6: Impostor.

22 10 3
                                    

Sepulang dari rumah Kiya, Angga tidak langsung menuju rumah, Angga pergi ke Markas Sangkar terlebih dahulu. Lelaki ini ingin memastikan bahwa kunci mobil Kiya aman, setidaknya berada ditangannya dahulu dibanding ditangan Ganendra. Ia memarkirkan motornya tepat disebelah motor Bian dan masuk kedalam tanpa mengucapkan apapun sebagai salam.

Hanya ada Ardian diruang tengah yang tengah membaca buku filosofi atau apapun itu, Angga tidak paham persis. Ia belum memperhatikan masing-masing kamar yang ada. Tapi dapat dipastikan Bian ada didalam kamarnya, mengingat motornya terparkir dengan rapih didepan Markas.

"Di, Bian dikamar?" Angga meletakkan kunci motornya dinakas, kemudian duduk disebelah temannya itu.

"Hm." Ardian merogoh kantongnya kemudian mengeluarkan kunci mobil berwarna cerah dengan gantungan kelinci yang terlihat sangat menggemaskan dimata Angga.

"Mau ambil ini kan?" Ujar Ardian sembari mengangkat sebelah alisnya, melihat wajah Angga yang gugup membuatnya tertawa kecil, "Ya udah kalau naksir, deketin aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau ambil ini kan?" Ujar Ardian sembari mengangkat sebelah alisnya, melihat wajah Angga yang gugup membuatnya tertawa kecil, "Ya udah kalau naksir, deketin aja." Sambungnya, kemudian mengarahkan fokusnya kembali ke buku bacaannya.

"Ngaco lu. Naksir naksir, gua cuman nolongin anter itu anak balik. Kebetulan juga pas ambil motor ketemu." Angga mematahkan argumen Ardian, lelaki yang diajaknya berbicara itu hanya mengangguk-anggukkan kepala tanda percaya, membuat Angga mendengus kesal.

Angga meninggalkan Ardian, ia menuju Kamar Bian, salah satu yang ia butuhkan dari Bian saat ini, tempat bercerita. Menurutnya, Bian adalah teman cerita yang tepat. Mengingat ego Angga cukup tinggi dan ia jarang menyukai saran seseorang, Angga lebih memilih untuk bercerita dengan orang seperti Bian.

Bian didominasi dengan ketenangan, ia tidak pernah mengomentari kesalahan temannya, hanya menyadarkan dengan halus. Kebanyakan orang salah menilai Bian, karena sandangan ketua geng yang melekat pada dirinya, orang melihatnya sebagai sosok yang menakutkan, dan karena ia pendiam, orang-orang juga menyangka bahwa Bian adalah sosok pemarah. Namun menurut Angga tidak, kesabaran Bian cukup banyak dibandingkan dirinya.

"Bian, curhat dong." Angga duduk disamping Bian yang tengah bersender pada dinding kamarnya sembari menggunakan airpods yang entah menyetel lagu apa. Lelaki itu melepas benda yang menempel pada telinganya dan mengalihkan tatapan ke arah Angga.

"Naksir sama cewek?" Tanya Bian.

"Cuman pengen nyoba buat deket."

"Kenapa?

"Apanya?"

"Kenapa mau coba deketin?"

Angga mengulas senyum dibibirnya, ia melepaskan ransel yang masih menempel didirinya sejak tadi dan mengeluarkan botol minuman pemberian Kiya, "Buat gue biar sehat walau ngerokok katanya." Angga melanjutkan kalimatnya dengan beberapa cerita yang terjadi hari ini.

Bian terkekeh. Menurut Bian, Angga salah mengartikan kebaikan Kiya, gadis itu sepertinya tidak sadar bahwa perlakuannya bisa kapan saja menumbuhkan perasaan pada sosok lawan jenis yang diperhatikannya, tapi biarlah Angga menemukan kesenangannya, sudah lama ia tidak melihat temannya itu jatuh dalam hubungan asmara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Indomie.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang