IV

145 16 0
                                    

"Dok, kayanya lama bener gua bediem disini? Habis berapa kira-kira?"








Zoro membuka mulutnya berbasa-basi selama Law memeriksa keadaan mata sebelah kiri Zoro. Bagian mata yang mengalami keadaan yang amat mengkhawatirkan. Zoro bertanya bukan hanya sekedar berpikir bagaimana ia akan membayar biaya rumah sakit yang tidak mungkin bernominal kecil. "Suruh sapa sakit..." Gumam Law sedikit kesal karena pasiennya yang satu ini merasa lebih dekat dengannya. Dengan waktu satu bulan ia berdiam di tempat polos bernuansa dingin itu, Zoro yang rutin mendapatkan kunjungan sang dokter, Law, merasa ikatan tumbuh antar mereka. Tak peduli tanggapan dingin Law, Zoro masih merasakan kehangatan seorang dokter dalam pria jangkung bersurai gelap itu. Di sisi lain, Law merasa sedikit risih karena pasiennya yang satu ini terlalu bertingkah sok dekat dengan dia yang sama sekali tidak memiliki ketertarikan mengenal pasiennya itu.




"Yaaa, mana gua tau gua bakal separah ini,"




Bodoh, Law pikir orang ini memiliki isi kepala yang memang naif atau bodoh karena pikirannya yang sempit mengenai kehidupan di kota ini. "Udah boleh pulang sih," Ucap Law sembari menaruh kembali senter kecil ke dalam saku jas putihnya itu bekas memeriksa perkembangan kondisi mata Zoro yang tengah melihat kegelapan,, "Selamat, mata sebelah kirinya udah gak bisa digunakan," Sialan memang, Zoro tidak mengerti kenapa orang di depannya itu masih diperbolehkan menjadi seseorang yang berada di gardu terdapan orang-orang yang sakit. "Besok boleh.. keluar dari sini? maksudnya, pulang," Sedikit berat untuk mengatakan kata 'pulang' dari mulut Zoro. Jujur, ia juga bingung akan pulang kemana. "Karena udah kaga ada prosedur pemulihan lain sihh ya udah pulang sono," Jawab Law, menghiraukan prosedur lain di luar prosedur pemulihan. "Gampang bener bahasa lu, bayarannya gimana?" Law terdiam, karena jika harus jujur ia paham dengan apa yang sedang Zoro hadapi saat ini, entah mental maupun keadaan finansialnya. Dia mengerti karena pernah melalui nasib yang sama. Perbedaanya, Law tidak terlalu terluka parah secara fisik. Belum lagi, orang baik lainnya menerima dia dengan mudah untuk memenuhi kebutuhannya secara finansial. Siapakah orang itu? Kalian pasti kepo. Tapi, udah jelas banget ga sih, siapa orang nya??



"Ada lowongan noh disini..." Wajah Zoro mulai bersinar kembali. Dia tidak menyangka hidupnya akan kembali diwarnai dengan warna-warna baru secepat ini. Apa sia pantas mendapat kemudahan dengan cepat seperti ini? Bukankah ia harus mengikuti penebusan dosa? "Lowongan apaan? Jadi OB? Ga papa dah gua mah jadi bagian yang nyedot-nyedot tinja juga," Zoro nyerocos, asumsi Law semakin kuat bahwa orang yang ia pikir mengerikan itu ternyata memang bocah naif yang baru saja keluar dari cangkang telurnya, "Jadi mayat buat para mahasiswa kedokteran yang lagi koas, mau?" Zoro harap, Wado sudah siap di sebelahnya agar ia bisa menggorok leher panjang dokter sialan di hadapannya itu. Wado. Apa para brengsek itu menjaganya dengan baik atau malah membuangnya ke tempat kotor yang bahkan tidak ingin dia bayangkan. "Becanda elah, udah Mas, masih ada sehari, santay aja disini," Law melangkah meninggalkan Zoro dengan wajahnya yang mulai kembali murung dan memberikan aura gelap. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimana ia mempertahankan wajahnya untuk kembali ke kampung halamannya dan bertemu Sensei? Apa yang akan Kuina rasakan setelah tau Zoro gagal membawa mimpinya itu, janji mereka ia hancurkan, apa yang telah ia lakukan? Apakah gadis yang sudah ia anggap rivalnya itu sedang menertawakannya? Zoro harap ia terbahak-bahak melihat kehancuran Zoro sekarang. Atau, Kuina tengah menangis karena hancurnya hidup Zoro? Seseorang yang ia percaya atas segala mimpinya itu dengan mudah menghancurkannya...




Kenapa ia harus menggunakan kunci terkutuk itu? Apa yang harus Zoro lakukan sekarang?










"BANG ZOROOO!!"










Johnny berdiri di samping Zoro sembari berteriak kegirangan menghentak tubuh kekar Zoro yang tengah penuh pikiran. "AYOK KITA CABUT DARI TEMPAT INI!" Lanjutnya sembari memasukan beberapa barang yang ia dan Yosaku bawa sebagai pembantu hidup Zoro selama pemulihan di rumah sakit, "Si Yosaku lagi ada gawe di tempat kerjanya jadi ga sempet ke mari," Zoro menghentikan tangan Johnny yang tengah beres-beres, "Napa, Bang? Si Yosaku minta maaf pake banget, emang kadang jaga warung ikan tuh freelance tapi buat sekarang dia harus fulltime," Bukan itu yang membuat Zoro menahan tangan Johnny. Sebuah pertanyaan muncul di benak Zoro,




Gaham | zosan lokal AuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang