepat. Senyumnya nggak hilang-hilang sedangkan Raka sudah nyaris membeku di sana. Jari jemarinya menyatu, menahan grogi. Hanya itu kalimat yang Raka punya. Padahal maksudnya bukan itu.

"Nggak pernah dalam hidup gue ada orang yang makasih ke gue karena udah mau temenan sama dia." Reaksi menggoda Sara itu bikin suasana yang tadinya awkard bagi Raka menjadi cair. "Tapi iya sama-sama, Ka."

"Yaaah gue soalnya susah deket sama orang. Gue temenan sama Roman Handaru juga dikenalin Adis. Makanya gue ngomong gini ke lo. Karena satu semester ini lu bantuin gue banget. Sedangkan gue yang ada ngerepotin lu mulu." katanya. "Lu.. nggak ada yang mau diomongin?"

Alis Sara langsung mengernyit dilempar pertanyaan itu. Padahal dia aja belum sempat merespon kalimat panjangnya. "Iya. Gue juga seneng temenan sama lu. Emang sih lu awalnya rada nyebelin tapi so far seru kok. Anak-anak yang lain juga. Gue temenan sama siapa aja, Ka, hayuk. Kalau ada yang minta bantuan selagi gue bisa siapapun orangnya gue bantuin."

"Jangan,"

Raka menyambar tiba-tiba.

"Jangan apa?"

"Bantuin orang lain selain gue."

"Dih. Kenapa gitu?" cibir Sara.

Lama dia diam — kemudian baru ngomong lagi. "Nggak papa."

"Apaan sih,"

Malam itu, Raka cuma menyampaikan rasa terima kasihnya ke Sara. Nggak ada yang lain. Setelah itu dia pulang dan meninggalkan Sara dengan banyak perasaan yang sebenarnya tidak perlu ia kecewakan tapi kecewa.

***

"Ghe,"

Perempuan itu melakukan panggilan telepon ke sahabat baiknya selama perkuliahan dan perantauan. Ghea Larasati. Cukup cepat diangkat sang puan. Berbeda jauh kalau Ghea yang menghubungi perempuan itu.

"Lu udah di kos?"

"Ini jam berapa anjir. Emang gue sama Ale lu pikir kemana?"

"Masak mie yuk,"

"Gofood ajalah."

"Masa gofood sih."

"Ah malas gueeeee."

SEMU (LOVE IN CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang