Agreement

169 24 1
                                    

Keenan tersenyum begitu melihat Kirana berjalan antusias menghampirinya. Gadisnya itu terlihat semakin cantik karena sedang hamil. Hanya mengenakan blouse sederhana dan sebuah rok saja sudah membuatnya begitu mempesona. Ia benar-benar beruntung karena bisa mendapatkan Kirana kembali.

"Jangan lari, Yang." Keenan mengingatkan ketika Kirana berlari kecil menghampirinya.

"Muka kamu kenapa? Kok memar begini?" Kirana langsung tertegun melihat sudut bibir Keenan sedikit memar. Tidak menghiraukan peringatan pria itu tadi. "Berantem sama siapa?"

"Oh ini, dipukul ayah." Keenan menjawab dengan cengiran di wajahnya.

"Dipukul?" Kirana tentu saja terkejut bukan main. Ia kenal Om Gio. Pria paruh baya itu tidak pernah berperilaku kasar.

"Ini hukuman buat aku karena udah hamilin kamu sebelum nikah. Aku baik-baik aja kok. Lagipula setelah aku dipukul, mereka langsung setuju sama hubungan kita. Bunda mau kita cepet nikah."

"Maafin aku. Kamu jadi kena masalah karena aku." Kirana menunduk sedih tapi Keenan langsung menenangkan.

"Hei, udah jangan dibahas lagi nanti kamu sedih." Keenan mengusap kepala Kirana penuh sayang. "Sekarang kita ke rumah. Bunda udah nungguin."

"Kita ke supermarket dulu, ya. Aku mau beli buah-buahan buat ayah sama bunda kamu."

Keenan mengangguk setuju dan mereka masuk ke dalam mobil bersamaan. Sedari tadi Keenan sudah merasakan kehadiran beberapa paparazi yang mengambil gambar mereka diam-diam, tapi Keenan masih membiarkan mereka. Lagipula sudah seharusnya hubungan dirinya dengan Kirana diketahui publik. Sebentar lagi gadis itu akan menjadi istrinya.

***

"Nana, Bunda kangen banget sama kamu. Kenapa baru datang sekarang sih?"

Kirana tentu bahagia disambut sebuah pelukan hangat dan perlakuan ramah dari Tante Tia ketika dirinya tiba di rumah keluarga Keenan. Tante Tia tidak banyak berubah. Wanita itu masih tetap terlihat cantik dan baik hati. Keenan sangat beruntung memiliki seorang ibu seperti Tante Tia.

"Maafin Nana, Tante." Karena terharu, pandangannya sampai berkaca-kaca.

"Gimana keadaan cucu bunda? Sehat?"

Kirana sedikit terkejut ketika Tante Tia mengelus perutnya yang masih rata, tapi ia langsung merasa senang karena wanita itu menerima kehadiran calon anaknya tersebut. "Baik, Bunda. Kemarin baru periksa ke dokter dianter Keenan."

"Maafin anak bunda, ya. Bunda merasa bersalah sama kamu. Karir kamu lagi di puncak, pasti ini berat buat kamu."

"Nana baik-baik aja, Bunda. Justru Nana yang mau minta maaf."

"Kenapa kamu yang minta maaf? Keenan yang nakal kok, bukan kamu."

"Iya, aku yang salah." Keenan ikut menyahut sambil membawa beberapa tas belanjaan. "Tapi kalau aku gak nakal, Bunda gak akan secepet ini dapet calon cucu." Tambahnya dengan cengiran yang membuat wajah Kirana memanas.

Bisa-bisanya Keenan berbicara seperti itu sebagai candaan. Dasar mesum.

"Ekhem."

Semua menoleh ketika suara lain terdengar. Kirana melihat Om Gio baru saja turun dari lantai atas dan menatapnya. Untuk beberapa saat, jantungnya seperti berhenti berdetak karena terlalu gugup. Mengingat Om Gio sampai memukul Keenan, bisa dipastikan bahwa pria paruh baya itu pasti kecewa dan marah. Namun saat sebuah senyuman mulai muncul di wajah Om Gio, Kirana bisa bernapas lega.

"Kamu sudah datang, Na."

Kirana segera menghampiri Om Gio. Mencium tangannya dan tersenyum. "Maafin Nana, Om."

Call Me BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang