Pagi-pagi sudah rapih, siap dengan seragam dan jas almamater yang di khususkan untuk kegiatan pembelajaran umum, biasanya kegiatan pembelajaran umum di laksanakan setiap hari Sabtu.
Para siswa di kumpulkan di dalam satu aula perangktan, kegiatan pembelajaran umum yang di lakukan membahas mengenai skill skill para siswa untuk bekal nanti ketika kompetisi peserta didik terbaik.
Betrand duduk di kursi paling depan, sangat-sangat menggambarkan seorang siswa yang ambil dalam hal prestasi belajar, tidak peduli barisan depan hanya dua persen peminat bagi laki-laki.
"Kayanya Lo ambis banget buat dapetin peringkat terbesar." Kata salah satu siswi yang duduk di samping betrand.
"Tidak juga."
"Di sekolah ini masing-masing punya bidang kemampuan tersendiri, tapi gue liat dari kemarin Lo terus dominan tiap kegiatan." Betrand melirik kearah siswa tersebut.
"Rajin banget Lo perhatiin gue."
"Gimana gak rajin, dari pertama kali datang kesekolah Lo udah nyuri perhatian banyak orang, sampe lupa siapa yang populer sebenarnya di sekolah ini." Ucap Zara si siswi yang mengajak betrand bicara sejak tadi.
Betrand diam tidak lagi menanggapi, tidak ada hal yang perlu di tanggapi lagi menurutnya.
Kegiatan pembelajaran umum sudah di mulai, seluruh siswa siswi menyimak salah satu ahli yang di datangkan langsung untuk mengajar.
"Ada yang ingin bertanya sampai disini?" Tanya si profesor pada siswa siswi.
Beberapa detik kemudian betrand mengangkat tangannya siap untuk bertanya mengenai hal yang belum di pahami, atau pun permasalahan yang di temukan.
"Silahkan berdiri, perkenalkan diri dan katakan pertanyaannya."
Seluruh siswa langsung tertuju pada betrand, melihat betrand berdiri mereka siap pasang kuping ingin mendengar pertanyaan berkualitas dari betrand.
"Perkenalkan nama saya betrand Putra Onsu, izin bertanya prof."
"Silahkan."
"Terkait permasalahan ayu mungkin bisa di katakan keluhan saya salah satunya sebagai seorang peserta didik. Faktor sosial yang terjadi di negara kita tentu menjadi tolak ukur besar untuk menunjang suatu pencapaian keinginan, sehingga banyak beberapa generasi merasa kecil hati, karena faktor tersebut. Menurut prof solusi seperti apa untuk meningkatkan tingkap kepercayaan diri siswa? Agar siswa tidak berkecil hati kembali."
"Mungkin seperti itu prof, terimakasih."
"Baik. Bagus sekali ya pertanyaannya." Ucap si pemateri salut dengan pertanyaannya.
"Betrand. Sekarang saya minta kamu cari teman, karena saya akan memberikan jawaban dengan perumpamaan." Lanjut si prof lagi.
"Langsung tunjuk atau bagaimana prof?"
"Pilih nomor bangku saja." Betrand mengangguk.
Betrand melihat ke belakang, melihat teman-teman satu angkatan dengannya, setelah itu dia kembali menatap kedepan dengan yakin, meskipun tidak tahu siapa pemilik nomor yang dia sebut nantinya.
"Nomor 28 prof." Semuanya langsung melihat kearah Anneth.
Si pemilik nomor 28 tepat sekali di bangku yang Anneth tempati, Anneth langsung mendongak panik melihat kearah betrand.
"Nomor 28 coba berdiri."
Secara perlahan Anneth berdiri dari duduknya, melihat kedepan dengan pandangan cukup tegang.
Betrand melihat ke belakang, ternyata nomor yang dia tunjuk adalah perempuan yang dia lihat waktu itu sedang bertengkar dengan kekasihnya Deven.
"Silahkan, perkenalkan diri."
"Baik prof." Ucap Anneth dan berdehem sebentar.
"Perkenalkan nam saya Anneth Dellicia Nasution."
"Okeh, silahkan maju kedepan. Anneth betrand." Kata si pemateri pada Anneth dan juga betrand.
Betrand dan juga Anneth mengangguk, mereka berdua maju kedepan sesuai intruksi si pemateri, meskipun dalam hati Anneth menggerutu kecil pada betrand.
**
Kejadian yang tidak sengaja betrand juga Anneth maju kedepan membuat betrand bisa melihat bagaimana Anneth berkemampuan dalam memecahkan masalah, dan dia melihat Anneth adalah tipikal orang yang menghindari suatu terjangan agar tidak memperumit suatu masalah.
"Jadi Lo anak beasiswa jalur apresiasi penyaluran di sekolah?" Tanya Anneth saat mereka berdua keluar dari aula bersama-sama.
"Iya."
"Pantesan Lo keliatan ambis banget." Betrand tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Kalo gue gak ambis gak mungkin gue bisa ada disini." Anneth mengangguk setuju.
"Oh iya, kenalin gue Anneth."
"Udah tahu, kan tadi Lo nyebutin nama di aula." Anneth mengangguk menurunkan tangannya kembali.
"Gue betrand." Betrand menarik tangan Anneth dan mereka berjabat tangan.
"Lo ceweknya si Deven ya?" Tanya betrand karena sebenarnya sudah lihat beberapa kali Anneth bersama Deven lebih lagi saat mereka bertengkar di hari itu.
"Iya. Kok Lo tau?"
"Gak sengaja liat Lo berantem sama dia waktu itu." Jawab betrand.
"Oh, pantesan."
"Btw jangan geer ya gue ngajak Lo kenalan, gue cuman mantiin aja, soalnya yang ngadain beasiswa bokapnya si Deven."
"Santai aja, gue bukan cowok baper." Kata betrand sambil menggerakkan kepalanya.
Betrand pun melangkah pergi mendahului Anneth, tidak lagi bicara.
Anneth menatap kepergian betrand hanya sekilas, dan dia kembali melihat kearah lain untuk mencari sahabatnya Zara.
**
Semoga suka 🤗✨🌘
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
Teen Fictionpersahabatan, cinta dan tantangan mengisahkan sebuah persahabatan si laki-laki manja yang hidup dengan kekayaan, memiliki orang tua yang lengkap, serta kasih sayang yang tidak pernah putus dari ibunya tercinta, akan tetapi tidak menjamin suatu kebah...