вαɢιαɴ 4|| 2005 ĸeнιlαɴɢαɴ

30 5 0
                                    

Pada Tahun 2005

Membuka mata, Jena meringis pelan saat perutnya terasa perih dan menyakitkan. Meraba permukaan perutnya, wanita itu meneteskan air matanya saat merasa ada perbedaan. Dia menangis bukan karena rasa sakit diperutnya, bahkan sakit itu tak seberapa jika dibandingkan dengan sakit didadanya.

Sesak, perih, bercampur aduk. Ingin marah tapi tak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Buah hati yang ia jaga dan tunggu kehadirannya selama kurang dari sembilan bulan telah direnggut paksa darinya. Dia yang belum sempat menggendong bayinya, bahkan tak diperbolehkan hanya untuk sekedar mendengar tangisnya.

Menangis berjam-jam, Jena hanya diam dengan tatapan kosong saat beberapa Perawat dan Dokter memasuki ruangannya. Wanita itu tak memiliki ekspresi sedikitpun tapi air matanya terus mengalir hingga membuat siapapun yang melihatnya merasa kasihan jika saja tak ingat bahwa dia merupakan orang yang dituduh melakukan pembunuhan mengerihkan.

Berniat mengusap air matanya dengan tangan satunya yang tak berada di atas perutnya, Jena menoleh saat merasa tangannya tak bisa digerakkan. Terkekeh pedih, wanita itu tak habis fikir dengan mereka yang memborgol salah satu tangannya. Apakah mereka bodoh? Bagaimana bisa segila ini? Hanya untuk bergerak saja mungkin ia tak mampu setelah perutnya dibedah. Tapi mereka takut dirinya kabur dengan keadaan seperti sekarang?

CEKLEK...

Jena menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka. Dimana pria yang dulu sangat ia dambakan tapi kini tak sudi dirinya lihat berjalan menuju brankarnya.

"Mau minum?" Raka mengambil sedotan dan mengarahkannya ke mulut Istrinya.

Jena terkekeh, menatap Raka yang kebingungan dengan kekehannya barusan.

"Apa kau sedang bersikap baik sebelum menuntut hukuman mati padaku?" sinis Jena membuat Raka terdiam.

"Apa dia sempat menangis?" lirih Jena kali ini kembali berkaca-kaca.

Raka menunduk, dirinya tak mampu terus terlihat kejam di hadapan seseorang yang ia cintai. Raka pun hancur, tapi ia tak bisa ikut menjadi penjahat. Dirinya telah bersumpah untuk menjunjung tinggi kebenaran dan melawan kejahatan.

"Kau mendengarnya? Ah Maaf_ sepertinya kau pun tak peduli," ralat Jena memalingkan wajahnya dari pandangan Raka.

Raka menatap dalam Jena yang enggan menatap dirinya. Mengusap kasar air matanya, pria itu membuka mulutnya untuk berbicara.

"Dia menangis, tangisannya sangat kencang. Dia memiliki wajah yang sangat cantik, tapi sayangnya tak mirip sedikitpun denganmu"

Jena memejamkan matanya dalam, rasanya sangat sakit mendengar perkataan pria itu tentang buah hatinya. Jika keadaannya berbeda, jika saja bayi itu ada diantara mereka saat ini pasti kabar itu menjadi kabar yang paling membahagiakan. Sayangnya Jena yakin orang-orang kejam itu telah membunuh putri kecilnya.

"Maaf, karena dia memiliki wajahku," lanjut Raka dengan serak, dirinya merasakan sesak yang sangat menyakitkan hingga membuatnya kesulitan bernafas.

Dua orang yang masih saling mencintai itu terisak bersama di ruangan dingin yang sunyi dan hanya terdengar isakan mereka.
......

"Zeya Yujea, dia anak yang aku adopsi. Aku tak sengaja menemukannya di taman. Anggap saja tanggal lahirnya hari ini, tanggal 15 Januari 2005"

Petugas pembuat akta kelahiran itu mengangguk dan mendata informasi yang wanita itu sampaikan.

"Baik, aktanya akan jadi kurang lebih seminggu lagi," kata petugas diangguki wanita itu.

"Terima kasih," ucapnya sebelum pergi membawa bayi yang berada dalam pelukan eratnya.

Wanita itu menatap wajah polos bayi yang tertidur dalam dekapannya. Mengecup lama keningnya, air mata wanita itu menetes saat mengingat perjuangannya menggali tanah basah untuk mendapatkan kembali bayi yang berhenti bernafas selama satu jam.

Dia hampir terlambat, bayi itu hampir kehabisan nafas digelapnya liang lahat.

"Maafin Mama Zeya, Mama terlambat tadi. Terima kasih telah bertahan," ucapnya mengusap lembut pipi halus si mungil.

"Mama tak akan memberitahu Ayahmu ataupun Ibumu. Saat sudah waktunya Mama akan memberitahu semuanya, tapi saat ini lebih baik kita sembunyi," lanjutnya lalu berjalan ke tempat sekumpulan ojek untuk kembali ke rumahnya.
.....

Sebulan setelah keluar rumah sakit, Jena mendapatkan kabar bahwa mereka yang saat dites memiliki gen psikopat akan dipindahkan ke tempat yang lebih ketat dari pada penjara di kota ini.

Wajah pucat dengan badan kurus kering itu hanya pasrah saat petugas menggiringnya masuk ke dalam mobil bersamaan dengan tersangka lainnya.

Jena tak pernah melihat wajah orang-orang yang memiliki dna psikopat yang kata mereka sama sepertinya. Wanita itu berada di sel yang berbeda. Mereka baru disatukan saat ini, tapi justru mata mereka semua ditutup. Kata petugas agar mereka tak bisa mengingat jalan yang dilewati dan berusaha kabur.

Dengan tangan terborgol dan mata tertutup, Jena duduk disalah satu tempat kosong yang di arahkan petugas. Wanita itu sudah pasrah. Bahkan jika hari ini Tuhan berniat mengambil nyawanya sekalipun ia akan menerimanya dengan lapang dada.

Jena merasakan mobil mulai berjalan. Tak ada suara sedikitpun. Para psikopat yang berada satu mobil dengannya juga tak mengeluarkan suara apapun.

Sunyi senyap, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Para psikopat mungkin tengah berfantasi gila dengan membayangkan untuk menguliti korbannya dengan silet tajam lalu menempelkannya lagi kemudian menjahitnya menggunakan benang dan jarum jahit. Itu terdengar menyenangkan untuk dilakukan. Rintihan kesakitan dari para korban terdengar seperti alunan indah yang menjadi candu bagi mereka yang menyukai sang merah kental yang keluar saat benda tajam menyayat kulit manusia.

Hingga pikiran mereka buyar saat merasakan gas yang tersemprot dan membuat mereka kesulitan bernafas serta merasa akan tertidur dalam kegelapan.

Sang sopir keluar membuka pintu belakang mobil. Sayup-sayup dalam kegelapan mereka masih bisa mendengar jelas perkataan orang tersebut.

"Yendik high school. Ingat itu baik-baik dalam memori kalian. Saat usia enam belas tahun, mendaftarlah di sekolah tersebut"

Jena mengeryit dalam kegelapan. Entah apa yang dikatakan orang aneh tersebut. Dirinya saat ini bahkan sudah hampir kepala tiga, dan orang itu mengatakan untuk mendaftar sekolah disaat umur enam belas? Jena rasa orang itu benar-benar gila.
.....

"PARA PSIKOPAT MENGHILANG! MOBILNYA TERPARKIR DI TENGAH JALANAN SEPI YANG ADA DI HUTAN. SOPIR YANG SEHARUSNYA BERSAMA MEREKA DITEMUKAN TEWAS DI BELAKANG SEL PENJARA. APA YANG TERJADI SEBENARNYA! LALU SIAPA YANG MENYOPIR MEREKA!"

Detektif lain menunduk saat Dayat berteriak ke arah mereka yang tadi bertugas menghantar para psikopat.

"Kalian tidak melihat sopirnya?" para Detektif yang lebih muda menggeleng.

"Pria itu memakai masker dan topi. Postur tubuhnya sama seperti sopir yang bertugas. Kami tak menaruh kecurigaan sama sekali padanya," jelas salah satu diantara mereka akhirnya mengeluarkan pembelaan.

Dayat meraup wajahnya frustasi. Pria itu membanting setiap barang yang ada di hadapannya.

Kehilangan Adiknya yang baru sembuh dari penyakit ginjal membuatnya berambisi membunuh para psikopat gila. Adik perempuannya yang bertahan selama bertahun-tahun akhirnya bisa mendapat donor dan operasi justru dibunuh secara kejih oleh makhluk yang tak bisa disebut sebagai manusia.

......
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA
☞ ☆ ☜

|EGO| know yourself [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang