Melissa

1.3K 249 40
                                    

ONE WEEK LATER

Nevan mengecek dua perawat yang akan masuk dan memeriksa keadaan Jeon-Jonas. Setelah mengecek tag nama dan alat-alat yang dibawa, Nevan memberi kode kepada anak buah Jeon-Jonas yang lain untuk membuka pintu dan mempersilakan keduanya masuk.

Nevan ikut masuk ke dalam lantas memperhatikan kinerja kedua perawat tersebut ketika mengecek infus, membuka pakaian dan mengganti perban yang menutupi jahitan luka di tubuh pria itu.

Minggu lalu, rumah sakit ini begitu tegang karena puluhan anak buah Jeon-Jonas menyerbu masuk dan memerintah dokter terbaik di sana untuk menangani luka Sang Bos. Ini nyaris seperti dejavu, di mana Jeon-Jonas juga pernah terluka begitu parah dan satu rumah sakit harus panik karenanya.

Tidak ada satupun anak buah Jeon-Jonas yang ingin pria itu pergi. Mereka buru-buru memindahkan tubuh Jeon-Jonas ke hospital bed dan didorong menuju ruang IGD.

Beruntung pada saat itu, mereka bertemu dengan satu dokter ternama rumah sakit. Tidak butuh waktu lama untuk mereka memerintah pria itu menangani Jeon-Jonas diiming-imingi imbalan besar bila berhasil mengoperasi bos mereka.

Untungnya, kendati kehabisan banyak darah, operasi berjalan lancar. Dokter tersebut mengucap terima kasih karena mereka membawa Jeon-Jonas sangat cepat sehingga pria itu tidak sempat kehilangan kesadaran.

Tidak bisa dibayangkan bila sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu, kelompok mungkin akan berantakan atau mungkin pecah-belah karena pimpinan mereka sudah tiada.

Nevan menggeleng kecil, memilih mengamati gerakan kedua perawat tersebut saat memeriksa keadaan Jeon-Jonas. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding, sudah akan mengecek ponsel sebelum berhenti karena melihat gerakan kecil dari tangan Jeon-Jonas.

“Tangannya bergerak baru saja,” celetuknya.

Kedua perawat tersebut memeriksa dengan cepat. “Benar, Tuan Jeon sudah akan sadar.”

Nevan melangkah lebar mendekati ranjang, tersenyum lepas begitu melihat kelopak mata Jeon-Jonas perlahan terbuka. “Bos!”

Tatapan Jeon-Jonas bergerak pelan untuk menyeimbangkan pandangan, menggumam serak saat tatapannya bertemu dengan tatapan Nevan. “Minum,” bisiknya.


***


Jeon-Jonas menghela napas saat Nevan membantunya bersandar di kepala ranjang dan membenarkan letak selimutnya. “Kau dan Ben sama saja, sama-sama memperlakukanku seperti anak kecil saat aku sakit.”

“Bos sudah sepantasnya mendapat perhatian lebih seperti ini,” sahut Nevan. “Kami semua sangat khawatir sampai menyeret dokter ternama rumah sakit ini untuk menangani luka Anda.”

Jeon-Jonas sedikit menyibak pakaian rumah sakit yang ia kenakan untuk melihat perban yang membalut dada dan lengannya. “Kalian memberinya hadiah?”

“Kami menghadiahkan satu rumah mewah sebagai imbalan, Bos.”

Jeon-Jonas mengangguk. “Kirimkan dia sepuluh juta dollar, dia pantas mendapatkannya.”

“Baik, Bos.”

Ketika Nevan sibuk dengan ponselnya untuk mengirim sepuluh juta dollar ke rekening dokter yang disebutkan, Jeon-Jonas melirik dinding kaca yang menghiasi pandangannya. Dulu ketika ia terluka seperti ini, Melissa menangis tersedu-sedu karena melihatnya berbaring di ranjang rumah sakit.

Jeon-Jonas ingat bagaimana wanita itu menangis dan dengan polos menaiki tempat tidur kala Jeon-Jonas memintanya. Ia bahkan dengan puas menciumi wajah wanita itu saat ia berdalih bahwa berciuman dengan pacar adalah salah satu obat mujarab agar ia lekas pulih.

BABY PINKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang