Teriknya matahari tidak memudarkan semangat para siswa yang tengah asik mengoper bola ke kanan dan ke kiri. Pelajaran yang didapat hanya seminggu sekali membuat mereka memanfaatkan jam olahraga dengan sebaik-baiknya. Walaupun tetap bisa menikmati fasilitas lapangan setelah jam pelajaran usai, tetapi bermain bola di tengah kelas lain tengah melaksanakan kegiatan belajar mengajar adalah hal yang paling menyenangkan.
Berbeda dengan siswa perempuan yang asik meneduh di bawah pohon rindang. Meski tidak turun untuk bermain bola di lapangan, mereka asik meneriaki nama teman kelas mereka yang tengah unjuk gigi. Sesekali godaan usil juga mengudara, membuat tawa lepas dari mulut mereka.
Anjani dan Nada yang tidak sepenuhnya berbaur dengan teman kelas tetap duduk di dekat mereka. Keduanya sesekali tertawa mendengar godaan yang dilayangkan teman kelasnya.
"Jan, lo beneran pacaran sama Jenggala?" tanya teman kelas Anjani dengan santai. Atensi para perempuan langsung teralih, mereka penasaran dengan respon Anjani.
Anjani yang tengah memperhatikan lapangan menoleh, menatap temannya yang baru saja bertanya. Dengan senyum kecil, Anjani mengangguk. Menimbulkan ucapan selamat dari teman kelas mereka.
"Kacau, padahal gue seringnya liat si Jenggala sama kembaran lo, eh jadiannya malah sama lo," sahut seorang perempuan, rambut kecoklatannya terlihat dicepol asal.
Perempuan lain menyenggol pelan pundak perempuan berambut coklat tersebut. "Mungkin mereka sahabatan aja, soalnya Jenggala kalau sama Aruna kan bareng Pancanya juga. Iya nggak, Jan?"
Anjani lagi-lagi hanya bisa mengangguk. Ia enggan berkomentar banyak. Anjani hanya takut responnya malah menjadi bahan pembicaraan di belakangnya.
"Jan, Nad," panggil seorang perempuan berpenampilan sedikit tomboy. Terlihat lengan bajunya yang ditarik naik dengan rambut diikat naik. Perempuan tersebut bernama Sandra, perempuan yang menjabat sebagai ketua kelas sebelas MIPA satu.
"Lo segitu canggungnya ya sama anak kelas?" tanya Sandra.
Anjani tersenyum, ia kemudian menggeleng. "Gue sama Nada malah takut kalian yang nggak nyaman sama kita."
Casie, perempuan berambut coklat yang rambutnya dicepol menghela napas kasar. "Astaga Jan, siapa bilang? Malah kita nih kadang mau ngajak lo sama Nada buat gabung segan karna takut lo nggak nyaman sama kita."
"Sorry ya kalau gitu, kedepannya kita coba usahain buat lebih berbaur." gantian Nada yang menyahut.
Mereka melempar senyum satu sama lain. Layaknya anak kecil yang habis saling mendiamkan, kini mereka terlihat semakin akrab. Entah ada maksud lain atau tidak, setidaknya Anjani akan menerima kebaikan mereka saat ini. Ia hanya ingin memberi sedikit warna pada masa putih abunya.
"Guys, lima menit lagi ke aula ya. Ada lanjutan sosialisasi kemah tahunan sekalian pembagian barang bawaan dan list kelompok." Sandra selaku ketua kelas memberi arahan.
"Males banget," tutur Casie dengan bibir mengerucut.
Anjani yang duduk di samping Nada ikut memasang wajah masam. Ia juga malas jika sudah membahas perihal kemah tahunan yang akan dilaksanakan minggu depan.
"Cabut aja yu, Nad?"
Nada yang semula asik memainkan ponsel ganti menoyor pelan kepala temannya. "Jangan gila ya, cukup kemaren aja lo ditandain sama Kak Aurora, jangan berulah lagi."
"Apa gue bujuk Papa aja ya buat alesan supaya gue nggak perlu ikut kemah tahunan? Kalau bawa-bawa nilai pasti Papa setuju." Anjani berbicara pada dirinya sendiri. Dibanding bergegas, ia yang duduk lesehan di lantai lapangan malah meluruskan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
coward
Novela JuvenilKembaran Anjani mengatakan, Anjani hanyalah gadis picik yang merebut orang-orang tersayang dari sisinya. Ketiga kakak laki-laki Anjani mengatakan hal serupa. Mereka bilang, Anjani tidak lebih dari gadis pengemis perhatian dalam keluarga mereka. Pada...