12 : Perjanjian

11.5K 295 17
                                    

Janji adalah hutang. Hal itu yang selalu Mark pegang sebagai alasannya bertahan. Dia percaya bahwa keputusannya lima tahun lalu adalah yang terbaik. Sampai dia menyadari, pada kenyataannya dia hanya seperti keluar kandang buaya lalu masuk kandang singa. Jika boleh memilih, dia ingin terlahir di dalam keluarga sederhana yang saling melindungi, bukan saling menyerang. Dia benar-benar terjebak di medan perang yang tak kenal siapa lawan-siapa kawan. Karena semua orang dianggap musuh yang harus disingkirkan. Sekarang dia mulai muak.

"Kenapa kamu membiarkan Jeno bekerja dengan Jaemin?" Mark bersama amarah yang tertahan melabrak Donghae di ruangannya begitu kembali dari meeting corporate.

Donghae jelas terkejut akan pertanyaan pria itu, "Aku juga tidak tahu kalau Jeno akan bekerja dengan Jaemin."

"Seharusnya kamu tahu," Mark mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. "Kamu telah melanggar janjimu lima tahun lalu. Kepercayaanku padamu menjadi luntur."

"Aku memang berjanji tidak akan mengusik keselamatan Ibumu dan Jeno jika kamu mau berpura-pura menjadi anakku," Donghae menekankan kalimatnya. "Tapi bukan berarti aku akan menjamin keselamatan mereka seumur hidup."

"Kamu tahu kan seberapa bahayanya Jaemin?! Bundakuㅡ!!" tenggorokan Mark seakan tercekat, mengingat nasib nahas yang menimpa sang Bunda. Dia tak mampu melanjutkan kalimatnya.

Donghae menghela napas, "Kematian Ibumu itu bukan kesalahanku, Mark. Janjiku adalah hanya untuk tidak melukai Jieun dan Jeno. Kita juga tidak punya cukup bukti untuk menggugat pelaku aslinya."

Mark memejamkan mata seraya menghembuskan napas panjang. Dia menjadi sedikit lebih tenang, "Sepertinya Jaemin sengaja menggunakan Jeno untuk menghancurkan kita. Dia menjadikan Jeno sebagai bom waktu. Dia pasti sudah mengatur waktu untuk meledakkannya."

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan menyelamatkan Jeno," sepasang mata serupa elang Mark menatap tajam pada Donghae. "Dengan caraku sendiri, dan kamu tidak bisa menghalangi apapun cara yang akan aku lakukan untuk menyelamatkan Jeno."

Donghae menukikkan alisnya, "Aku tetap tidak akan tinggal diam jika caramu membahayakan reputasi perusahaan."

"Aku tidak peduli lagi, yang aku pedulikan sekarang hanya keselamatan Jeno."

Mark berkata lugas. Dia kemudian beranjak meninggalkan ruangan Donghae. Saat pertama kali dia memijak tempat ini adalah lima tahun lalu. Setelah beberapa orang asing menculiknya di depan kampus. Tidak ada yang memberitahu jika dia akan dibawa ke sini. Dalam kondisi terintimidasi dia harus memberikan keputusan. Jika salah memilih maka nyawa ibu dan adiknya bisa melayang. Situasi terancam membuatnya sulit berpikir jernih, ditambah dia terus didesak yang akhirnya memutuskan;

"Aku bersedia berpura-pura menjadi anakmu, tapi tolong jangan bunuh Bunda dan Jeno."

"Setuju. Aku berjanji tidak akan mengusik keselamatan Jieun dan Jeno."

Dari situ awal mula kekecewaan tumbuh lebat di dalam hati Jieun dan Jeno. Selama ini Mark rela dibenci dan dianggap pengkhianat demi menyelamatkan mereka dari ancaman Donghae. Tidak ada yang tahu selain yang terlibat dalam perjanjian.








Renjun berjalan memasuki ruang kerjanya sambil terus menggerutu. Hari ini dia ketiban sial. Dia sampai di tempat kerja sedikit terlambat karena mobilnya tiba-tiba mogok. Padahal hari ini dia ada jadwal sales on call ke luar kota. Sedangkan mobil perusahaan sudah dipakai rekan-rekannya yang lain. Sejak kemarin dia dan timnya sudah berdiskusi perkara rencana sales on call hari ini. Dia menawarkan untuk mengalah dan akan menggunakan mobil pribadinya hari ini, untuk mengatasi kekurangan transportasi.

SECRET PLEASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang