WHAT IF: BAGIAN DUA

280 14 2
                                    

Pamungkas - To the Bone

***

Naomi menjatuhkan bulir air matanya, sekali lagi. June melihatnya jelas. Perempuan di sampingnya itu mengelap pipinya yang basah. Alih-alih menepuk punggung Sara yang jadi tokoh utama kesedihan ini, June justru melakukan itu pada Naomi yang turut merasakan hancur belurnya Sara.

"Lusa aja kalo mau balik ke Bandung, Sar. Badan lu juga lagi panas."

Bukan karena June merasa jauh dari Sara sebab itu ia tak hadir di sisi sang puan untuk sekedar menepuk punggungnya supaya tangisnya reda. June hanya merasa kehadirannya sudah diisi sama Naomi yang sejak tadi selalu berada di samping perempuan itu. Dan sebenarnya itu juga alasan kenapa June menguatkan Naomi supaya Sara masih ada yang menguatkannya.

Sara memang bilang kalau dia ingin pulang ke Bandung. Tapi ia belum memastikan kapan akan berangkat. Tadinya baik Naomi dan June sudah tahu alasan perempuan itu pulang karena kabar Raka jadian — mereka nggak mempermasalahkan itu, mungkin dengan itu jadi salah satu obat buatnya. Tapi setelah kejadian barusan, Naomi dan June agak khawatir. Apalagi badan Sara kembali panas sebab memang sudah sakit sejak beberapa hari yang lalu. Ada baiknya ditunda sampai mendingan.

"Yaudah kalo gitu, kereta siang aja. Jangan pagi."

Sekarang sudah jam 11 malam. Pertemuannya dengan Raka baru saja terjadi dua jam yang lalu. Satu jam dipakainya untuk menangis dan satu jam lagi menangis sambil packing. Sebenarnya juga tidak banyak yang harus dipack tapi karena kebanyakan nangis jadi bisa sampai sejam.

Dada Sara kembali sesak lagi. Kali ini, ia menyesali perbuatannya. Apa ia tidak keterlaluan pada Raka yang sudah jauh-jauh ke Jogja untuk menemuinya — dan ia tega mengusirnya pergi. Sara menangis lagi.

"Sar, udahan dong nangisnya."

Cepat Naomi mendekati perempuan itu yang duduk di lantai kamarnya dengan tumpukan barang di depannya. Kembali dipeluknya dan ditepuk-tepuknya lembut punggung sang sahabat. Harap-harap tangisnya reda.

Sebelumnya, Naomi hanya diam mendengarkan tangisan Sara sambil memeluknya. Tapi karena tangis malam ini sudah berlebihan dan membuat daya tubuh Sara memburuk, Naomi benar-benar nggak tega.

***

Karena penerbangan ke Jogja tiba-tiba penuh hari itu, Raka terpaksa naik kereta api. Betul yang dibilang Sara, ia cukup kelelahan. Nggak tahu bagaimana Sara bisa menebaknya. Mungkin memang kelihatan. Selain karena perjalanan jauh yang menguras fisik— mentalnya juga sudah kacau sejak keberangkatan. Dan setelah bertemu Sara, semakin kacau-balau.

Untuk beberapa menit, Raka sempat menunggu kehadiran Sara lagi di depan kontrakannya. Tapi tampaknya, Sara benar-benar mengusirnya. Perempuan itu tidak muncul lagi. Sebab itu, akhirnya Raka pulang.

Pulang kemana juga dia tidak tahu — yang jelas sekarang dia berada di salah satu kafe yang ada di kawasan kontrakan Sara. Raka hanya mengambil langkah terus-terusan, kemudian melihat penerangan di ujung jalan.

"Makan dulu. Udah makan belom lu?"

Salah satu orang yang ditelepon Raka perihal kejadian malam itu adalah Roman. Iya benar. Roman nggak beda jauh sama Handaru dan Adis. Dia juga ikut memaki-maki Raka. Bahkan rasanya jauh lebih sakit mengingat Roman tidak pernah sepedas itu mulutnya. Sebab selama ini Roman selalu memvalidasi lebih dulu perasaan orang lain. Itu kenapa, Raka memilihnya.

Mungkin kalau aja Roman ada di hadapannya, dia pasti udah ngantar Raka ke rumah Ibunya supaya disuapin. Roman itu nggak bisa ngomong yang manis-manis — dia lebih mengutamakan tindakan. Namun karena posisinya sekarang sedang berjauhan, mau nggak mau pertanyaan itu muncul. Kalani yang berada di dekatnya — menahan senyum bangga.

SEMU (LOVE IN CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang