Prolog

1.4K 119 23
                                    

Zhang Hao membenci pelajaran sains dan ia juga membenci makanan berkuah dan makanan pedas, dan satu hal lagi Zhang Hao juga begitu membenci Sung Hanbin.

Sung Hanbin adalah tetangganya sedari kecil, hingga kini pun mereka sudah tumbuh dewasa dan mereka tetap tumbuh di lingkungan yang sama, satu hal lagi mereka selalu berada di sekolah yang sama.

"Hao, kamu lagi sibuk nggak?" tanya Minghao sambil sibuk menata makan siang diatas meja.

"Nggak, Ma. Kenapa?" sahut Zhang Hao yang masih sibuk dengan tontonan di ruang keluarga yang memang dekat dengan dapur.

"Anterin makanan ke rumah Hanbin ya? Kasian nak, takut dia belum makan," ujar Minghao dengan senyum tulus, ia kemudian menghampiri sang anak dan menyerahkan satu rantang susun berisi makanan kepada sang anak sulung.

Zhang Hao memutar bola matanya malas. Sepertinya ia semakin membenci tetangganya yang ia anggap sangat menyusahkan dan merepotkan nyaris setiap hari.

Hanbin dan Hanbin setiap hari. Zhang Hao sampai muak.

Sepetinya Hanbin benar-benar sudah menjadi duta menyusahkan nyaris setiap hari, atau Zhang Hao harus menyebutnya benalu saja sekalian, karena si lelaki manis penyandang marga Sung itu memang sudah seperti benalu yang selalu menempel pada keluarganya, bahkan bocah itu selalu menyusahkan keluarga Zhang Hao.

"Ma, bisa nggak kalau nggak usah mikirin dia, dia anak orang kaya, gak mungkin dia gak makan cuma karena tinggal sendirian," dumel Zhang Hao dengan muka masam.

Minghao sedikit meringis mendengar penuturan anak sulungnya yang terkesan tak punya hati. "Hao, jangan ngomong kayak gitu lagi ya, kalau sampai Hanbin dengar kamu bisa menyakiti hatinya."

"Modelan kayak Hanbin yang tengil dan centil itu mana bisa ngerasain sakit hati, udah lah aku gak mau berdebat sama mama cuma karena dia, aku bakal nganter makanan ini ke bocah nyebelin itu," kata Zhang Hao dengan sedikit ogah-ogahan.

Zhang Hao langsung berlalu pergi begitu saja dan Minghao menghela napas pelan. "Andai kamu tau, Hao, pasti kamu gak akan sebenci ini sama Hanbin," gumam Minghao terlihat sedih.

Sementara itu, Zhang Hao akhirnya sudah sampai di depan pintu rumah Hanbin, dan ia tanpa permisi langsung saja membuka pintu besar di hadapannya dan nyelonong masuk ke rumah Hanbin yang selalu terlihat sepi senyap setiap hari, karena Hanbin memang tinggal sendirian kalau orang tuanya sibuk bekerja ke luar kota atau luar negeri hingga jarang pulang ke rumah.

"Hanbin-" Belum selesai Zhang Hao berucap, si bocah yang ia anggap sangat menyebalkan sudah lebih dulu berseru agak heboh disertai rengekan nya yang sudah seperti anak TK.

"Kak Hao~" Hanbin langsung berlari ke arah Zhang Hao dan nampak senang melihat kakak kesayangannya datang ke rumahnya.

Hanbin langsung memeluk yang lebih tua dengan senyum cerah yang tak pernah luntur dari wajah cantiknya.

Zhang Hao sendiri memilih untuk diam dan tak membalas pelukan yang lebih muda.

Zhang Hao berdecak jengkel ia sudah sangat jengah, karena Hanbin masih tetap setia memeluknya dan malah makin mempererat pelukannya di tubuh tegap nan tinggi Zhang Hao. "Bisa lepasin nggak? Gue gak nyaman," ucap Zhang Hao secara terang-terangan.

Hanbin langsung melepaskan pelukannya masih dengan senyum manis yang tak luntur sedikitpun.

"Maaf kak, sengaja, hehe," ujar Hanbin tanpa rasa malu, Zhang Hao mendelik sinis. "Terserah lo, nih ambil, dari nyokap gue," kata yang lebih tua dengan muka masam. Ia bahkan berbicara dengan nada ketus pada Hanbin dan Hanbin sudah biasa akan hal itu.

Hanbin mengambil alih rantang susun dari tangan besar sang dominan. "Kak Hao nginep disini yuk nanti malem."

"Nggak!" tolak Hao secara mentah-mentah.

LAST HOPE (HAOBIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang