🌺Happy Reading🌺
______
APA yang dikhawatirkan pada akhirnya terjadi. Media memang selalu cepat dalam hal menyebar informasi, apalagi jika informasi tersebut mengenai kehidupan orang lain.
Selepas sholat subuh, saat abangnya menunjukkan hasil tangkapan layar dari postingan salah satu akun gosip, Tsabina benar-benar merasa resah. Meski, sebenarnya Tsabina juga sudah menduga jika pertemuannya dengan Yazeed kemarin akan berdampak pada pemberitaan di media masa, mengingat besarnya nama Yazeed saat ini. Namun, gadis itu tetap tidak menyangka jika akan secepat ini.
Karena itu pula, suasana meja makan pagi ini menjadi sedikit berbeda. Biasanya, hanya ada topik seputar pekerjaan yang Ali tanyakan pada Tsabina. Namun, kali ini topik itu tenggelam oleh pertanyaan Ali mengenai pemberitaan yang sedang ramai diperbincangkan banyak orang. Tentang dua wanita yang kemarin tertangkap kamera duduk bersama dengan Yazeed di sebuah kafe.
Wajah Tsabina yang saat itu tertutup masker memang tidak terlalu kelihatan jelas. Namun, Ali yang tahu persis bagaimana fisik sang adik membuatnya langsung mengenali wanita yang sedang ramai diperbincangkan banyak orang itu.
"Jadi, kemarin kalian bertemu?" tanya Ali, membuat Tsabina mengangguk.
"Iya, bang."
Menerima piring yang sudah Fateemah isi dengan nasi dan lauk, Ali hanya mengangguk.
"Kok, bisa tiba-tiba ketemuan gitu, dek?" tanya Hanin, sembari mengisi gelas-gelas kosong dengan air putih.
Menelan nasi dengan cepat, Tsabina menggeleng. "Enggak tiba-tiba juga kali, Mi. Kemarin, kan, Tsab ada izin buat pergi ke acara reuni SMA bareng Farida. Nah, kami ketemu di sana."
"Tapi, dari foto yang beredar di media kalian seperti sedang di kafe?" tanya Fateemah, mengambil duduk tepat di samping suaminya.
Tsabina mengangguk. "Iya, kak. Itu karena Yazeed ajak kami pindah dari taman SMA, waktu Tsab bilang mau bicara. Niatnya, sih, mau menghindar dari kejaran media. Eh, ternyata tetap ketauan juga. Untung kemarin Tsab pakai masker, coba kalau nggak, kak? Pasti sekarang wajah cantik Tsab sudah jadi konsumsi publik!" jawabnya narsis, membuat semua orang tertawa.
"Ada ada aja kamu!" Fateemah menggelengkan kepala.
"Orang kalau sedang naik daun memang begitu, dek. Dia harus siap dengan segala resiko. Terutama, resiko menjadi incaran media!" ucap Hanin. Lantas, menyendok sayur bayam buatan sang menantu.
"Kalau jadi incaran media, sih, mungkin gak seberapa, Umi. Yang paling parah itu kalau sudah mengganggu ranah privasi." sambung Ali.
"Benar itu, Bang!" Tsabina mengangguk.
"Umi jadi ingat kasus perceraian dengan Abi kalian dulu." Hanin menghela napas, meletakan sendok di atas piring.
"Abi kalian yang notabenya adalah pemimpin perusahaan besar, hidupnya gak pernah lepas dari sorotan media. Karena itu juga, perceraian kami yang sebenarnya adalah ranah privasi mendadak ramai jadi konsumsi publik. Awalnya Umi sempat stress, belum lagi memikirkan kalian berdua yang masih kecil. Tapi, Alhamdulillah Abi kalian pengertian. Beliau selalu mengutus orang kepercayaannya untuk melindungi Umi dan kalian berdua dari incaran media, setiap kali keluar rumah." sambungnya, mengenang masa-masa sulit yang pernah dilewati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say ... "I do !"
Teen FictionRafif Yazeed Ilhamy, penulis terkenal yang pernah menorehkan luka teramat dalam di hati Tsabina selama delapan tahun lamanya. Kini, pemuda itu kembali datang dengan satu tujuan. Yaitu, mendengar Tsabina mengatakan ... "I do!" _____ -cover by : 'pint...