вαɢιαɴ 7|| 2010 peɴcυlιĸαɴ

34 4 0
                                    

Pada Tahun 2010

"Kukumu bagus sekali, aku juga ingin mewarnai milikku"

Zeya tersenyum bangga saat teman-temannya memuji nail art yang dipakaikan oleh Mamanya.

"Mamaku yang pakaikan, katanya jariku cantik kalau dikasih nail art"

Disaat para anak kecil itu berbincang dan bermain tanpa pengawasan, seorang datang menghampiri mereka.

"Dek, boleh Kakak lihat jarinya?"

Zeya menoleh, gadis kecil itu menelisik penampilan wanita yang memakai masker di hadapannya dari atas hingga bawah. Anehnya wanita itu terus memasukkan tangan kanannya ke dalam saku.

"Kenapa?" tanya polos Zeya menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya.

"Kakak suka lihat jari yang indah," katanya membuat Zeya nampak berpikir sejenak.

"Boleh, tapi Kakak juga tunjukin tangan Kakak," tawar Zeya menunjuk tangan wanita itu yang masuk ke dalam saku.

Wanita itu terdiam, tatapannya berubah tapi para anak kecil di hadapannya tak menyadari hal itu.

"Jika Kakak tunjukkan apa kau mau memberikan jarimu?" tanyanya dengan senyuman tipis yang tak terlihat di balik maskernya.

Dengan polosnya Zeya mengangguk lalu menunjukkan tangannya di hadapan wanita itu.

"Sekarang Zeya lihat tangan Kakak!" pinta Zeya tak sabaran.

Wanita itu tak fokus, matanya terus memandang jemari mungil Zeya yang memang indah dan menggiurkan.

Dengan santai ia mengeluarkan tangan di balik sakunya tapi tatapan matanya masih tertuju pada satu objek.

"AAA...!!"

Wanita tak menghiraukan para anak kecil yang berlari ketakutan setelah melihat tangannya. Ia justru tersenyum penuh makna di balik masker yang menutupi wajahnya.
.....

Sampai di rumah Zeya langsung berlari ke kamar. Di rumah hanya ada Bibik yang bekerja, sedangkan Mamanya sedang bekerja di rumah sakit.

Zeya meringkuk di atas kasur dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Apa yang dilihatnya tadi sangat menakutkan.

Memberanikan diri keluar dari kamar, Zeya mendekat ke arah telepon rumah dan menekan setiap angka nomor Mamanya yang selalu ada di samping telepon.

"Mama--"

Tangis anak itu pecah saat panggilannya diangkat.

(Zeya? Kenapa sayang?)

"Mama pulang!" ucapnya sesenggukan membuat Yulis yang berada di balik panggilan kelabakan.

(Iya_ iya Mama pulang. Jangan nangis lagi ok?)

Anak itu masih terisak, ia tak akan merasa tenang sebelum Mamanya datang.

Kurang lebih setengah jam Zeya menunggu, akhirnya Mamanya pulang dengan raut khawatir penghampiri putrinya.

Zeya berhambur memeluk Mamanya erat. Gadis itu menumpahkan tangisannya di pelukan seorang yang menjadi tempatnya mengadu.

Meski bingung, Yulis tetap berusaha menenangkan putrinya dengan mengusap kepalanya.

"Ma"

"Iya sayang?"

"Kakak tadi jarinya cuman empat. Terus empat jarinya gak ada kukunya, ada darahnya empat jari itu hiks_" seraknya menceritakan ketakutannya pada sang Mama yang langsung diam.

Meneguk kasar ludahnya, Yulis melepaskan pelukannya agar bisa menatap sang putri.

"Dia ngomong apa aja sayang?"

|EGO| know yourself [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang