Monsters are gone

1.5K 259 50
                                    

Langkah Jeon-Jonas nyaris setengah berlari saat memasuki gedung miliknya dan menghampiri Xavia yang kelabakan di depan pintu ruangan.

“Saya minta maaf sudah melakukan—”

Satu tamparan mendarat di pipi Xavia sehingga wajah wanita itu refleks terlempar ke samping. Namun demikian, ia tetap memosisikan kepalanya ke arah semula untuk membungkuk hormat di depan Jeon-Jonas.

Dengan wajah datar, Jeon-Jonas masuk ke dalam ruangannya yang dibukakan oleh anak buah yang berjaga di depan. Ia beranjak tegap menuju ruang tidur kemudian mengambil duduk di ujung ranjang dan membelai rambut Melissa yang berbaring lemah di tempat tidur.

Selama dua hari ia harus menelusuri sendiri keberadaan Black Shooter dan meninggalkan Melissa dalam penjagaan Xavia dan anak buah lainnya. Kesalahan Xavia adalah, ia membiarkan Melissa ketakutan dalam hujan dan tidak memberitahu Jeon-Jonas mengenai hal tersebut.

Perempuan itu berpikir bahwa memberitahu Jeon-Jonas hanya akan membawa masalah padanya. Ia memilih menenangkan Melissa yang kian panik, tidak tahu bahwa obat penenang Melissa saat takut hanyalah keberadaan suaminya.

“Pinky.” Ia bergumam seraya mengeluskan jemarinya di pipi pucat istrinya tersebut. “It was my fault, Honey.”

“Akan lebih baik kalau kau bersama Enna di Las Vegas, Sayang,” bisiknya masih membelai pipi Melissa.

Hngh.” Ia mengusapkan jarinya pada kelopak mata Melissa yang tertutup namun berurai air mata. Jeon-Jonas yakin dalam tidurnya sekalipun, wanita ini masih ketakutan mengingat petir.

“Hm?” Jeon-Jonas bergumam dalam sepi. “Pulang menemui Enna saja?” bisiknya.

Melissa terisak lirih, Jeon-Jonas mendesah berat kemudian menepuk-nepuk lengan istrinya tersebut dengan sayang. “Mm-hmm, the monsters are gone, I’m here with you.”

Satu gerakan pelan, Jeon-Jonas pada akhirnya ikut berbaring di sisi wanita itu kemudian memeluknya sambil menenangkan. Perlu menghabiskan beberapa menit sebelum Melissa kemudian berhenti mengigau dalam tidurnya.

Sleep tight, My Love.”

***

Duduk di dalam ruang tidur dengan keadaan shirtless dan bersandar di tempat duduk dan kaki di atas meja, Jeon-Jonas memperhatikan Melissa yang masih terlelap di atas ranjang.

Ia perlu mengatur rencana untuk melindungi wanita itu. Selain rumah baru yang telah disiapkan di Las Vegas dan penjagaan ketat dari para anak buahnya yang sudah berjaga di sana. Ia juga perlu meminta wanita itu agar tidak menemui siapapun termasuk temannya untuk waktu yang lama.

Melissa harus tetap berada di rumah itu sampai semuanya terasa aman.

Jeon-Jonas melipat kedua kaki jenjangnya seraya meneguk bir dalam gelasnya. Mengejutkan karena tanpa diduga siapapun, Darrick selaku pemimpin kelompok Black Shooter bekerja sama dengan Bernard.

Kini semua sudah tidak membingungkan mengapa Darrick mengincarnya. Hal itu tentu saja karena Bernard ada di sana, sebagai penghasut yang mungkin membagi keuntungan bersama Darrick.

Jeon-Jonas meraih ponselnya yang menampilkan panggilan telepon dari Nevan. Tidak ingin dering ponselnya mengganggu tidur Melissa, ia segera menerima panggilan tersebut.

“Hm?” tanyanya pelan seraya menatap lurus ke tempat tidur.

“Ada keributan di bawah, Bos.”

“Selesaikan.”

“Dia Davidson, Bos. Salah satu tamu VVIP kita, pejabat terkenal di Florida.”

Jeon-Jonas memejamkan mata seraya membuang napas. “Tahan dia di sana, aku akan turun.”

BABY PINKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang