Rai langsung mengarahkan tangannya untuk menarik telinga sang saudara. Bisa-bisanya anak ini muncul cuman dengerin obrolan orang, dichat 99 bubblechat pun nggak dibales sama sekali, belum aja dilaknat sama Ayah. Ganendra harusnya berterimakasih karena tingkat kecepuan seorang Rai masih dibawah rata-rata, itu artinya dia gak akan langsung ngelaporin sesuatu yang buruk soal Ganen ke Tante Mika, Ibu Ganen.
"Aduh duh duh, iya ampun Rai, gak lagi gue ngacangin chat lo."
"Kan gue udah bilang, Nen. Kalau mau bolos liat-liat dulu lah, bapak gue disekolah apa enggak."
"Iya maaf, tadi dipaksa Wildan."
Wildan yang merasa namanya terpanggil sontak memasang muka sinis, "Heh! Yang bener-bener aja lu."
"Pokoknya gue gak mau ya lo terus-terusan kena masalah, minimal banget sebulan 3 kali kena masalah. Kalau lebih, jangan harap gue bakalan tutup mulut!" Rai menatap Ganendra malas dan segera menarik tangan Kiya untuk pergi meninggalkan Sangkar.
Sejak tadi, netra Kiya hanya tertuju pada Ketua Sangkar, Biantara Adiwilaga. Memang seringkali Kiya dan Rai berurusan dengan Sangkar mengingat Ganendra, Wildan, dan Ardian merupakan bagian darinya. Tapi selama ini, ia tidak pernah berbicara langsung dengan dua teman mereka yang lainnya, ketika menyidak pun masalah lebih dilemparkan kepada Wildan, sehingga yang bersuara untuk membela diri hanyalah ia dan Ganendra.
"Rai, lo kenal gak sih sama dua lainnya dari mereka?"
"Maksud lo itu, Bian sama Angga?"
"Intinya gitu."
"Cuman sekedar tau aja, kalau Angga kan lo tau sendiri dia gimana pas MOS."
"Oh iya anjir! Dia yang mainan pensil kayak anak SD itu kan."
Gini nih manusia, kalau ngatain orang suka enggak ngaca. Kiya pikir dia gak kelihatan kayak anak balita? Bahkan dia lebih bocah tingkahnya daripada Angga. Tapi sudahlah, Rai tidak mau ambil pusing. Biarkan saja temannya ini berargumen sesuka hati.
"Kalo Bian ya, katanya dia lebih susah diajak ngobrol daripada Ardi."
"Demi apa? Padahal Ardi aja kalo ngomong sehari paling banyak 10 kali!"
"Makanya gue juga suka ngeri sih kalo berurusan sama mereka. Tapi, ada Ganen rese yang harus gue jagain terus." Mendengar monolog dari Rai, Kiya sontak tertawa.
"Padahal mah dimana-mana cowok ya jagain cewek, ini malah cewek jagain cowok."
"Lebih tepatnya menjaga dia berevolusi menjadi anak yang lebih nakal lagi. Tante Mika udah stress banget ngurusin hewan dirumahnya, masa anaknya mau bertingkah lagi." Benar, Tante Mika itu dokter hewan, mana pasiennya imut-imut lagi, terakhir kali Rai kesana Tante Mika lagi ngerawat kalajengking yang kakinya pincang sebelah.
"Tapi Bian tuh ganteng ya, matanya cakep gitu beda dari yang lain. Keturunan bule apa gimana?"
"Ya elah, Ki. Gantengan juga gue." Wildan berdiri ditengah Kiya dan Rai membuat kedua gadis itu melepaskan genggaman tangannya, Wildan berjalan menuju kantin untuk membeli sebotol air mineral diikuti oleh Angga yang acuh tak acuh.
"Bahkan?" Lagi dan lagi, setiap obrolan menyerempet rahasia antara Kiya dan Rai didengar oleh oknum tidak bertanggung jawab. Kiya menggerutu pelan mengingat Wildan memiliki mulut yang bisa terbilang ember. Mau ditaruh dimana mukanya kalau nanti tiba-tiba wajah imut Kiya terpampang di mading sekolah dengan judul 'Anak OSIS naksir Bian'. Padahal Kiya cuman naksir sama matanya Bian aja.
"Idan 5 menit lagi udah harus dikelas ya? Kalau gak gue catet nama lo!" Kiya menatap Wildan dengan tatapan membunuh sembari menunjuknya dengan pulpen yang sedari tadi Kiya pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indomie.
Novela Juvenil"Indomieeeee" "Seleraku!" "Loh gua pikir selera lu Kiya?" "Itu juga boleh" Namanya Angga, panjangnya Aditya Dewangga, jatuh cinta banget sama yang namanya Indomie, tapi lebih jatuh cinta lagi sama temen seangkatannya yang gemes parah, Kiya. Kirana W...