10: Call from INA

2.8K 180 9
                                    

"Audrie." seru tantenya.

"Ya, Aunty?" teriak Audrie. Kadang ia mengeluh betapa besar rumah tantenya ini hingga membuat mereka sulit berkomunikasi satu sama lain.

"Ada telepon untukmu."

Audrie bangun dari kasurnya dan duduk dalam keadaan malas. "Untukku?" tanyanya heran.

"Ya. Dari Indonesia." seru tantenya lagi.

Mendengar nama negaranya disebut, Audrie langsung bangun dari tempat tidurnya dan secepat mungkin keluar dari kamar. Ia berlari menuruni tangga secepat yang ia bisa untuk mencari tantenya itu. "Aunty," serunya. "kau dimana?"

"Di ruang tengah, sweety."

"Mana telepon untukku?" tanyanya sambil terengah-engah saat sudah menemukan keberadaan tantenya tersebut. Aunty Risa tertawa kecil dan memberikan ponselnya. "Ayahmu menelepon. Katanya ponselmu tidak aktif."

"Oh--itu." Audrie baru teringat dengan kondisi ponselnya sejak kejadian dengan Tyler. "Ponselku rusak, Aunty."

Alis Aunty Risa terangkat. "Kenapa tidak bilang?"

"Eng.. itu--" Audrie merasa tidak mungkin memberikan alasan 'tidak enak' karena pasti tantenya itu tidak akan mau menerima alasan tersebut. Ia pun tersenyum dan berjalan menjauh dari tantenya. "Aku jawab telepon ayah dulu ya Aunty." ucapnya sambil keluar dari ruang tengah.

"Halo?" ujarnya. Audrie terlalu gugup hingga ia tidak bisa menyapa ayahnya dengan benar. Rasanya sudah lama dirinya tidak berbicara dengan ayahnya dan terakhir mereka berbicara, itu tidak berakhir dengan bagus. Ia menelan ludah dan berusaha menetralkan rasa takutnya. "Ayah?"

"Hai Drie." balas sesosok suara dari sebrang sana.

Mendengar suara itu Audrie tersenyum lebar. Ia kini baru sadar betapa rindunya ia dengan suara itu. "Ada apa ayah menelepon?"

"Begitukah caramu menerima telepon, Drie? Kau tidak merindukanku?"

Audrie tertawa dan mengangguk walau pun ia tahu ayahnya tidak akan bisa melihatnya. "Tentu aku merindukanmu, ayah." Ia tersenyum konyol mengingat hari-harinya dulu. Setiap harinya tidak akan luput dari omelan ayahnya, pertengakarannya dengan ayahnya, serta perdebatannya dengan ayahnya itu. Semua hal itu dulu membuatnya benci berada di rumah. Anehnya, kini ia justru merindukan semua hal itu dan ingin kembali ke rumah.

"Ngomong-mgomong, kudengar tadi ponselmu rusak?"

"Ya."

"Kenapa bisa?"

"Err, sesuatu terjadi." Audrie berjalan ke tangga dan duduk di anak tangga bagian tengah.

"Dasar." Ayahnya terdengar mengehela nafas."Bagaimana kabarmu di sana? Kau tidak merepotkan Uncle John dan Aunty Risa kan?"

"Tentu saja tidak."

"Sudah berapa masalah yang kau buat di sekolah barumu?"

"Ayah!" Audrie tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. Hal yang ayahnya tanyakan adalah bukan soal keadaannya, melainkan soal masalah yang dibuatnya. Sadar ayahnya tidak bisa melihat dirinya, Audrie pun melanjutkan, "Aku sudah berusaha tidak akan membuat masalah apa pun jadi jangan berpikir yang macam-macam, ayah."

"Hahaha ayah hanya bercanda. Syukurlah kau membaik disana."

Audrie tersenyum mendengar suara lega ayahnya. "Bagaimana dengan pekerjaan ayah?"

"Seperti biasa, sibuk."

"Benarkah?" Alis Audrie terangkat mendengar jawaban ayahnya yang singkat itu. "Tumben masih bisa menghubungiku seperti ini. Ayah sekarang ada banyak waktu luang ya?"

High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang