Lembar 06 : Cinta dan Amarah

45 7 8
                                    

🌺Happy Reading🌺

_______

KERAS kepala hanya salah satu dari sekian banyak sifat yang Zafir turunkan pada putrinya. Meski begitu, sebenarnya bukan hal sulit bagi Tsabina untuk mengalah demi menuruti keinginan sang Abi. Namun, jika keinginan itu mengenai hubungannya dengan Yazeed, rasanya Tsabina enggan menurunkan ego barang sedikit.

Berbalik usai menutup pintu cukup keras, Tsabina kembali berdecak malas menatap gadis bertubuh tinggi yang kini menghampirinya dengan wajah berseri.

"Tsabina!" Zahra, saudari tirinya itu menyapa. "Kangen banget, ih! Kamu ke sini kok gak bilang-bilang?" sambungnya, pura-pura kesal.

Zahra Zafira, putri dari pernikahan Abinya yang kedua. Gadis yang hanya selisih dua tahun dari Tsabina itu memiliki wajah dan sifat semanis namanya. Membuat atensi Zafir selalu berpusat padanya. Namun, hal itu bukan masalah besar bagi Tsabina. Bahkan, saat dirinya mendengar kabar jika Zahra digadang-gadang akan menempati posisi Head of finance yang pernah Zafir tawarkan, Tsabina benar-benar tidak peduli. Gadis itu sudah merasa cukup dengan pencapaiannya saat ini. Dan, merasa tenang hanya dengan perhatian yang Umi dan Abangnya berikan. Hanya saja, Tsabina tidak suka jika dirinya selalu dibandingkan dengan Zahra.

Menghela napas, Tsabina mengalihkan pandangan. "Cuma mampir sebentar." jawabnya datar.

"Ketemu Abi, ya?"

"Hm,"

Zahra mendekat. "Abi bicara apa, Tsab?" tanyanya, berbisik.

Mendelik, Tsabina mundur satu langkah. Tidak ingin terlalu dekat. "Kenapa ingin tau?" tanyanya, tak suka.

Menggeleng, Zahra tersenyum tipis. "Enggak boleh tau, ya? Maaf."

Menatap Zahra yang kini menunduk sembari memilin ujung jilbabnya, Tsabina kembali menghela napas. Jika sudah begini, terkadang ia merasa terlalu keras menghadapi Zahra.

Dan, ini adalah sisi lain dari diri seorang Tsabina.

Tidak tegaan.

"Mengenai perjodohan saya dengan Yazeed."

Zahra segera mendongak, merasa tak percaya mendapati Tsabina mau menjawab pertanyaannya. Ternyata, gadis itu tidak sedingin yang ia kira.

"Hm, soal itu ya." Zahra tersenyum tipis dengan jari yang bertaut. Melihat raut tak suka yang Tsabina tunjukan saat menyebut nama pemuda itu, membuat Zahra ragu ingin kembali bicara.

Pagi tadi, saat Zafir memberitahu mengenai rencana kedatangan Tsabina ke kantor, Zahra sangat antusias. Selain karena sudah beberapa hari mereka tidak bertemu, sebenarnya ada hal lain yang ingin Zahra bicarakan pada saudarinya itu.

Namun, mengingat hal yang ingin ia bicarakan berhubungan dengan pemuda yang tidak Tsabina sukai. Zahra mendadak ragu untuk melanjutkan. Takut jika Tsabina akan semakin merentangkan jarak dengannya.

"Ada lagi?" tanya Tsabina.

Zahra tersentak. "Hm ... t-tidak ada."

Menarik tali slingbagnya, Tsabina mengangguk. "Kalau begitu, saya duluan. Ass—"

"Eh, Tsab tunggu sebentar!" Zahra segera memotong.

Say ... "I do !"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang