A Good News

163 22 0
                                    

Keenan dan Kirana menuju area parkir bersamaan setelah jadwal pemotretan gadis itu selesai. Karena keadaannya tetap tidak membaik, Kirana akhirnya menuruti kemauan Keenan untuk memeriksakan diri ke dokter. Tiani tidak bisa ikut karena sudah ada acara dengan keluarga besarnya. Kirana pernah dengar bahwa keluarga besar ingin menjodohkan Tiani dengan seorang pria mapan yang berprofesi sebagai pengusaha.

"Kita langsung ke rumah sakit atau kamu mau makan dulu?" Keenan bertanya ketika keduanya sudah berada di dalam mobil.

"Ke rumah sakit dulu. Habis itu cari makanan, ya?"

"Oke." Keenan tersenyum dan mobil mulai bergerak meninggalkan tempat parkir.

Selama perjalanan, mereka mendengarkan musik yang diputar oleh radio. Sesekali Kirana ikut menimpali nyanyian tersebut atau Keenan bersiul.

"Aku mau ajak kamu ketemu bunda sama ayah. Kamu mau?" Keenan bertanya.

Kirana menoleh menatap Keenan. Ia memang sudah sangat lama tidak bertemu dengan kedua orangtua pria itu setelah hubungan keduanya berakhir. Kalau boleh jujur, ia juga merindukan keduanya. Ayah dan bunda Keenan sudah Kirana anggap seperti orangtuanya sendiri.

"Boleh. Nanti aku tanya Tiani kapan jadwalku kosong." Kirana mengangguk setuju.

"Aku juga akan bilang ke bunda supaya bisa nyiapin makan malam buat kita semua."

"Jangan." Kirana cepat-cepat menahan. "Aku juga mau bantuin bunda masak. Nanti biar aku masak berdua sama bunda."

Keenan tentu saja tersenyum senang mendengarnya. Kirana sudah sangat pantas menjadi menantu untuk ayah dan bundanya. Gadis itu sempurna.

***

"Jadi bagaimana, Dok?"

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Dokter tersebut tersenyum. "Hanya saja mulai saat ini anda harus banyak istirahat dan tidak boleh terlalu lelah karena ada janin yang sedang berkembang di dalam rahim anda."

"Apa?" Keenan dan Kirana sama-sama tercengang.

"Kirana positif hamil." Dokter menegaskan. "Ini bukan karena asam lambung, tapi memang hormon diawal kehamilan. Mau coba USG?"

"Mau, Dok!" Keenan yang terlihat antusias langsung mengangguk setuju sementara Kirana masih tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Ia hanya diam saja ketika dokter menginstruksikan dirinya ini dan itu sampai akhirnya di layar monitor terlihat keadaan di dalam rahimnya. Sebuah gumpalan bergerak di dalam rahimnya membuat Kirana tidak bisa menahan airmata.

"Aku hamil." Kirana menangis dan Keenan mengecup keningnya dengan sayang.

"Iya, kamu hamil." Keenan berbisik lembut. "Makasih, Sayang."

Dokter yang melihat hal tersebut pun tidak bisa menutupi senyumannya.

Setelah sesi USG selesai dan mereka mendapatkan beberapa foto hasil pemeriksaan tadi, Keenan dan Kirana keluar dari ruangan dokter tersebut. Keenan harus menebus beberapa vitamin dan meminta Kirana untuk menunggunya sebentar.

Sambil menunggu, Kirana tidak sadar mengelus perutnya sendiri. Menyadari betapa bodohnya ia karena tidak menyadari ada makhluk lain di dalam dirinya. Usianya bahkan sudah hampir dua bulan dan Kirana sama sekali tidak tahu.

Ia tidak tahu pasti apa yang dirasakannya saat ini. Tentu ia senang karena ia akan menjadi seorang ibu, tapi ia belum menikah. Bagaimana tanggapan orangtua Keenan nanti? Mereka bisa saja menolak Kirana karena dianggap sebagai wanita murahan.

"Na? Kamu kenapa sedih begitu?" Keenan datang menghampiri dengan sebuah kantung obat di tangan kanannya.

"Aku beneran hamil, kan?" Kirana bertanya.

"Iya, Sayang." Keenan tersenyum dan membelai rambut Kirana dengan penuh rasa sayang. "Aku gak sabar kasih kabar ini ke ayah dan bunda."

"Kamu gak takut?" Kirana bertanya. "Gimana kalau mereka marah? Gimana kalau mereka gak mau terima anak ini? Gimana kalau mereka gak mau terima aku?"

"Na, kamu jangan berpikir begitu. Kamu gak salah. Ini bukan kesalahan. Dan kalau pun harus ada yang disalahkan, orang itu adalah aku. Aku yang bikin kamu hamil. Bagaimana pun juga, ini calon cucu mereka. Ayah sama bunda gak mungkin nolak cucu mereka sendiri." Keenan mencoba memberi penjelasan. "Kamu jangan khawatir ya?"

"Aku takut mereka kecewa." Tatapan Kirana kembali berkaca-kaca.

"Ini biar jadi urusan aku, ya. Kamu gak usah mikirin yang berat-berat." Keenan mencoba menenangkan lagi. "Sekarang kita cari makan, yuk. Kamu laper kan?"

Mengingat soal makan tiba-tiba langsung membuat Kirana bersemangat. Ia memang lapar. Ada banyak sekali menu di kepalanya yang ingin ia makan saat ini.

"Aku mau makan pasta, mau makan richeese, mau makan sushi, ah aku mau milktea juga."

Keenan terkekeh geli mendengar Kirana menyebutkan semua makanan dengan begitu antusias. Bahkan sepanjang perjalanan menuju mobil, Kirana masih terus menyebutkan aneka makanan yang ingin ia makan.

"Jadi yang mau kamu makan duluan yang mana, Sayang?" Keenan bertanya ketika mereka sudah berada di jalan raya dengan mobil Keenan yang berjalan di bagian kiri jalan.

"Nasi goreng aja deh. Itu." Kirana menjawab sambil menunjuk sebuah tenda penjual nasi goreng yang cukup ramai pengunjung.

"Loh? Tadi kamu gak bilang mau makan nasi goreng." Keenan mengerutkan kening.

"Kayaknya disitu enak. Yang beli banyak tuh, lihat deh."

Keenan terkekeh lagi dan mengikuti keinginan Kirana. Ia menepikan mobilnya dan langsung mencegah ketika gadis itu ingin turun dari mobil.

"Kamu disini aja. Kita makan disini. Biar aku yang pesan."

Kirana memperhatikan keadaan di dalam tenda yang memang tidak tersedia meja kosong dan akhirnya mengangguk setuju.

"Aku mau yang pedas ya." Ucapnya. "Belinya nasi goreng gila biar porsinya banyak." Tambahnya dengan cengiran yang membuat Keenan gemas.

"Siap, Non." Keenan tertawa sebelum turun dari mobil dan menghampiri penjual yang sedang memasak.

Kirana memperhatikan dari dalam mobil dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya. Lagi, ia mengelus perutnya. Rasanya menyenangkan mengelus perut sendiri setelah mengetahui ada calon bayi di dalamnya.

"Papa kamu keren, kan? Mama sayang kalian berdua." Bisiknya pelan.

***




Marchelina's
March, 23th 2020


Call Me BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang