Lembar 01 : Kabar tentang 'Dia'

147 15 4
                                    

🌺Happy Reading🌺

________


SUARA bising mesin mixing. Adonan roti yang dibanting. Sisa tepung yang berserakan, juga aroma khas roti manis yang baru saja keluar dari pemanggangan, pagi ini memenuhi dapur toko roti yang mengusung konsep kafe minimalis itu. Keseharian yang terbilang cukup hectic dan berisik. Tapi, tidak demikian bagi gadis yang kini tengah sibuk membentuk adonan rotinya.

Tsabina Rumaisha Zafira- baginya suasana seperti ini jauh lebih asik ketimbang harus duduk seharian di balik kubikel perusahaan dengan setumpuk pekerjaan yang pelik. Masa bodo dengan komentar orang yang mengatainya 'aneh' hanya karena dirinya lebih memilih merintis usaha toko roti daripada menduduki posisi tinggi di perusahaan milik Zafir-sang Abi.

Bagi Tsabina hal terpenting yang harus dimiliki seseorang sebelum bekerja adalah rasa 'cinta' pada pekerjaan itu sendiri. Sama seperti kalimat yang mengatakan, the only way to do great work, is to love what you do.

Tsabina yang notabenya tidak memiliki ketertarikan pada dunia corporate, tidak akan memaksakan diri memimpin perusahaan yang sudah susah payah Abinya bangun dengan pikiran dan raga. Sebab, keterpaksaan tidak akan berdampak baik pada sesuatu yang ia kerjakan nantinya. Karenanya, sekalipun sang Abi terus meminta agar Tsabina bersedia meneruskan, gadis itu tetap bertahan pada pendiriannya.

Dan, Rum's cake and cafe yang sudah berdiri sejak Tsabina masih berstatus Mahasiswi adalah pembuktian akan pendiriannya yang ingin merintis bisnis tanpa nama besar sang Abi.

"Selesai!" Tsabina menepuk-nepuk tangannya. Tersenyum bangga melihat adonan roti yang kini sudah berubah bentuk menjadi bunga. "Let's oven!" sambungnya, ceria.

"Tsabina, sab!"

Tepat setelah loyang besar berisi adonan roti itu masuk ke dalam oven, suara teriakan yang memanggil namanya terdengar. Segera membalikan badan, Tsabina tersenyum saat gadis berkhimar abu mendekatinya dengan langkah terburu.

"Salam dulu, Fa!"

Farida-sahabat yang sekarang merangkap sebagai manager keuangan Rum's cake and cafe itu meringis. "Sorry, lupa. Assalamualaikum, Tsab!"

"Waalaikumsalam," Tsabina melepas sarung tangannya. "Ada apa sih, sampai lari-lari begitu? Di kejar depkolektor pinjol ya, kamu?" selorohnya, terkekeh.

"Heh, sembarangan!" Farida melotot, tak terima. "Gue kesini bawa kabar penting!" sambungnya, mengatur napas.

"Kabar apa?"

"Duh, pokoknya penting, Tsab!" Farida mengusap dadanya, ngos-ngosan. "Bisa tidak kalau bicaranya di ruangan lo aja?"

"Memangnya kenapa kalau di sini?" mata Tsabina menyipit.

Urung menjawab, mata Farida justru mengarah pada sosok pemuda dengan celemek hitam yang tengah sibuk mengemas roti pesanan, di pojok dapur. Tersenyum miring saat ide jahilnya tiba-tiba muncul, gadis itu kembali menatap Tsabina.

"Takut nanti ada yang nguping," jawab Farida, setengah menyindir.

Tepat sasaran!

Gaza-pemuda yang tengah menjadi incaran kejahilannya itu menoleh.

"Walaupun saya dengar, tapi saya cukup tahu diri untuk tidak ikut menguping pembicaraan orang." sarkasnya, menatap Farida dengan tajam.

"Apa tadi gue bilang begitu?" Farida menyilang tangan. Satu alisnya terangkat. "Jangan selalu berpikir buruk tentang orang lain. Apa lagi gue!"

Say ... "I do !"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang