Kirana mengusap perutnya yang mulai membuncit sambil melihat punggung lebar Keenan. Pria itu tengah merunduk di atas wastafel karena mual-mual hampir seminggu belakangan. Sudah pergi ke dokter pun nyatanya Keenan dinyatakan sehat dan hanya diberi vitamin. Tidak ada gejala sakit apa pun.
"Masa iya sih mual-mualnya pindah ke Keenan?" Kirana bergumam sendiri.
Bukan tanpa alasan Kirana berpikir demikian. Pasalnya, selama masa kehamilan dirinya tidak pernah mengalami morning sick. Namun anehnya hampir satu bulan ini justru Keenan yang sering mual dan sakit.
"Kamu gak usah ke kantor ya hari ini." Kirana berucap sambil menghampiri Keenan yang habis berkumur. Tidak lupa dirinya mengusap punggung pria itu.
Keenan mengangguk. "Kepala aku pusing banget, Na."
"Aku minta bibi buatin teh untuk kamu ya. Kamu istirahat di tempat tidur."
Setelah membantu Keenan berbaring di atas tempat tidur mereka, Kirana keluar dari kamar dan menuju dapur. Di sana asisten rumah tangga mereka sedang menyiapkan sarapan.
"Sudah mau sarapan, Bu?"
Kirana menggeleng. "Keenan mual-mual lagi, Bi. Minta tolong buatin teh ya."
"Baik, Bu. Mau sekalian dibuatin susu hamilnya?"
"Boleh." Kirana mengangguk setuju.
Sambil menunggu minumannya dibuatkan, Kirana mencoba mencari-cari informasi di internet melalui ponselnya. Namun dirinya tidak menemukan hasil apapun mengenai gejala yang Keenan hadapi selain bahwa itu adalah gejala morning sick pada ibu hamil.
"Bi, memangnya mual-mual ibu hamil bisa pindah ke suami?" Karena penasaran, Kirana bertanya.
"Jarang, Bu, tapi beberapa ada yang memang mengalami."
"Ada cara untuk ngobatinnya?"
"Setau bibi gak ada, Bu. Nanti gejalanya hilang sendiri."
"Berapa lama?"
"Tergantung, Bu. Ada yang dua bulan, tiga bulan, ada juga yang sampai lima bulan."
Kedua mata Kirana membulat mendengar jawaban itu. Lima bulan? Bagaimana bisa dirinya membiarkan Keenan seperti ini selama lima bulan?
"Susu dan tehnya mau dibawakan ke kamar, Bu?"
"Gak usah, Bi. Susunya saya minum di sini. Tehnya nanti biar saya yang bawa ke kamar."
"Sarapannya bagaimana, Bu?"
"Setengah jam lagi saya ajak Keenan sarapan. Bibi sarapan duluan aja."
"Baik, Bu."
Kirana meneguk susu hamil rasa melon yang dibuatkan untuknya, lalu setelah habis ia membawa secangkir teh hangat menuju kamar dirinya bersama Keenan.
Di atas tempat tidur, Keenan terlihat begitu lemas dan tidak bertenaga. Ia berjalan mendekat, meletakkan cangkir teh di atas meja nakas dan duduk di tepi tempat tidur.
"Yang, minum dulu tehnya."
Keenan membuka kedua mata ketika mendapat sentuhan lembut di lengannya. Ia beranjak duduk sambil menghela napas. Perutnya kembali bergejolak walaupun tidak sehebat tadi.
Kirana dengan telaten memberikan teh untuk Keenan minum. Ia juga menawarkan untuk membalurkan minyak ke dada dan perut Keenan supaya merasa hangat, tapi suaminya itu malah menolak dengan alasan tidak menyukai aroma minyak tersebut.
"Maaf. Gara-gara aku, kamu jadi sakit begini."
"Kenapa kamu minta maaf, Baby?" Keenan terkekeh pelan. "Kan ini juga anak aku." Tambahnya sambil mengusap perut Kirana yang menyembul.
![](https://img.wattpad.com/cover/205136569-288-k852028.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me Baby
Romance"Baby." Kirana mendelik tajam mendengar sebutan itu. Pria di hadapannya saat ini benar-benar pengacau. Kalau bukan karena tuntutan pekerjaan, Kirana sudah pasti tidak akan tahan berdekatan dengan pria ini. "I'm not your baby anymore. Stop calling me...