Pagi yang cerah tetapi tidak secerah suasana hati Anjani. Perempuan mungil tersebut kini tengah memasang wajah masam setelah terlambat datang ke check point kemah angkatan. Laut dan Langit pergi lebih dahulu karena keduanya panitia, sedangkan Aruna berangkat dengan Angkasa tanpa berkasih hati menunggu Anjani yang kesiangan.
Anjani berdiri di antara dua puluh siswa yang sama terlambat dengannya. Setidaknya Anjani bisa bernapas lega karna menemukan Jenggala di barisan orang terlambat bersama Panca. Anjani berani bersumpah wajah penuh kemenangan Aurora di depannya membuat ia ingin mencabik-cabik kakak kelas tersebut.
"Wah wah wah, baru mau mulai aja udah terlambat nih, Kak," sindir Aurora. Ia berjalan mengitari siswa-siswa terlambat dengan wajah tidak bersahabat.
"Lo." Aurora menunjuk Anjani, lalu ganti menunjuk siswa-siswa terlambat lainnya. "Lo, lo, lo semua yang ada di barisan ini orang-orang yang nggak bisa ngehargain waktu. Apa tadi alesannya?"
"Macet, Kak," sahut perempuan berambut sepundak yang juga tengah mengitari siswa-siswa terlambat.
"Abis anter adik dulu katanya, Kak." gantian seorang laki-laki yang juga tengah mengitari barisan.
"Tadi sih ada yang bilang kesiangan juga, Kak," sahut perempuan berambut pendek, lagi.
Aurora tertawa sarkas, ia menggeleng tidak percaya. "Lo liat, lo liat temen-temen lo yang baris di sana. Mereka mungkin aja ngalamin hal yang sama kaya lo semua tapi mereka bisa on time."
"Emang males aja kali Kak ikut kegiatan ini," sindir laki-laki yang sempat menyahut tadi.
Emang, sahut Anjani dalam hati.
"Pemalas!" teriak Aurora tepat di depan wajah Anjani. Kakak kelas cantik nan galak yang mengikat rambutnya menjadi satu hari ini mengambil tiga langkah mundur lalu berputar, menuju barisan paling depan. Begitu juga dua kakak kelas yang sempat ikut mengitari barisan.
"Lari muterin lapangan tiga kali lo semua," perintah Aurora dengan kencang. Ia menarik satu alisnya melihat raut enggan dan penuh protes yang dilayangkan adik kelasnya. "Kenapa? Nggak terima? Oke lima puteran. Jalan sekarang!"
Mencari aman, barisan siswa terlambat lekas bergerak mengitari lapangan sesuai perintah. Anjani dengan perasaan kesal luar biasa mau tidak mau ikut berlari dalam barisan. Ia lebih baik menurut daripada menimbulkan lebih banyak masalah.
Dari tempatnya berlari, ia melirik Langit dan Laut yang terlihat tidak peduli dengan keberadaan dirinya. Bahkan teriakan Aurora tidak menarik atensi mereka untuk sekedar menoleh. Mereka benar-benar mengabaikan eksistensi Anjani.
Anjani mempercepat laju larinya, berusaha mengimbangi Jenggala di depan. Setelah berhasil mengimbangi, Anjani memamerkan senyuman. Perempuan yang mengggunakan celana training dengan sweater oversized melambaikan tangannya pada Jenggala.
"So sweet banget lari-lari bareng di sekolah," ucap Anjani dengan napas memburu.
Jenggala menatap balik Anjani tanpa ekspresi. Ia bahkan mempercepat langkahnya, tidak ingin berlari beriringan dengan Anjani. Sayangnya Anjani tidak menyerah semudah itu, gadis mungil tersebut kembali menambah laju langkahnya.
"Pelan sih, sombong banget sama pacar sendiri. Minimal sapa good morning cantik, gitu." Anjani mengedipkan sebelah matanya, genit. Keringat mulai memenuhi keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
coward
Roman pour AdolescentsKembaran Anjani mengatakan, Anjani hanyalah gadis picik yang merebut orang-orang tersayang dari sisinya. Ketiga kakak laki-laki Anjani mengatakan hal serupa. Mereka bilang, Anjani tidak lebih dari gadis pengemis perhatian dalam keluarga mereka. Pada...