30

1K 60 4
                                    

30. Tidak ada kebahagiaan yang didapatkan dari sebuah pengorbanan.

.

.

Katanya, keluarga adalah orang yang paling dekat dengan kita, nyatanya kita justru lebih sering menutupi sesuatu dari keluarga. Dan semua itu lagi-lagi demi keluarga. Lalu apa sebenarnya itu keluarga? 'Keluarga' adalah hubungan yang sulit dijelaskan.

Bagi Arga sendiri, keluarga adalah tempat yang menyesakkan. Terlalu banyak dikte, terlalu banyak tuntutan. Keluarga adalah hal yang ingin dia hindari. Sementara bagi Karin, keluarga adalah hal yang tidak dapat dia tinggalkan.

"Bukan menutupi tapi karena memang sepeduli itu kita dengan keluarga. Semua hal dapat dengan mudah kita bagi ke keluarga tapi tidak dengan kesedihan karena kekhawatiran yang mereka tunjukkan itu nyata."

Arga tidak pernah berada di posisi Karin. Dia tidak bisa sepenuhnya memahami kenapa Karin harus sekejam itu kepada dirinya.

"Aku bahagia, kalau keluargaku bahagia."

"Tidak ada yang salah dengan kalimat kamu..." Arga menggantung kalimatnya. Sedikit ragu untuk melanjutkan.

Karin menunggu.

"Tapi yang aku lihat, kamu banyak berkorban." sambungannya.

Raut wajah Karin berubah.

"Kamu tidak bisa bahagia ketika kamu berkorban."

Karin memalingkan muka, menatap langit malam yang gelap. Seperti kalah telak, Karin tidak memiliki bantahan atas ucapan Arga barusan.

Semua gara-gara uang.

Jika saja keuangannya stabil, Karin tidak perlu bekerja paruh waktu seusai kuliah. Jika saja keuangannya stabil, Karin tidak harus menyerah pada impiannya. Dan jika saja keuangannya stabil, Karin akan lebih percaya diri menghadapi ibunya Elang. Jika saja...

Tapi menyalahkan keadaan tidak akan mengubah apapun, sementara menyalahkan orang lain adalah hal yang tidak akan Karin ulangi, apalagi setelah kejadian hari itu dengan ibunya.

"Tapi itu dulu. Setidaknya sekarang aku bahagia." dia tersenyum meski dengan matanya yang masih memerah.

"Tapi kamu habis nangis." ucap polos Arga membuat Karin tertawa mendengarnya.

"Dulu aku bahkan nggak bisa nangis meski sedang sedih." ucapnya meringis. "Hidupku jauh lebih baik akhir-akhir ini." terutama setelah menikah sama kamu.

Jika harus membandingkan, kehidupannya yang sekarang jauh terasa tenang.

"Padahal baru berapa bulan aku pindah ke sini. Tapi aku merasa nyaman dan aman untuk menangis di sini."

Arga bersyukur jika rumah ini menjadi tempat yang nyaman bagi Karin. Meski begitu, Arga tidak ingin melihat Karin menangis kembali.

"Terimakasih karena sudah memberi tempat." ucap Karin tulus.

"Terimakasih juga atas pelukan hangat yang menenangkan. Aku jadi pengen nangis lagi hahaha."candanya.

Karin ingin keluar dari situasi melow seperti ini. Dia tidak bisa membiarkan Arga terus-terusan melihat sisi lemah dirinya. Terlalu sulit baginya untuk berada di dekat orang yang melihat betapa menyedihkan dirinya.

Katanya Bahagia Itu SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang