4

1.1K 67 1
                                    

"Lo jangan hubungin apalagi datangin dia duluan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lo jangan hubungin apalagi datangin dia duluan. Kalau bibir lo nagih, dia juga bakal cari lo." itu adalah pesan Maya setelah mendengar cerita Karin hari itu.

Karin memainkan ponsel di tangannya. Dia menghembuskan napas lemah melihat tanggal yang tertera di layar ponsel. Ini sudah hampir dua minggu dan masih tidak ada pesan satupun dari Arga setelah sore itu. Apa mungkin bibirnya tidak berkesan sama sekali bagi Arga?

Terus kenapa dia cium balik?

Jika saja Arga tidak melakukannya, Karin tidak akan berharap lebih. Anggap saja dia sudah mengerahkan segalanya kemudian ditolak mentah-mentah. Tapi lelaki itu justru menciumnya, bahkan menawarkan diri mengantar Karin pulang. Seakan dia memberikan secercah harapan untuk Karin.

Tapi yang terjadi, sepanjang perjalanan pulang Arga tidak menyinggungnya sama sekali. Karin pikir setidaknya akan ada sedikit perubahan positif dalam hubungan mereka. Tapi lihat sekarang, ahh sudahlah ini lebih seperti jalan di tempat. Arga tidak menyukainya, Arga hanya mempermainkannya.

Sebelumnya Arga dan Karin tidaklah dekat. Mereka tidak memiliki kenangan apapun semasa SMP. Bisa dibilang mereka hanya kenal sebatas nama. Baru setelah pertemuan reuni beberapa tahun yang lalu, berawal dari saling bertukar kontak, lalu jalan bareng, mereka menjadi dekat. Walau tak lama kemudian Arga harus bekerja di luar kota. Awalnya itu bukanlah sebuah masalah untuk keduanya. Karin masih menceritakan hari-harinya yang melelahkan menjadi budak korporat selama telepon tengah malam mereka. Sementara Arga sepertinya terlihat nyaman dengan pekerjaan. Karena Arga lebih sering membicarakan rencana kariernya ketimbang mengeluhkannya.

"Kamu satu-satunya orang yang tahu, Rin." Arga pernah mengatakan rencana masa depannya kepada Karin di suatu malam. Mungkin Arga tidak tahu, tapi rasanya Karin seperti melayang di atas awan mendengarnya.

"Lihatin apa?" Lia sudah kembali dari toilet.

"Oh, ini orang IT minta dikirim daftar customer sama items untuk mereka input di sistem baru." Karin tidak sepenuhnya bohong karena dia memang mendapat pesan seperti itu dari Bu Siska beberapa menit yang lalu.

Seharusnya terdapat 6 orang di ruangan ini, namun hari ini terasa sepi karena Inna izin tidak masuk setelah hampir seminggu dia pulang lebih dari jam 9 malam. Fanya sedang ada meeting di luar bersama klien, sementara Nia si anak baru entah dibawa Bu Siska kemana. Mungkin disuruh membawakan tas belanja. Biasa, habis menerima bonus. Padahal dia mendapatkannya karena kerja keras anak buahnya.

"Realisasinya kapan, Mbak?"

Karin mengedikan bahu, "Katanya sih orang dari Real Tech datang hari ini buat setting."

"Ganti sistem tapi sumber daya manusianya nggak ganti juga percuma. Masalah kita itu ya Si Demit Ijo, yang kalau ada masalah bukannya ngasih solusi tapi malah pura-pura amnesia." Nana ikut berkomentar dari kubikelnya sambil memeriksa faktur pajak yang dari kemarin terus saja bermasalah.

Katanya Bahagia Itu SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang