Welcome Readers
Gimana harinya, paginya, siangnya, sorenya, malamnya? Karna aku gak tahu cerita ini sampe di kalian kapan ohok"
.
.
.
.
Happy Reading_____
"Si Aksa, kayanya stres. Ketawa mulu soalnya," Ucap Ayar sambil mengunyah keripik singkongnya.
"Cia, elah. Biarin napa? Lagi bahagia tuh," Tegur Anala yang meneguk jusnya yang tinggal setengah.
Asyiknya mereka makan siang di saat jam istirahat. Mereka begitu menikmati suasana kantin yang tidak begitu ramai.
"Ssttt... Iya, Abang gue lagi bahagia, jangan di ganggu," Sela Annya yang melahap mie baksonya.
"Wah, ganti panggilan, ceritanya..." Cakap Atma tergesa-gesa melahap mie bakso yang masih mengepul.
"Kayak yang gak boleh gue bahagia aja," Sungut Aksa menatap Ayar dan Atma bergantian."Lah, naha kalah ka, aku?" Gelagat Atma terperanjat.
"So, kaget." Beo Agbian menoleh pada Atma.
"Ya, kaget, lah. Kan gue cuma bilang, ganti panggilan, itu doang." Ucap Atma mendelik."Lama-lama gue makan, kalian semua." Hardik Aksa dongkol.
"Santai dong, pak ketu," Sambung Agra mencoba menenangkan suasana."Aiss... Dasar BU*TA!!" Umpat seseorang dari belakang tempat Annya dan Agbian duduk, hingga berhasil mengalihkan atensi Annya.
Terlihat di sebelah sana ada Dian juga, bersama gengnya, kira-kira mereka ada berempat. Dengan begitu Dian menahan tangan temannya yang akan menampar seorang perempuan tuna netra itu.
"Ma–maaf, Kak..." Lirihnya menunduk, meski ia tidak melihat keadaan yang ada di hadapannya.
"Jangan tampar dia." Ucap Dian pada teman di sebelahnya."Lihat, makanannya kena seragam kita," Tukas temannya itu menatap seragamnya emosi.
"Di tampar saja tidak cukup." Senyum devil Dian terukir.
"Ah, lo benar juga." Tawa hambar temannya begitu nyaring hingga membuat Annya mengalihkan fokusnya.Annya menghentikan aktivitas makannya, ia beralih berjalan menuju Dian berada, "Seorang penj*ilat wanita. Jangan jadikan dia korban karena masalah sepele." Papar Annya menatap intens ke arah Dian begitu datar.
"Wah, mantan lo, bukan?" Tanya teman sebelah kirinya dengan kekehan kecil yang begitu Annya benci.
"Tampang menji*jikan." Monolog Annya menatap mereka dengan ji*jik.
"Ouh, lo denger?" Ucap teman Dian itu menatap Dian dengan tawa.Dian terkekeh, "Jangan kasar gitu dong, malah makin cantik," Goda Dian mengulas senyum smirknya.
"Itu dia. Senyuman pengikat andalan keluar, haha..." Ucap si Ucep alias si gondrong denga di akhiri tawanya."Mungkin hanya gue yang tidak akan terpengaruh." Hela Annya memutarkan bola matanya malas.
"Pe–permisi," Ucap perempuan tuna netra itu hendak melenggang.
"Eits, eits... Mau kemana, hah?!" Sela si Ucep menahan langkah perempuan itu.Hendak akan menarik pergelangan tangan perempuan itu namun Annya lebih dulu menangkap tangan si Ucep itu.
"Jangan sentuh dia!" Tekan Annya menatapnya emosi."Tapi tangan lo udah sentuh gue, berarti..." Ucapnya terpotong kala Annya memelintirkan tangan si Ucep itu.
"Diam, atau gue patahin tangan, lo?!" Desis Annya memelintirkannya lagi."Argh!" Erang Ucep menatap Dian memberi tanda.
"Ri, udah!" Cecar Dian.Annya lalu beralih menatap perempuan tuna netra itu, "Ikut aku." Perintah Annya.
Sempat Dian menahan Annya agar tidak pergi, "Minggir!" Sentak Annya muak.
KAMU SEDANG MEMBACA
REPEAT STORY || [On Going+Revisi]™
Ficção AdolescenteSaya mohon jangan jadi pembaca gelap! #Fiksiremaja"«⁰¹-¹²-²⁰²²»"™ Hanya menceritakan sebuah masalalu yang tertulis dalam sebuah buku catatan, tentang Annya yang belum selesai dengan masalalunya. Perempuan yang berketurunan Kota Bandung, tidak sepe...