sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʟᴀɴᴊᴜᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ᴠᴏᴛᴇ. sᴇʙᴀɢᴀɪ ʙᴇɴᴛᴜᴋ "ᴍᴇɴɢʜᴀʀɢᴀɪ"
ᴋᴀʀʏᴀ ᴏʀᴀɴɢ ʟᴀɪɴ.🧚🏻♀Bunyi lonceng pada pintu mampu membuat Raka yang kini tengah berbincang dengan salah satu karyawan kini menolehkan kepalanya mendapati sang istri tersenyum manis seraya menenteng bekal makanan yang ia buat.
"Udah kan?" ucap Raka pada karyawannya.
"Iya pak, saya permisi dulu"
"Siang bu" Anne hanya tersenyum menanggapinya.
Raka berjalan kearah Anne "Kirain kamu kerja" ucap Raka seraya duduk disamping Anne. Anne menggeleng "Kan udah aku bilang, ayah galak kalau marah"Godanya pada Raka. Bisa Anne lihat wajah Raka yang merona saat Anne menggodanya.
"Demi kebaikan kamu" ucap Raka pura-pura cuek. Raka menggandeng tangan Anne menuju ruangan miliknya yang berada dibelakang.
Anne menghidangkan beberapa makanan yang ia buat "Khusus buat kamu" saat ia telah menghidangkan semuanya.
Bukannya Raka memakan makanan yang Anne buat, Raka justru menatap Anne tanpa ekspresi "kenapa? Ada yang salah ya" tanya Anne heran. Anne merasa ia tak berbuat sesuatu pada Raka kali ini. Namun, melihat ekspresi Raka padanya membuatnya menjadi bingung, ia butuh jawaban.
"Aku kan udah bilang, jangan kecapean." Anne tersenyum mendengarnya, ia sekarang tahu mengapa Raka menatapnya seperti itu "Nggak kok, aku tadi udah istirahat juga sebelum kesini" Anne meyakinkan Raka yang masih menatapnya.
Raka menghela nafas, ia mengusap lehernya sembari berdehem pelan pela"Maaf, aku kasar banget ya sama kamu" Raka merengkuh tubuh mungil Anne secara tiba-tiba lalu memeluknya. Mengingat kalau ucapan dan perilakunya terhadap sang istri tidak baik, ia merasa bersalah padanya.
Anne menggeleng didalam pelukan Raka tidak membenarkan ucapan suaminya. Ia tau betul perubahan hormon yang terjadi pada Raka saat kehamilan keduanya kali ini. "Nggak mas, aku seneng kok dapat perhatian sama kamu" ia melepaskan pelukannya lalu menyuapi Raka dengan berbagai hidangan yang ia buat. Sesekali menyahut saat Raka bercerita padanya tentang pekerjaan dan apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
"Kamu kenapa? Dari kemarin-kemarin aku perhatiin kamu kayak nggak nyaman pas bicara sama aku" Anne menatap Raka dengan curiga.
Raka menggeleng pelan, mematahkan kecurigaan Anne padanya "Aku bukan nggak nyaman bicara sama kamu"
Anne mengerutkan keningnya "terus?"
"leher aku akhir-akhir ini sakit kalau bicara lama" ucap Raka. Anne menghentikan tangannya yang udah siap menyuapi Raka kembali "Udah ke dokter?" Raka menggeleng. "kenapa?"
"Aku takut nggak bisa bicara kayak gini lagi Anne. Padahal kata dokter suara aku udah mau 100% sembuh, aku malah over banget kalau sembuhnya cuma sementara aja"
Anne mendekat ke arah Raka "sekarang kalau bicara masih sakit nggak?"
Raka mengangguk "agak sakit, tapi masih bisa aku tahan" Anne menggeleng tak setuju "Jangan ngomong dulu ya? Pakai isyarat aja, aku takut nanti sakitnya bakal tambah parah"
"Anne nggak papa?" tanya Raka. Pasalnya yang mengganggu pikiran Raka salah satunya ini. Raka takut kalau Anne jadi nggak nyaman lagi kalau Raka harus pakai isyarat lagi kalau sama Anne. Padahalkan mereka udah mulai terbiasa tanpa bantuan bahasa isyarat.
"nggak papa sayang, Anne nggak tuntut kamu buat lakuin hal yang merugikan diri kamu. Selagi Raka nyaman kenapa nggak?"
"aku takut kamu bosen kalau aku pakai bahasa isyarat lagi" Raka kembali menggerakkan tangannya.
"Aku nggak bosen Raka. Aku nggak akan pernah bosen sama kamu. Jangan mikir aneh-aneh ya" Raka mengangguk.
"Kalau udah jemput putri, kita langsung ke dokter cek kondisi kamu"
Ditempat lain, putri sedang memperhatikan teman-temannya berceloteh "kalian bisa diam nggak sih? Cerewet tau" tegur putri yang jengah mendengar mereka berdebat hal-hal yang tidak penting.
Mereka semua menoleh menatap putri "ini mulut aku, jadi suka-suka aku dong"
"Emang mulut kamu, tapi yang punya telinga disini bukan cuma kamu angel"
Gadis dengan rambut sebahu kini menatapnya tajam "emang kenapa? Kita nggak ganggu kamu juga"
Putri menghela nafas "Iya nggak ganggu, tapi suara kalian udah ganggu pikiran aku buat belajar"
"Siapa suruh belajar"
"mau-mau akulah! Dari pada jadi orang bodoh kayak" Putri tak melanjutkan ucapannya tapi langsung menatap beberapa temannya.
"Mending kita cerewet daripada ayah kamu bisu"
Putri menggebrak meja kesal maju berjalan kearah mereka. Ia menatap lelaki yang memiliki tinggi setara dengannya "Kamu mau aku pukul ya" Putri menarik baju temannya seraya tangan kanan melayang di udara hendak memukulnya.
"astagfirullah, hei! Nggak boleh" putri yang hendak memukul kini mendorongnya pelan lalu mencubitnya.
"ibu! Putri cubit aku" adunya seraya memperlihatkan lengannya.
"aduh Hayyan, putri. Jangan berkelahi oke? Kalian kan teman." Putri hanya memutar bola matanya malas lalu menatap Hayyan kembali.
"Hayyan banci" celetuknya. "ibu guru, Hayyan yang duluan. Dia ngatain ayah putri, padahal Hayyan nggak pernah tuh bicara sama ayah aku"
"Hayyan putri nggak boleh kayak gitu lagi ya. Hayyan juga, kamu kan cowok nggak baik ngatain orang kayak gitu."
Hayyan menggeleng tak terima "Putri duluan, dia tegur kita katanya kita berisik."
"kamu emang berisik. Putri belajarnya nggak fokus tau!"kesal Putri.
"alasan"
"Hayyan! Kamu mau aku cubit ya?!"
-ɪ ʜᴏᴘᴇ ʏᴏᴜ ᴇɴᴊᴏʏ ɪᴛ-
"𝐼 𝑑𝑜𝑛'𝑡 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡 𝑎 𝑙𝑜𝑡 𝑜𝑓 𝑠𝑢𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡, 𝑏𝑢𝑡 𝐼 𝑗𝑢𝑠𝑡 ℎ𝑜𝑝𝑒 𝑡ℎ𝑒 𝑓𝑒𝑒𝑙𝑖𝑛𝑔𝑠 𝐼 𝑤𝑎𝑛𝑡 𝑡𝑜 𝑐𝑜𝑛𝑣𝑒𝑦 𝑡𝑜 𝑦𝑜𝑢 𝑔𝑢𝑦𝑠 𝑐𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑."
KAMU SEDANG MEMBACA
AND THAT'S YOU
FanfictionMas raka...menurutku pernikahan itu adalah rumah, tempat kita pulang. 𝐒𝐭𝐚𝐫𝐭: 09-04-21 𝐅𝐢𝐧𝐢𝐬𝐡𝐞𝐝: Copyright© Hyufanyav, 2021 #Hak cipta dilindungi oleh undang-undang