Hari minggu. Lee bersaudara nampak masih asyik bergumul di kasur. Sejak insiden belajar Biologi itu Mark jadi sering ‘menginap’ di kamar adiknya. Jeno pun tak merasa keberatan. Toh, dia juga menikmati. Keduanya berpelukan di bawah selimut yang sama, tanpa celana. Tertidur pulas sebelum seberkas cahaya fajar menyelinap masuk melalui jendela, dan mengusik lelaki yang lebih tua. Mark yang mulai terbangun langsung mencari kehangatan dengan memeluk tubuh adiknya dari belakang. Sialnya, dia ‘terbangun’ tidak sendirian.
“Enghhh...”
Jeno menggeliat tak nyaman ketika sesuatu terasa mengganjal bagian kemaluannya. Dia ikut terbangun. “Kak Markㅡ,” desahnya tertahan akibat penis Mark yang menggesek vaginanya hingga basah di bawah sana.
“Dingin Dek...,” bisik Mark dengan suara seraknya. “Kakak boleh ya angetin kontol di dalem memek kamu?”
“Emhhh~ tapi semalam Kakak udah ngewein Adek lima kali. Masa sekarang mau lagi?” Jeno meremas sprei akibat sensasi tersengat menjalar ke seluruh tubuhnya ketika klitorisnya tertekan penis kakaknya.
“Itu kan tadi malam. Sekarang udah pagi,” Mark mengelak membuat Jeno berpikir, iya juga sih.
“Ya udah... Kontol Kakak bolek masuk memek Adek. Tapi janji masuk aja, nggak digerakin ya?”
“Iya...”
Pada saat itu lah segala dusta seorang kakak tercinta terjadi. Takkan puas dia mencumbu adiknya segala gaya, menjamahnya depan-belakang. Tiap lekuk tubuhnya akan selalu diburu, dari ujung kuku sampai area berbulu. Mark mengangkat dan memegangi satu kaki Jeno agar lebih mudah menyodok g-spot adiknya dari belakang. Gerakan pinggulnya menimbulkan suara decitan ranjang.
“Aahhh aahhh Kak Markㅡ engghhh katanya nggak akan gerak huh?” Jeno ingin memberontak tapi rasanya juga nikmat. Alhasil dia pasrah disetubuhi kakaknya lagi dan lagi.
“Kan Kakak udah bilang, memek kamu tuh haus sodokan. Baru dimasukin kontol aja udah kedutan. Mmhh enak banget memek kamu~”
Ruangan itu dipenuhi suara perpaduan antara decitan kasur dan pertemuan antar kulit. Bunyinya kian nyaring karena sesuatu yang semakin basah. Dan tak lupa suara desahan juga erangan yang bersahut-sahutan. Berlangsung selama beberapa menit sebelum suara lain menginterupsi kegiatan mereka.
Tok! Tok! Tok!
“Adek bangun! Apa Kakak juga ada di dalam?”
Mampus, Bunda mengetuk pintu kamar Jeno. Mark pun langsung mencabut penisnya dari vagina sang adik. Mereka kelabakan mencari celana yang tergeletak sembarangan di lantai. Berlari tunggang langgang ke pintu sebelum Bunda membuka paksa. Mereka lupa jika ada orang lain selain mereka di rumah ini. Maklum, dunia terasa milik berdua ketika bercinta.
“Kalian habis ngapain kok ngos-ngosan?”
“Adek kebangun kaget Bunda ngetuk pintu...”
“Makanya kami langsung lari buka pintu, Bun,” Mark menimpali perkataan Jeno.
“Aduh, maaf ya Bunda jadi mengganggu tidur kalian. Padahal kalian nggak perlu lari-lari. Tadi Bunda mau bangunin Kakak tapi di kamar Kakak nggak ada. Ternyata Kakak tidur di kamar Adek.”
“Iya Bun hehe...”
“Ehㅡ,” atensi Bunda teralihkan pada sesuatu di leher Jeno. “Kenapa leher Adek merah-merah?”
Mereka berdua sontak kegalapan. Mark yang memang pintar mencari alasan pun langsung menjawab, “Itu Adek katanya sakit. Makanya Kakak ketiduran di kamar Adek karena semalam bantu ngerokin dia.”
Pakai bibir, lanjut Mark dalam hati.
“Astaga, Adek sakit?” Bunda menyentuh kening Jeno dan memang benar terasa panas. Mark kurangajar menyetubuhi adiknya sampai demam. “Nanti Bunda sekalian belikan obat ya. Bunda bangunin kalian karena mau pergi belanja bulanan. Tapi Bunda sudah siapkan sarapan untuk kalian. Mungkin Bunda akan sedikit lama, jadi kalian tolong jaga rumah ya.”
“Siap, Bun.”
“Baik, Bunda.”
Mark dan Jeno menjawab kompak. Sepeninggal wanita itu, Mark kembali mengunci kamar adiknya. Untuk menghindari segala bentuk gangguan dari dunia luar. Mark menahan lengan adiknya yang hendak berjalan ke kamar mandi, “Adek mau kemana?”
Jeno menoleh, “Adek mau mandi. Badan Adek udah lengket banget, Kak.”
“Nggak mau nuntasin ini dulu?” Mark memasang wajah melas. Dia berbicara sambil menunjuk ke bagian bawah, “Nanggung ini Adek, kontol Kakak masih ngaceng.”
“Kan Kakak bilang cuma mau angetin kontol. Bukan ngentotin Adek ish,” Jeno cemberut kesal.
“Bentar lah Adek bantuin Kakak,” ujar Mark memohon. “Nggak enak banget kalau nggak dituntasin, Dek.”
Jeno mencebikkan bibirnya, “Ya sudah tapi janji sebentar satu ronde aja ya, titik.”
“Iya Kakak janji beneran deh kali ini.”
“Ya sudah cepat!”
Mark pun bergerak sat-set melepaskan celananya dan celana adiknya. Dia mengangkat tubuh Jeno agar menyandar ke tembok. Pinggangnya menahan kedua kaki Jeno yang melingkar di sana. Tanpa pemanasan terlebih dahulu -karena memang sudah panas-, Mark langsung memasukkan penisnya ke dalam vagina Jeno. Menyodok titik kenikmatan sang adik sampai tubuhnya bergerak naik-turun. Tak ada lagi suara decitan ranjang, karena tergantikan oleh suara gesekan punggung Jeno dengan tembok. Bercampur suara desahan dan pertemuan kulit keduanya. Jeno menyadari penis Mark terasa lebih besar dan lebih dalam menubruk g-spot nya jika dia yang berada di atas. Dia sangat menikmati kegiatan ini.
“Aahhh Kak Mark geli~” Jeno memeluk kepala dan meremas surai kakaknya saat Mark menggigit putingnya yang masih terbalut kain baju.
“Kakak haus, tapi pentil Adek nggak bisa ngeluarin susu,” Mark menyibakkan kaos adiknya dan meraup puting sang adik layaknya bayi kelaparan.
Jeno mendongakkan kepalanya keenakan, “Eenghhh~ nanti Adek buatin susu di dapur.”
“Habis ini... Kakak mau pipis dulu...”
Jeno menurunkan pandangannya dengan napas terengah-engah, “Kakak pipis banyak banget sampai memek Adek luber-luber huh...”
Mark menertawai cairannya yang membanjiri vagina adiknya sampai menetes-netes ke lantai, “Masih pagi Dek, wajar.”
“Udah ya Adek mau mandi. Badan Adek udah beneran lengket banget ini,” Jeno beranjak turun dari gendongan kakaknya. Tapi langkahnya kembali ditahan.
“Kakak ikut. Kakak juga mau mandi. Emang badan Adek doang yang lengket?”
“NO!” Jeno menahan dada bidang sang kakak. “Kita mandi sendiri-sendiri. Nanti selesainya lama kalau mandi barengan.”
“Yah...,” Mark mendesah sedih. “Yaudah Kakak mandi setelah Adek aja. Adek mandi gih.”
Selesai dengan urusan mandi, Mark sibuk berkutat dengan laptop sementara Jeno rebahan sambil bermain ponsel. Sudah beberapa hari ini Mark menganggap kamar adiknya seperti kamarnya sendiri. Dia sekarang justru lebih banyak menghabiskan waktu di kamar Jeno. Mengajari adiknya menjadi nakal sudah termasuk hobi barunya. Saat ini pun dia tengah sibuk mencari bahan ajar. Layar laptop menampilkan video yang berbeda-beda bergantian. Dia masih bingung menentukan. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk memutar sebuah video pilihannya.
“Nobar sini, Dek. Kakak punya film bagus,” tutur Mark.
Jeno beranjak duduk di samping kakaknya bersandar pada kepala ranjang, “Film apa tuh, Kak?”
“Lihat saja.”
Mark mengklik ikon putar. Video awalnya menampilkan sepasang lelaki bermesraan di dalam kamar. Adegan berpelukan lama-lama berubah menjadi pergumulan panas. Hingga keduanya bertelanjang bulat dan melakukan adegan seks. Sampai situ Jeno masih belum paham jenis film apa yang sedang dia tonton. Ini pertama kali baginya menonton film seperti itu. Suara desahan pihak bawah dalam video membuat Mark terangsang. Teringat bagaimana Jeno mendesah di bawah kuasanya. Menurutnya desahan adiknya adalah yang paling indah. Dia ingin terus memburu titik kenikmatan adiknya untuk mendengar desahan merdu sang adik. Karena video itu, sekarang dia jadi ingin melakukannya lagi. Diam-diam Jeno pun mulai terangsang, tangannya meremas bantal menahan desiran di dalam tubuhnya.
“Dek, praktikkan seperti yang di video yuk,” ujar Mark sambil mengelus paha Jeno.
“Um...,” Jeno menggigit bibir bawahnya. “Nanti kalau Bunda tahu bagaimana?”
“Mumpung Bunda belum pulang,” tangan Mark bergerak semakin liar, kini menyentuh kemaluan adiknya yang masih terbalut celana. “Memek Adek udah basah nih. Pasti gatel, sini Kakak garukin sampai dalam.”
Jeno sudah terbawa suasana. Dia pasrah ditarik kakaknya ke depan cermin meja rias. Kakaknya di belakang menanggalkan kaosnya. Pantulan cermin menampakkan bayangan tubuhnya yang berhias tanda-tanda kemerahan, ciptaan sang kakak. Mark merasa bangga dengan hasil karyanya. Dia memeluk pinggang Jeno dan mengecupi bahu lelaki itu sembari sesekali menatap ke arah cermin.
“Lihatlah, tattoo di tubuhmu indah sekali bukan?” katanya disertai gerakan tangannya yang merabai perut Jeno bagian bawah. “Nanti Kakak buat di sini juga. Seluruh bagian tubuhmu mau Kakak tandai.”
“Aahhh... Kak Mark...”
Mark melepaskan celana adiknya lalu celananya sendiri. Dia mengarahkan penisnya ke vagina adiknya dari belakang. Menggesekkan batangnya pada permukaan bibir vagina sang adik yang telah basah. Tangannya asyik memainkan bagian klitoris. Sedangkan tangan satunya sibuk memilin dan mencubit puting Jeno. Di saat yang sama mulutnya lihai menciptakan banyak tanda di bahu sang adik, tak ingin membiarkannya nampak polos begitu saja. Sial, sensasi berkedut yang dirasakannya dari vagina Jeno membuatnya ingin buru-buru memasukkan penisnya ke dalam sana.
“Mmhh memek kamu mulai longgar ya. Gampang banget kontol kakak masuknya,” Mark menggerakkan pinggulnya sambil sesekali melihat ke arah cermin, wajah sayu Jeno membuatnya semakin terangsang.
Jeno menumpukan kedua tangannya pada meja, kakinya terasa lemas tiap kali penis Mark mengenai titik g-spot, “Aahhh enghh... Gimana nggak longgar? Kakak ngentotin Adek tiap hari.”
“Kakak pengennya ngentotin kamu tiap waktu kalau bisa,” Mark terkekeh lalu mengangkat dagu Jeno. “Lihat ke cermin. Biar kamu tahu penampilan kacaumu saat Kakak ngentotin kamu dan biar kamu selalu ingat.”
“Hahh... Kakak jangan berhenti... Memek Adek mauㅡ”
“Mau apa?”
“...kontol Kakak terus sodokin.”
Mark sengaja menghentikan pergerakan pinggulnya ditengah-tengah peraduan bhama. Jeno justru menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur mencari kenikmatan. Mark tertawa sambil menampar pantat adiknya, “Makin pinter aja kamu muasin diri. Kamu mau jadi pelacur atau artis bokep, Dek?”
“Unghhh~ Apapun asal dapet kontol Kakak,” Jeno berkata dengan wajah merah padamnya terlihat dari pantulan cermin, membuat Mark merasa gemas.
Mark pun kembali menggerakkan pinggulnya lebih cepat dari sebelumnya, “Nih Kakak kasih. As your wish.”
“Aaahhh aahhh Kakak ampunhhㅡ”
“Kenapa? Kurang hm?” Mark mengarahkan satu tangan adiknya ke permukaan perut sambil terus menggerakkan pinggulnya. “Kamu bisa merasakannya, kan? Gimana kontol Kakak nyodokin g-spot kamu.”
Mengikuti arahan sang kakak, Jeno menempelkan telapak tangan ke permukaan perutnya. Tangannya bisa merasakan penis kakaknya menggesek dinding vaginanya di dalam, menjiplak di perutnya karena Mark melakukannya dengan brutal. Mark menekan punggung tangan Jeno di perut, seiring dengan genjotannya yang semakin cepat. Jeno merasa geli di telapak tangannya karena seakan penis Mark menggeseknya juga secara tidak langsung. Apalagi yang di dalam, dia sudah tidak bisa menggendalikan vaginanya. Pelepasan mereka pun terjadi bersamaan.
Mark mengangkat tubuh Jeno dan membuatnya duduk di meja. “Maaf ya kalau Kakak kasar,” ucapnya kemudian mengecup kening sang adik.
Jeno mendengus, “Udah biasa.”
“Memek Adek sakit ya? Sini Kakak sembuhin,” Mark merendahkan tubuhnya untuk menyejajarkan wajahnya dengan vagina Jeno. Melebarkan selangkangan sang adik sebelum lidahnya melesak masuk ke sana. Dia menjilati, mengulum, dan mengisap klitoris adiknya. Membuat si empunya menggelinjang dalam kenikmatan. Sesekali dia merogoh lubang vagina adiknya juga menggunakan lidah.
“Aahhh Kakak eummhh~,” Jeno mendongakkan kepala sambil meremas rambut kakaknya. Tak sadar dia menekan kepala kakaknya semakin merapat ke vaginanya. Meski sudah sering disetubuhi tak kenal waktu, dia tak pernah merasa puas akan sentuhan Mark. Dia menginginkannya di setiap bagian tubuh.
Dan itu bukan akhir dari kegiatan panas mereka. Hari minggu memang hari libur mereka dari kegiatan sekolah. Tetapi bukan menjadi hari libur bagi mereka dari kegiatan bercinta. Adanya Jeno digempur Mark sampai lembur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET PLEASURE
Fanfic⚠️ mature content boypussy ⌠ boy x boy | mark x jeno ⌡ ❛❛ They don't know about us. ❜❜ Start : 10-10-2022 End : By : anxiethree