вαɢιαɴ 3|| 2005 pαĸѕααɴ

28 5 0
                                    

Pada Tahun 2005

"Aborsi?! Kandungannya bahkan sudah hampir sembilan bulan!" pekik Yulis saat beberapa Detektif memintanya melakukan operasi untuk pengambilan bayi yang bahkan sudah sempurna dan hanya butuh beberapa minggu lagi untuk dilahirkan.

"Tidakkah kalian mempunyai hati nurani? Bagaimana bisa kalian memintaku membunuh seorang bayi tak bersalah?!"

"Saat ini dia memang tak bersalah. Tapi beberapa tahun lagi dia akan membunuh banyak orang lain yang tak bersalah!" sanggah Dayat menaikkan nada bicaranya.

Yulis menggeleng tak percaya dengan air mata yang sudah berjatuhan. Sanggupkah ia membunuh seorang bayi dari sahabat yang sangat dirinya sayangi? Yulis tak mengetahui apakah kebenaran itu benar adanya. Tapi dirinya tak mungkin bisa melakukan hal itu pada sahabatnya sendiri.

"Aku perlu ijin keluarga untuk melakukannya," kata Yulis setelah menarik nafas panjang.

"Tak perlu, karena janin itu sudah dipastikan memiliki gen psikopat"

"Kalau begitu aku tak bisa melakukannya," jawab Yulis membuat Detektif itu menggeram marah.

"Raka akan menyetujuinya. Aku akan mendapatkan tanda tangannya," ucap Dayat yakin.

Yulis mendongak, wanita itu tak habis fikir dengan kejamnya orang-orang yang berniat untuk membunuh bayi yang bahkan belum terlahir ke dunia. Jika seandainya Raka menyetujui untuk melakukan aborsi, maka pria itu tak lebih baik dari para psikopat di luar sana.

"Berikan surat ijinnya, dan aku akan meminta tanda tangan Raka," kata Dayat membuat Yulis terpaksa menyerahkan lembar ditangannya.

"Kalian semua adalah sampah!" maki Yulis sebelum para Detektif pergi.
.....

Sedangkan di penjara, seorang wanita dengan wajah yang sudah pucat menatap nanar sosok pria yang baru menjenguknya setelah dua minggu tak menampakkan diri hanya untuk sekedar menyapa.

"Duduklah"

Suara itu terdengar sangat dingin, berbeda dengan suara dari orang yang selama ini ia kenal. Jena tersenyum sedih mendengar nada bicara Suaminya yang tak sehangat dulu.

"Apa alasannya?"

Jena mendongak, menatap Raka yang baru saja mengajukan pertanyaan yang tak dimengerti olehnya.

"Alasan?"

"Alasan kau membunuh mereka yang tak bersalah"

Jena hampir terbahak mendengar ucapan Raka. Benarkah sekarang dirinya hanya seorang diri? Bahkan orang yang paling dia percayai didunia ini saja kini menuduhnya.

"Kau percaya aku membunuh mereka?" lirih Jena mencoba mencari setitik kepercayaan pria tersebut padanya.

Raka menarik nafas kasar. Dirinya terlalu sesak membicarakan hal ini pada sosok yang dicintainya. Namun ia tak bisa buta fakta. Bagaimanapun dirinya harus menghukum pelaku kejahatan.

"Mereka akan mengarborsimu secara paksa," beritahu Raka tanpa menjawab Jena.

Tubuh Jena bergetar mendengar penuturan Raka barusan. Tanpa izin, lelehan air matanya jatuh membasahi pipinya yang terlihat lebih tirus daripada beberapa minggu yang lalu.

Jena menggeleng keras, menatap Raka dengan tatapan kecewa. Hatinya hancur mendengarnya.

"Bagaimana-- Bagaimana bisa kau melakukannya?" serak Jena berusaha meraih tangan Raka yang langsung ditarik menjauh darinya.

"Mas??" lirih Jena dengan tatapan memohon pada sang Suami yang juga merupakan bagian dari bayi dalam kandungannya.

"Dia juga bayimu. Bagaimana?-- BAGAIMANA BISA KAU SEKEJAM INI?!"

|EGO| know yourself [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang