4

452 19 3
                                    

"Imam itu emang dari dulu fisik nya udah lemah. Karena suatu penyakit yang ada di tubuh ibunya Imam pas sedang mengandung dia, salah satu ginjal nya bermasalah." Andri menarik nafas sebentar lalu melanjutkan.

"Saat lahir, satu ginjal nya harus diambil agar gak terinfeksi ke organ tubuh lainnya." Jeda yang cukup lama.
"Ibu nya meninggal saat ngelahirin dia. Ayah nya juga meninggal karena kecelakaan pesawat. Dia sebatang kara. Dia hidup hanya dengan satu ginjal. Dan dia harus selalu kontrol ke dokter." Gue mulai lihat mata Andri yang berkaca-kaca.

"Tapi dia jadi gak punya semangat hidup. Dia sempat berkali-kali mencoba bunuh diri. Dia gak minum obat nya selama berminggu-minggu. Dia bahkan pernah hampir minum racun. Dia bisa mati waktu itu kalo gue gak dateng tepat waktu." Pandangan Andri menerawang. Namun air matanya sudah jatuh. Ia menangis.

"Dia udah gue anggap ade gue sendiri." Kali ini bukan cuma Andri yang nangis. Tapi gue juga.

Afel yang ada di samping Andri cuma bisa genggam tangan Andri, menenangkan.

Sedangkan Erga yang ada di samping gue. Dia udah ngerangkul pundak gue. Ini yang selalu abang gue ini lakukan tiap gue sedih.

----------------------------------

Bayang-bayang percakapan gue sama Andri sebulan yang lalu saat Imam di UGD masih terus terngiang di otak gue.

Waktu itu, saat gue cuma bisa nangis, gue panik. Gue langsung telfon Erga. Lalu dia dateng bersama Afel dan Andri. Membawa Imam ke rumah sakit.

Itu sudah 1 bulan yang lalu. Imam koma. Sejak 1 bulan yang lalu, dia belum juga sadarkan diri. Kata Dokter Arini yang menangani Imam dari kecil, harapan Imam buat pulih udah susah. Ginjal nya rusak. Dan harus tranplantasi ginjal.

Masalahnya adalah... ginjal siapa yang cocok untuk Imam? Bahkan ginjal Andripun gabisa. Dia juga udah gapunya orang tua lagi. Dia anak tunggal dan gak punya saudara.

Tuhan... beginikah nasib orang yang baik kayak Imam?

Gue memandangi wajah Imam dari samping. Tenang banget dia tidur. Tanpa mikirin gue yang super duper
khawatir, tanpa mikirin cemasnya Andri.

Tapi kalo diliat liat.. Imam kalo lagi tidur lucu juga.

"Mam.. sadar dong. Gue amat amat sangat sayang sama lo dan gue gamau kehilangan lo mam. pliss sadar" entah kenapa kata-kata itu muncul dari mulut gue. Ya. Gue akui sekarang. Gue emang amat amat sangat sayang ama dia.

Gue gabisa liat dia kayak gini. Selang disekujur tubuhnya, wajah pucatnya....

Tanpa gue sadari, air mata udah jatuh bercucuran di pipi gue.

Gue harus berbuat sesuatu. Harus!

------------------------

"Kamu yakin Karina?" Tanya dokter Arini harap harap cemas.

"Ya! Saya yakim banget dok! Apa salahnya mencoba kan?" Jawab gue pasti.

"Oke kalo gitu...persiapkan diri kamu Karina. Minggu depan kita akan jalankan operasinya" kata Dokter Arini dengan senyum lembut menghiasi wajahnya.

---------------------

1 minggu kemudian..

Gue ada di ruang operasi sekarang. Sedang tidur di kasur dorong. Sebelah gue, ada Imam dengan berbagai selang di tubuhnya. Kita hanya di pisahkan denfan gorden besar yang tidak ditutup oleh suster- suster.

Saat gue mendengar pintu yang dibuka, gue menoleh dan langsung tersenyum.

Kedua kaka gue, Erga dan Afel. Juga Andri.

"Karina ade gue yang tersayongggg. Semoga operasi lo lancar yaaa. Gue selalu mendoakan lo." Setelah mengatakan itu, Erga mencium puncak kepala gue. Yang gue balas dengan senyuman terima kasih kepada kaka gue yang ganteng dan yang banyak fans nya bertebaran dimana mana.

"Gue bangga jadi kakak lo kar. Semoga jalan lo dipermudah oleh Tuhan." Kali ini kaka gue si Afel yang ngomong. Setelah dia bicara, dia langsung memeluk gue erat. Gue rasa dia menangis. Gue cuma bisa meluk dia balik. Setelahnya, Erga bawa Afel keluar untuk menenangkannya.

Sisa lah gue dan Andri disini.

"Betapa mulianya hati lo Kar" kata Andri terharu.

"Gue ngelakuin ini untuk Imam, ndri" jawab gue dengan senyum tulus.

"Makasih banyak Karina" Kata Andri lalu mengacak-ngacak rambut gue.

"Semangat ya! Gue keluar dulu. Menenangkan Afel" kata nya dengan nada genit dan nge wink.

Oh.. gue tau. Pasti dia mau menenangkan Afel dengan cara playboy nya. Cih.

------------------------

Menit berikutnya, dokter Arini masuk bersama dokter lainnya. Gue baru tau operasi kayak gini perlu banyak dokter dan suster.

Dokter Arini gak sendiri. Ada 2 dokter lainnya. Yang satu cewe dan yang satu cowo. Yang cowo kalo gue liat nametag nya, Namanya Dokter Ghani. Dokter ini berwibawa banget. Senyum nya juga terkesan ramah.

Kalo dokter yang satu lagi ini.. namanya dokter Rafifah. Hmm.. cantik. Lebih cantik dari dokter Arini. Tapi gak seramah dokter Arini dan dokter Ghani sih. Btw, sepatu dokter Rafifah keren. Kayaknya dokter ini fashionable dan.. gaul. Liat aja, kalung nya aja BAP prok prok deh buat dokter dokter disini.

"Karina" panggilan lembut dari dokter Arini menyadarkan gue.

"Eh iya dok?"

"Udah siap?"

"Siap dok!" Jawab gue mantap.

"Oke kalo gitu. Bismillah." Ucapnya sambil memberi isyarat pada kedua dokter dan para suster. Setelah itu, semuanya gelap.

SCAF (story) : KARMAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang