8 : Berselisih

470 107 23
                                    

Ada yg belum tidur?
Kaget nggak karena tiba2 up? Hehe..
Padahal kmrn bilang bakal sibuk..
Yg ikutin aku dr awal, pasti paham sama aku yg tidak konsisten ini wkwk..
Tiba2 tadi pingin nulis aja.. dan keterusan sampai dpt 1 bab..

Selamat membaca! Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar yaa 💚

___________________

Narel tidak bisa menjawab pertanyaan Levon. Mulutnya terlalu kaku untuk terbuka, kerongkongannya mendadak kering dan tidak bisa bersuara. Ia hanya mencengkeram tali tas punggungnya dengan erat, mencoba mencari alasan.

Levon terkekeh. "Aneh banget lo. Nggak bisa jawab. Belum jadi pacar rupanya."

Seringai kecil muncul di wajah Narel. Ia tidak membantah, tetapi tidak mengiyakan pula. Biarkan Levon membuat asumsinya sendiri.

Beruntung pertanyaan Levon tidak berlanjut lebih jauh. Ponsel Narel yang berdenting sekali di saku celana mengalihkan keingintahuan Levon saat itu juga. Narel merogoh saku celana dan melihat notifikasi pesan baru dari Dilon.

Dilon
Gue putus.

Satu pesan singkat di grup Pangeran Cinta dari Dilon mengundang banyak komentar dari anak lain. Melvin mengucapkan kalimat simpatinya yang terlihat seperti ungkapan duka cita. Barokah yang ingin segera berangkat ke tempat tinggal Dilon. Bahkan Ricky yang sedang ada di London, tidak tahu jam berapa di sana, juga turut bersedih. Semua orang tahu bagaimana usaha Dilon untuk mendapatkan Kanesha.

"Siapa?" tanya Levon. Kelihatannya ia menyadari raut wajah Narel yang berubah menjadi kusut.

"Hp lo mana?"

"Nggak bawa," jawab laki-laki berkulit putih itu. "Kan mau basket."

"Lo nggak ke Pahit Manis?" tanya Narel seraya mengembalikan ponselnya ke saku celana. Ia heran dengan hal yang jarang terjadi ini. Biasanya saat sore, Levon sering berada di Pahit Manis.

Levon menggelengkan kepala. "Mama yang ke sana."

Narel meraih helm warna putih di atas motor yang tadi dipakai Neira, kemudian ia berdecak. Alih-alih menyerahkan helm itu pada Levon, ia memakai helm itu untuk dirinya sendiri. Seharusnya itu menjadi helm cadangan untuk siapa pun yang duduk di boncengannya. Namun, ia tidak lagi ingin mengambil risiko. Setelah menghirup aroma parfum Neira, tentu saja Narel tidak ingin Levon mendadak menghirup aroma sampo perempuan itu. Buruh diri namanya. Lagi pula sejak kapan hidung Levon sensitif seperti itu? Apa ia sudah tertular Milo dan pandai mengendus aroma? Entahlah.

Setelah memakai helm putih, helmnya sendiri yang berwarna hitam ia serahkan kepada Levon. "Nih, pakai."

"Ke mana?"

"Dilon putus."

Levon berdecak. "Dua menit. Gue ambil hp dulu."

Narel menunjuk rumah Levon dengan dagunya, isyarat mengizinkan. "Buruan."

~~~

Apartemen Dilon memakai kunci pintar yang pernah Narel lihat di drama korea yang sering mami putar. Semua anak Pangeran Cinta mengetahui kata sandi pintu itu. Enam digit angka yang mengarah ke tanggal lahir mama Dilon.

Apartemen Dilon sangat harum. Begitu masuk tadi, Narel bisa menghirup aroma manis apel hijau yang muncul dari diffuser yang diletakkan di atas lemari sepatu dekat pintu apartemen. Diffuser berbotol kaca warna hitam dengan empat batangan yang mencuat ke atas diletakkan berjejer dengan satu pot kecil tanaman artifisial dan bingkai foto Dilon bersama mamanya yang sedang berlibur di negara bersalju. Tidak seperti anak lain yang punya rumah untuk ditinggali, Dilon memilih apartemen sebagai tempat tinggalnya.

LET ME CHANGE MY RULESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang