Enough, Enna

1K 231 80
                                    

Melissa membuka satu per satu video dalam galeri ponselnya. Masih begitu banyak video mereka di Eil Malk saat melihat ubur-ubur pertama kali.

Ada video saat mereka memenangkan banyak boneka simba dan Melissa kelimpungan membawa semuanya.

Melissa merengut, terutama saat menemukan video Jeon-Jonas yang tersenyum lepas saat menghidangkan pancake kesukaannya di atas meja dan mereka menyantapnya bersama.

Melissa bisa merasakan desakan di pelupuk matanya namun segera ia usap agar tidak sempat terjatuh.

Ini sudah lebih seminggu tidak ada kabar apa pun dari pria itu dan ia tetap tidak diizinkan untuk sekadar mengirim pesan atau telepon.

Melissa ragu Jeon-Jonas merasakan rindu yang sama besar seperti yang ia rasakan sekarang, Melissa ragu pria itu masih mengingatnya.

Semua orang menjelaskan bahwa pria itu baik-baik saja di sana, namun untuk sekadar mengirimkan pesan singkat saja—mengapa begitu susah. Mengapa seolah hanya Melissa yang menginginkan pria itu di sini, mengapa seolah hanya Melissa yang mencintai dan pria itu tidak.

Melissa buru-buru menyeka air matanya yang sempat terjatuh saat pintu kamarnya diketuk dari luar.

Enna kemudian masuk dengan sebuah nampan berisi susu khusus untuk Melissa—susu hamilnya.

“Hei, aku hampir lupa kalau aku belum mengantar susu ini untukmu,” tutur Enna seraya duduk di tepi ranjang.

Melissa mengucap terima kasih sebelum menerima susu tersebut dan meneguknya perlahan.

“Sedang apa tadi?” tanya Enna berbasa-basi kemudian menerima kembali gelas kosong dari Melissa.

Melissa menggeleng sebagai jawaban.

“Kau tau, kau bisa menceritakan apa pun padaku, kita sudah seperti keluarga, Melissa.”

Melissa menggeleng lagi, kali ini lebih keras dan ia tampak meremas ujung gaunnya.

“Kau merindukan Jeon?”

Melissa menggeleng lagi. “Dia juga tidak rindu padaku.”

“Dia merindukanmu, aku yakin itu. Ada banyak masalah besar di sana dan kurasa dia hanya butuh waktu untuk menyelesaikannya.”

Melissa membiarkan air matanya luruh begitu saja. “Tapi dia selalu membiarkanku seperti ini, dia selalu meninggalkanku seperti ini,” isaknya parau.

“Mel…”

“Aku selalu mengidam sendirian—aku banyak menginginkan hal yang seharusnya dia penuhi tapi dia tidak pernah bersamaku,” isak Melissa kian berantakan.

“Dia berjanji … dia berjanji untuk menemaniku melihat bayi kami tapi dia tidak menepatinya. Dia tidak memedulikan kami,” geleng Melissa kian tersedu. “Dia tidak memedulikan kami, Enna.”

Enna meraup Melissa ke dalam pelukan, mengusap punggung bergetar Melissa dengan sayang. “Aku minta maaf untuknya.”

Melissa menangis kian kencang. “Dia tidak peduli pada kami.”

***

Ben menekan tombol lift terburu-buru untuk naik ke lantai atas di mana Melissa berada. Ketika berpapasan dengan Enna, yang tengah membawakan satu mangkuk berisi air hangat dan kain, ia mengutarakan kecemasannya.

“Apa yang terjadi padanya?”

Enna membuang napas pelan. “Demamnya belum turun, dan kalau melihat gejalanya, ini bukan hanya demam, dia terlalu banyak beban pikiran.”

BABY PINKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang