Makian dipenuhi amarah mengisi ruang hening dapur keluarga Dewangga. Seorang gadis tengah memaksa berkutat dengan perlengkapan dapur yang hampir tidak pernah ia sentuh. Jemarinya bergerak penuh kehati-hatian.
"Beli online oke sih, tapi gue lagi pengen makan mi instan. Kalau beli online bisa jadi bubur mi gue," cerocos Anjani di tengah usahanya menyalakan kompor.
"Ini nyalain kompornya gimana sih?" Anjani berkacak pinggang, menatap nelangsa ke arah kompor yang tidak kunjung menyala.
"Lagian gue cuma minta dibuatin mi instan, kenapa responnya jelek banget coba? Pake bilang harusnya gue mati segala lagi, dih nanti nangis darah rasain lo kalau gue beneran mati duluan," gerutu Anjani sambil terus berupaya menyalakan kompor.
"Minggir." Suara berat yang familiar di telinga Anjani membuat Anjani menoleh. Di sampingnya, ia bisa melihat Langit berdiri dengan ekspresi datar dan tidak bersahabat.
Anjani yang masih diselimuti amarah refleks bergeser. Ia berbalik, berniat meninggalkan dapur tanpa mengucapkan kata apa pun. Rasanya lebih baik ia kelaparan malam ini dibanding harus kembali berinteraksi dengan kakak menyebalkannya itu.
"Mau kemana?" tanya Langit ketika melihat Anjani berjalan meninggalkan dapur.
"Ke kamar lah. Aku males ribut lagi sama Kakak."
"Duduk."
"Dih, ngapain? Dengerin Kakak marah-marah? Nggak deh, mending aku kelaperan daripada har-"
"Berisik," sentak Langit. "Duduk, Jani. Gue buatin minya."
Anjani memasang wajah cemberut. "Kalau nggak ikhlas mending nggak usah."
"Duduk, Anjani," tutur Langit dengan suara lebih bersahabat.
Anjani menurut, dibanding gengsi, perutnya lebih menjadi prioritasnya. Ia tidak ingin tidur dalam kondisi perut lapar. Belum lagi bayang-bayang mi instan buatan Langit yang selalu terasa lezat pasti akan terus menghantuinya.
Dari tempatnya duduk, Anjani mengamati gerak gerik sang kakak dengan teliti. Tatapan matanya meneduh, menatap kakaknya yang selalu berada dalam radarnya, tetapi rasanya jauh sekali dalam jangkauan. Bahkan sikap hangat sang kakak yang selalu tersedia untuk Aruna hampir tidak pernah ia rasakan.
Anjani menghela napas pelan. Jemari dan netranya beralih pada ponsel miliknya yang sempat ia tinggal di meja dapur. Seperti kesalahan besar, Anjani berdecak malas ketika melihat instagram story Jenggala yang diisi oleh wajah Aruna.
Jenggala Prenli
Baru tiga hari pacaran udah selingkuh aja lo (read)
Jangan dibaca doang
Kalau lo baca doang besok gue tempelin lo seharianKenapa ra?
Abis kemana lo sama kembaran gue
Jalan
Sial😡😡😡
Besok sama gue lah, gantianlo pikir gue piala bergilir?
Emang
(read)ok, gue tempelin lo besok seharian
(read)"Dih nantangin," desis Anjani sambil meletakkan ponselnya di meja.
Selang beberapa detik, semangkuk mi instan dengan wangi khas tersaji di hadapannya. Kepulan asap ditambah sayur dan sebuah telur di atas mi membuat netra Anjani berbinar. Akhirnya, setelah penantian satu minggu ia bisa kembali menikmati semangkuk mi instan.
KAMU SEDANG MEMBACA
coward
Teen FictionKembaran Anjani mengatakan, Anjani hanyalah gadis picik yang merebut orang-orang tersayang dari sisinya. Ketiga kakak laki-laki Anjani mengatakan hal serupa. Mereka bilang, Anjani tidak lebih dari gadis pengemis perhatian dalam keluarga mereka. Pada...