_____
Lagu di atas adalah isi hati Yazeed.
Jadi, jangan lupa di putar ^_^_____
🌺Happy Reading🌺
_______
"Bagaimana kabarmu?"
PERTANYAAN yang akhirnya keluar setelah beberapa saat keduanya saling diam. Yazeed bukan tipe orang yang suka berlama-lama dalam hening. Karenanya, pemuda itu memilih membuka percakapan lebih dulu ketimbang harus menunggu.
"Setidaknya lebih baik sebelum ada kamu." jawab Tsabina, ketus.
"Tsab," tegur Farida, menepuk pelan pundak Tsabina.
Tsabina berdecak. Lantas, segera menarik botol air mineral yang masih tersegel di atas meja, meneguk isinya hingga setengah bagian.
"Biarkan, Fa." melepas kaca mata hitamnya, Yazeed tersenyum miring. "Itu cuma cara dia menyembunyikan rasa rindu pada saya. Bukan begitu, Rumaisha?"
Mendengar Yazeed memanggilnya dengan nama tengah, membuat Tsabina tertegun. Sejauh ini, Tsabina menyukai setiap kali seseorang memanggilnya dengan nama itu. Tetapi, tidak untuk kali ini.
"Omong kosong!"
"Kenyataan" balas Yazeed, santai.
Mengalihkan pandangan, Tsabina memilih diam sembari menatap ke arah luar.
Dari balik jendela kafe, sorot lampu kamera milik para wartawan sesekali berkedip. Siaga mengabadikan momen langka, di mana seorang Yazeed, sang penulis terkenal yang selama ini tidak pernah kedapatan bersama dengan seorang wanita, siang ini untuk pertama kalinya mematahkan statment mereka.
Pemuda itu tertangkap kamera berada dalam satu meja dengan dua orang wanita.
Seusai menemui Tsabina dan Farida di taman milik SMA Teladan, Yazeed memang memutuskan mengajak keduanya pindah dari sana. Demi menghindar dari kejaran wartawan yang terus mencecarnya. Namun, menghindari mereka ternyata tidak semudah yang Yazeed kira. Sekalipun Yazeed sudah memilih kafe yang lokasinya cukup jauh dari SMA Teladan, tetap saja para wartawan itu dengan mudah mengendus keberadaannya.
Semoga tidak ada gosip apapun setelah ini.
Memijat pelipisnya, Tsabina hanya bisa menghela napas. Situasi ini membuatnya merasa seperti sedang diawasi banyak orang. Tsabina benar-benar tidak nyaman, terlebih saat lampu kamera sejak tadi terus menyorot ke arahnya. Rasanya ingin sekali Tsabina melempar benda itu dengan flatshoes putih miliknya.
Beruntung Tsabina selalu menyediakan masker non medis dalam slingbag yang ia bawa untuk sekadar berjaga-jaga. Setidaknya, hari ini masker itu berguna menjaga wajahnya dari sorot kamera.
Syukurnya kian bertambah dengan kehadiran Farida di tengah-tengah mereka. 'Aturan agama dibuat untuk menyelamatkan manusia.' Kalimat itu benar terbukti sekarang. Keputusan Tsabina membawa Farida ikut agar tidak berkhalwat adalah tepat. Tsabina bahkan tidak bisa membayangkan jika tadi dirinya hanya pergi berdua saja dengan Yazeed. Tentu setelahnya akan muncul berbagai macam komentar orang di luar sana.
Naudzubillah.
"Jadi, apa yang membuatmu mau menemui saya, Rum?" tanya Yazeed, menyandarkan tubuhnya seraya bersedekap. "Rindu setelah delapan tahun tidak bertemu?" ledeknya membuat Tsabina geram.
Sementara, Farida yang sejak tadi hanya diam menyimak di sisi Tsabina nampak bersusah payah menahan tawa.
Tersenyum sinis, Tsabina berdecih. "Dengar Yazeed, bahkan satu detik pun saya tidak pernah menyia-nyiakan waktu untuk merindukan kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Say ... "I do !"
Teen FictionRafif Yazeed Ilhamy, penulis terkenal yang pernah menorehkan luka teramat dalam di hati Tsabina selama delapan tahun lamanya. Kini, pemuda itu kembali datang dengan satu tujuan. Yaitu, mendengar Tsabina mengatakan ... "I do!" _____ -cover by : 'pint...