Baby?

192 21 1
                                    

Sudah hampir satu bulan berlalu sejak malam panas yang mereka lalui bersama. Kirana membiarkan Keenan berkeliaran di sekitarnya. Tak lagi menolak jika pria itu berada di dekatnya.

Tiani juga sudah meminta maaf pada Kirana mengenai dirinya yang memberikan alamat apartemen pada Keenan tanpa sepengetahuan Kirana dan Kirana sudah memaafkan hal tersebut. Jika Tiani tidak pernah melakukannya, ia mungkin tidak akan kembali sedekat ini dengan Keenan.

Keenan melakukan yang terbaik untuk selalu ada dan menunjukkan bahwa pria itu sudah berubah. Kirana memang belum menyatakan langsung bahwa ia sudah menerima Keenan kembali, tapi bukan berarti Kirana tidak tersentuh dengan semua hal yang Keenan berikan padanya.

Lucu bukan? Bahwa seseorang yang pernah melukaimu dulu adalah orang yang mampu menyembuhkan dirimu saat ini.

Kembali bersama dengan Keenan membuat Kirana lupa bahwa pria itu pernah menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya. Karena ratusan kali menyangkal pun, keinginannya memang hanya satu. Ia hanya ingin pria itu kembali.

Kirana kembali menjadi dirinya yang dulu sejak Keenan datang lagi. Ia terlihat lebih bersemangat, lebih ceria, lebih banyak tersenyum dan Keenan selalu memujinya semakin cantik. Pujian seperti itu memang sudah banyak ia dengar tetapi terasa berbeda jika pria itu yang mengucapkan.

"Na, kamu yakin gak sakit atau apa? Muka kamu agak pucat gitu." Tiani memperhatikan wajah Kirana yang sedang memejamkan mata sambil bersandar pada sofa.

Sejak pagi tadi, Kirana memang merasa ada yang salah dengan perutnya. Seperti asam lambungnya naik lagi. Namun karena ada jadwal pemotretan, ia berusaha menahannya sejak tadi.

"Asam lambung aku naik lagi kayaknya." Kirana hanya menjawab singkat.

"Tuhkan, pasti ada yang gak beres. Harusnya kamu kasih tau aku dari pagi tadi, Na." Tiani mengomel. "Aku beliin obat dulu kalau gitu. Kamu tunggu disini ya."

Kirana hanya mengangguk tanpa membuka matanya. Hari ini ia juga mengantuk, tidak seperti biasa. Padahal, tadi malam ia tidur dengan cukup. Entahlah, rasanya tubuhnya seperti mudah lelah.

"Hello, Baby."

Suara yang tidak asing itu terdengar bersamaan dengan suara pintu yang dibuka. Tanpa membuka mata, Kirana tahu siapa yang baru saja masuk dan kini sudah duduk di sebelahnya.

"Kamu kenapa, Na? Sakit?" Tangan hangat itu mengusap pipi dan keningnya hingga membuat Kirana akhirnya membuka mata.

Hidup benar-benar begitu baik pada Keenan. Pria itu tidak hanya tampan, tapi juga mapan dan begitu perhatian. Rasanya Kirana tidak pernah cukup bersyukur karena sudah dipertemukan dengan Keenan.

"Asam lambungku naik." Kirana menjawab dengan senyum tipis. "Tapi Tiani lagi beliin obat kok. Kamu gak usah ngomel."

Keenan menghela napas. "Kalau kamu sakit, kenapa hari ini maksa kerja? Harusnya kamu istirahat."

"Aku bisa kok." Kirana meyakinkan. Ia bukan perempuan lemah yang sedikit-sedikit mudah mengeluh.

"Habis ini ada jadwal apa?"

"Gak ada lagi." Kirana menggeleng.

"Kalau gitu, habis ini kamu istirahat. Aku anter kamu pulang."

"Kamu mau nemenin aku disini sampai selesai?"

"Kenapa? Gak boleh?"

"Bukan gitu. Kerjaan kamu di kantor gimana?"

"Ada Bang Cahyo. Aku udah minta dia bantu sisanya." Keenan mengusap rambut Kirana sambil memperhatikan wajahnya hingga membuat Kirana malu. "Kesehatan kamu lebih penting."

Siapa yang tidak akan luluh dengan perlakuan seperti itu? Bahkan walaupun Kirana sering mendapatkan perlakuan seperti itu dari Keenan, ia tetap akan selalu luluh.

"Aku dari kemarin kepikiran kamu, ternyata kamu malah sakit begini. Maaf ya aku baru bisa nemuin kamu sekarang."

Kirana mendengus. "Aku gak sakit kok. Lagipula kemarin kamu memang sibuk kan? Aku gak mau kamu maksain diri untuk bagi waktu kamu buat aku kalau memang gak bisa."

Keenan tersenyum dan menatap Kirana lekat-lekat. "Aku sayang kamu, Na."

Kirana hampir menahan napas ketika wajah Keenan mendekatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kirana hampir menahan napas ketika wajah Keenan mendekatinya. Ia tahu apa yang ingin Keenan lakukan, jadi ia menutup mata. Namun tinggal beberapa centi bibir mereka bertemu, perut Kirana mulai bereaksi lagi hingga akhirnya ia mendorong Keenan agar menjauh lalu disertai dirinya yang berlari kecil menuju toilet yang ada di dalam ruangan tersebut.

Asam lambungnya benar-benar menghancurkan suasana.

Kirana mencoba memuntahkan isi perutnya di wastafel, tapi yang keluar hanyalah sedikit cairan. Ia memang tidak makan banyak pagi ini.

"Kita ke rumah sakit aja, ya? Aku khawatir." Keenan menyusul dan mengusap pelan punggungnya dari belakang.

"Nanti kalau udah minum obat, aku pasti sembuh kok. Tunggu Tiani aja, ya."

"Tapi aku gak tenang kalau kamu begini." Keenan dengan telaten membantu membersihkan dan mengelap wajah Kirana yang basah terkena air.

"Kalau setelah minum obat nanti ternyata sakitnya belum berkurang, baru aku mau ikut ke rumah sakit. Okay?"

Keenan akhirnya menghela napas dan mengangguk setuju. Kirana tersenyum dan untuk pertama kalinya, ia yang berinisiatif memeluk Keenan lebih dulu. Ia melingkarkan kedua lengannya di pinggang Keenan dan menyandarkan kepalanya di depan dada pria itu. Mendengar detak jantung Keenan membuatnya merasa nyaman.

"Boleh kan kalau aku peluk begini? Sebentar aja."

"Lama juga boleh." Keenan terkekeh dan balas memeluk erat Kirana. Mendekap tubuhnya untuk memberi kehangatan.

"Ekhem."

Keenan dan Kirana menoleh. Tiani sudah berdiri di ambang pintu toilet dengan membawa bungkusan di tangan kanannya.

"Gue panas-panasan cari obat, kalian enak berduaan."

***



Marchelina's,
March, 18th 2020

Call Me BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang