Let it be

1.3K 277 77
                                    

Melissa sudah berhenti merajuk setelah Jeon-jonas menjanjikan akan membawanya ke mansion Krista dan berjalan-jalan setelahnya. Wanita itu masih sering bungkam tapi karena Jeon-Jonas punya keahlian dalam membujuk, Melissa luluh pada akhirnya.

Jeon-Jonas hanya berdiri di daun pintu saat Melissa menyusun jepitan rambut, sisir, cokelat dan ponsel ke dalam shoulder bag-nya. Melihat wanita itu sedang teliti dengan wajah lugunya hanya membuat Jeon-Jonas tidak sabar untuk melihat wajah bayi mereka.

“Sudah selesai,” umum Melissa.

Jeon-Jonas mengulurkan tangan untuk membawa wanita itu berjalan bersisian dengannya dengan jemari saling bertaut.

Nevan membungkukkan badan, membukakan pintu lift untuk keduanya dan mempersilakan masuk.

“Kau sudah tanyakan pada mereka?”

Melissa menengadah menatap Jeon-Jonas dan Nevan yang banyak menunduk di hadapannya. “Sudah, Bos.”

“Hm. Kerja bagus.”

Pintu lift terbuka, Melissa merasakan satu tangannya digamit kembali oleh tangan besar Jeon-Jonas dan dibawa berjalan ke depan. Ia sedikit bingung ketika seorang wanita menatap lurus pada mereka.

“Namanya Melissa.”

Melissa mengangkat kepala untuk menatap suaminya. “Ya?”

“Perempuan itu, namanya Melissa juga.”

Melissa menatap kembali wanita tersebut. “Kenapa rambutnya berantakan?”

“Dia—dianiaya oleh kekasihnya.”

Melissa termenung sejenak sebelum berhenti beranjak sehingga Jeon-Jonas harus menunduk dan mengerutkan dahi.

“Aku punya sisir di dalam tas, aku berikan padanya saja.”

Jeon-Jonas menghentikan gerakan Melissa. “Tidak.” Ia melirik Xavia yang berdiri di belakang. “Biar Xavia yang memberikannya.”

Jeon-Jonas sangat yakin bahwa istrinya tersebut akan bertanya banyak tentang apa yang terjadi, dan Jeon-Jonas tidak ingin Melissa tahu bahwa ia memerintahkan anak buahnya untuk menghabisi Davidson.

Melissa memberikan sisir di dalam tasnya kepada Xavia.

“Akan saya berikan padanya, Nona,” ujar Xavia seraya tersenyum.

“Aku juga punya cokelat, tolong berikan padanya,” pinta Melissa memberikan satu bungkus cokelat pada Xavia.

“Baik, Nona.”

Baru pada saat itu, Melissa bersedia dibawa beranjak oleh Jeon-Jonas, kendati tatapannya tetap melirik Xavia yang berbicara pada perempuan asing itu.

“Apa kekasihnya sudah pergi?” tanya Melissa, menengadah kembali.

“Hm.”

“Ke mana?”

“Tempat yang jauh, tidak ada yang bisa menemukannya.”

“Kau di sana saat perempuan itu dianiaya?”

“Tidak, aku hanya dengar desas-desusnya dari anak buahku.”

“Apa dia tidak bisa menginap di hotel untuk sementara?”

“Dia sudah akan pergi dari sana, Pinky.”

“Bagaimana kalau laki-laki itu menemuinya lagi lalu menganiaya perempuan itu lagi?”

“Itu tidak akan terjadi.”

Lagipula Davidson sudah tewas, entah di mana mayatnya di campakkan.

“Tolong izinkan dia tinggal di hotel kita, ya.”

BABY PINKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang