07. Caution

13 2 0
                                    

Pagi hari yang tenang mendadak berubah menjadi kekacauan bagi Nara.

Gadis itu baru saja selesai mandi ketika suara bel apartemennya berbunyi. Dengan handuk masih melilit tubuhnya, dia membuka pintu tanpa berpikir panjang. Namun, yang berdiri di depan pintunya membuatnya membeku di tempat.

Yeonjun.

Dan yang lebih buruknya lagi—Jay juga ada di belakangnya.

Mata Yeonjun sedikit membelalak saat melihat Nara dalam keadaan seperti itu. Mulutnya terbuka sedikit, jelas terkejut, tapi ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

Sementara itu, wajah Nara seketika memerah. “Ngapain lo berdua ke sini?!” serunya panik, buru-buru menarik handuknya lebih rapat.

Jay, yang peka dengan situasinya, langsung mundur beberapa langkah. “G-gua duluan aja.”

Sebelum pergi, Jay sempat mendekat ke telinga Yeonjun dan berbisik, “Jangan sampai lo kebablasan.”

Yeonjun meliriknya sekilas sebelum ikut membalas dengan suara pelan, “O-oke, gua juga bakal berusaha nggak ngapa-ngapain.”

Jay hanya menghela napas panjang lalu pergi, meninggalkan mereka berdua.

Nara menghembuskan napas lega. Tapi setelah menyadari bahwa Yeonjun masih berdiri di depan pintu, ia kembali menatapnya tajam. “Lo belum jawab! Ngapain pagi-pagi udah nongol di sini?!”

Yeonjun berusaha bersikap santai, meski wajahnya sedikit kemerahan. “Jemput lo.”

Nara memijat pelipisnya, merasa lelah dengan kejutan-kejutan yang selalu datang dari Yeonjun. “Sepagi ini?”

Yeonjun mengangguk, lalu mengangkat ponselnya, menunjukkan jam yang masih menunjukkan pukul 05.30 pagi.

“Masuk dulu. Gua ganti baju.” Nara akhirnya menyerah, menetralkan wajahnya sebisa mungkin sebelum membiarkan Yeonjun masuk ke dalam apartemennya.

Yeonjun pun masuk dan duduk di meja makan, menunggu dengan tenang. Beberapa menit kemudian, Nara keluar dari kamarnya dengan seragam sekolah sudah terpasang rapi di tubuhnya.

Dia membawa sesuatu di tangannya dan menyerahkannya pada Yeonjun. “Blazer lo yang gua pinjem kemarin. Udah gua setrika, udah wangi. Siap pakai.”

Yeonjun menerima blazernya dan melipatnya sebelum memasukkannya ke dalam tas. “Makasih.”

Nara menatapnya sejenak sebelum bertanya, “Lo udah sarapan?”

Yeonjun menggeleng santai. “Justru itu gua dateng ke sini. Pengen makan masakan lo.”

Mendengar itu, Nara menghela napas, lalu mengikat rambut panjangnya sebelum berjalan ke dapur. “Gua mau buatin lo masakan Jepang. Gak papa?”

“Boleh.”

Saat Nara mulai menyiapkan bahan-bahan, ia kembali melirik Yeonjun, mengingat kondisi cowok itu kemarin. “Lo beneran udah sembuh? Nggak maksain diri, kan?” tanyanya, sedikit khawatir.

Yeonjun tersenyum kecil. “Kalo gua belum sembuh, ngapain gua jemput lo ke sini.”

Nara hanya bisa menghela napas lagi. “Lo beneran datang pagi-pagi cuma buat jemput gua? Kenapa?”

Yeonjun mengangkat bahunya santai. “Gak ada alasan khusus sih. Cuma kasihan aja lo tiap hari naik bus terus.”

Nara menatapnya curiga. “Lebih kasihan Jay yang ke mana-mana harus sama lo.”

Yeonjun tertawa kecil. “Sebenernya ini juga balesan buat lo. Lo udah ngerawat gua sampai sembuh. Makasih, ya.”

Nara sedikit terkejut dengan kejujuran cowok itu. Biasanya Yeonjun selalu bicara dengan gaya bercanda atau menyebalkan, tapi kali ini nada suaranya tulus.

𝐎𝐧𝐥𝐲 𝐘𝐨𝐮  | Choi Yeonjun ②Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang