"Stop!"
Langkah gadis dengan ukuran seragam hampir pas dengan lekukan tubuh kontan terhenti. Rambut sepunggungnya yang ia urai sore ini bergerak selaras dengan tolehan kepala. Sebuah senyuman lantas terukir ketika menemukan teman sebangkunya tengah bersedekap tangan, menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.
"Kenapa Nada cantik?"
"Halah cantik-cantik lo, nggak usah sok akrab," sahut Nada sambil merotasikan kedua bola matanya. Jelas ucapannya tidak seserius itu.
Anjani sendiri terkekeh. Ia mencubit satu sisi pipi chubby sahabatnya. "Lo kangen gue ya? Sorry ya seharian ini gue sibuk nempelin Jenggala sampe nggak bisa wara-wiri sama lo."
"Emang lo temen paling nggak setia kawan." Bibir Nada mencebik maju, bete karena seharian ini ditinggal oleh Anjani.
"Iya maaf ya. Ini gue mau lanjut nempelin si Jenggala, besok-besok gue sama lo lagi, oke? Bye Nada sayang, sampe ketemu besok!"
Mulut Nada terbuka, lalu sepersekian detik kembali tertutup ketika Anjani berlalu begitu saja. Tak urung senyumnya terukir, ia suka Anjani yang seperti ini. Setidaknya, Anjani tidak terlihat hampa ketika di sekolah.
Anjani sendiri kini tengah berlari menuju parkiran sekolah. Langkahnya ia percepat ketika melihat Jenggala berjalan bersama Langit dan Laut. Beruntung sekolah tidak begitu ramai, ia tidak perlu susah payah membelah kerumunan untuk menyusul langkah pacar dan keluarganya.
"Gala," panggil Anjani dengan lantang.
Sesuai prediksi, bukan hanya Jenggala yang menoleh. Seorang gadis, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aruna, beserta si kembar favorit siswi SMA Nusa Bangsa ikut menoleh dengan sinkron. Dari raut wajah, mereka menunjukkan reaksi beragam.
Jenggala sendiri menghela napas pelan, ia kira perempuan yang seharian ini terus menempelinya sudah pulang terlebih dahulu. Apalagi ia sempat mendengar dari Langit bahwa hari ini jadwal Anjani les bahasa inggris. Kalau boleh jujur, ia sudah muak seharian ini bertemu Anjani. Kalau tidak ada Langit dan Laut, mungkin Jenggala sudah menanggapi keberadaan Anjani dengan sikap kasar saat ini.
"Kok ninggalin aku?" tanya Anjani setelah berhasil menyusul Jenggala. Napasnya terdengar memburu, ia bahkan memegang lengan Jenggala untuk menyeimbangkan diri.
Jenggala dengan tega melepas pegangan tangan Anjani. Netranya melirik Aruna yang berdiri di sampingnya. Jelas sekali sahabatnya jengah dengan keberadaan Anjani.
"Bukannya lo ada les?"
"Les?" Anjani terlihat berpikir, sepersekian detik ia menggelengkan kepalanya. "Nggak ada, libur lesnya hari ini."
"Alesan," gumam Langit yang masih dapat didengar jelas oleh Jenggala dan Anjani.
"Kalian mau kemana emangnya?" Anjani mengalihkan pandang, ia kini menatap Aruna.
Aruna tersenyum tulus. "Mau belajar bareng di cafe, kamu mau ikut?"
Bisa Laut tangkap dengan jelas netra sang adik yang terlihat berbinar ketika mendengar jawaban sang kembaran. Dengan semangat membara, Anjani mengangguk. Menandakan bahwa ia akan mengikuti agenda belajar bersama hari ini.
"Nggak usah lah, mending lo belajar di tempat les daripada nilai lo pada turun," sahut Langit sarkas. Ia menatap Anjani dengan tajam.
Anjani balik menatap Langit dengan tatapan tanpa emosi. Satu persen pun tidak terlintas perasaan takut dalam benaknya. Laut yang menyadari perang tatapan saudaranya menengahi, ia merangkul pundak Langit.
"Yaudah kamu masuk mobil, Jan," ucap Laut.
"Mobil? Nggak, aku di motor sama Jenggala."
"Gue sama Aruna." Jenggala bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
coward
Teen FictionKembaran Anjani mengatakan, Anjani hanyalah gadis picik yang merebut orang-orang tersayang dari sisinya. Ketiga kakak laki-laki Anjani mengatakan hal serupa. Mereka bilang, Anjani tidak lebih dari gadis pengemis perhatian dalam keluarga mereka. Pada...