31. Penampilan terlihat tenang, tapi pikiran awut-awutan.
.
.
.
Ponsel Karin berdering saat pemiliknya sedang membersihkan diri di kamar mandi. Arga meraihnya, sebuah nomor tak dikenal. Dia memilih meletakkan kembali ponsel Karin, namun benda itu kembali berdering. Arga masih tidak menanggapinya sampai benda itu kembali berdering untuk ketiga kalinya.
Dia melirik ke arah kamar mandi, sepertinya masih lama untuk Karin keluar. "Halo?" dengan sedikit kesal dia mengangkatnya.
Sebuah suara asing terdengar. Nadanya terdengar sedikit terkejut.
"Saya suaminya. Dengan siapa ini saya berbicara?"
Dahi Arga berkerut mendengar suara di seberang sana. Dia berbicara beberapa kata lalu memutusnya.
Konfirmasi nomor bisa lewat WhatsApp. Kenapa sampai tiga kali telpon segala? Batinnya.
"Hp ku tadi bunyi ya?" Karin muncul dengan piyama berwarna merah muda.
"Iya."
Karin meraih ponselnya di atas ranjang lalu menggulir layar. "Siapa?" tanyanya.
"Nggak tahu. Nggak ada suaranya. Mungkin spam." Arga tidak mengerti kenapa dia memilih menjawab seperti itu.
"Oh.." Karin mengangguk, terlihat percaya. Dia kembali meletakkan ponselnya lalu menuju meja rias. Melakukan skincare routine-nya.
Karin dapat melihat pantulan gambar Arga pada cermin. Lelaki itu bersandar pada headboard ranjang, membaca sesuatu melalui tab-nya.
"Jadi tadi Rio minta kamu buat ketemu Melia?"
Arga mengalihkan pandangan dari layar tab-nya, menatap pantulan gambar Karin pada cermin. "Maksud kamu?" untuk apa Rio menyuruhnya?
Arga datang memang untuk menemuinya. Apalagi pagi tadi Karin pergi tanpa pamit. Arga hanya khawatir jika Karin menghindarinya karena kejadian semalam. Dia selalu seperti itu, memilih kabur saat merasa tidak nyaman. Dia tidak nyaman berada di dekat orang yang mengetahui betapa rapuhnya dirinya.
Karin memutar tubuhnya, "Tadi siang, kamu nyusulin ke tempat gym, disuruh Rio? Masalah mereka kali ini sepertinya serius ya?"
"Dua orang dengan tujuan yang berbeda. Sulit bagi mereka untuk menentukan rencana."
Karin berbalik, mengoleskan cream malam pada wajahnya. "Bukannya Rio yang berubah? Yang aku dengar, mereka sudah membicarakan semuanya di awal. Rio menyetujuinya. Lalu kenapa sekarang dia menekan Melia?" itulah yang Karin tahu dari sudut pandang Melia.
Dan Arga pasti juga sudah mendengar dari sudut pandang Rio. "Saat jatuh cinta, seseorang bisa mengorbankan apapun, termasuk keinginannya. Yang aku lihat Rio tidak pernah benar-benar setuju. Melia pun pasti merasakannya. Melia yang menutup mata dan memilih 'jalani saja', sementara Rio berharap waktu dapat merubah pemikiran Melia. Sekarang Rio hanya berusaha jujur dengan dirinya."
Karin menghela napas, "Menyedihkan sekali ya? Mereka saling mencintai tapi hubungan mereka tidak dapat mengarah pada apapun."
"Hmms. Sebenarnya hubungan mereka juga ditentang orangtua Rio."
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Bahagia Itu Sederhana
RomanceBahagia adalah rasa. Story by. @youonlyou Started : 15 November 2021 Status : on going